Oleh: Ameena N
Ada cuitan seorang ayah dari salah satu platform sosial media yang mengeluh soal acara kelulusan anak yang sangat tidak penting dan membuang-buang waktunya. Menurutnya, daripada harus menemani anak di acara sekolahnya yang tidak penting ini, akan lebih baik ia menggunakan waktu tersebut untuk mencari uang atau bekerja.
Netizen yang membaca cuitan tersebut banyak sekali yang marah dan mencap bahwa orang ini tidak bersyukur. Padahal di luaran sana ada banyak orang tua yang ingin sekali datang ke acara kelulusan atau pentas seni sekolah anaknya namun tidak bisa. Dia yang diberi kesempatan seperti itu, bukannya bersyukur, malah mengeluh. Itu masih netizen yang mengomel karena sakit hati. Tidak terbayang bagaimana perasaan sang anak jika sang anak tahu soal ini.
Mungkin buat orang dewasa acara semacam ini memang tidak penting tapi bagi anak, bisa jadi berbeda. Padahal datang ke momen kecil seperti ini dapat meningkatkan rasa kebanggaan dan percaya diri sang anak. Anak itu akan ingat betapa ayahnya menyayanginya dan menghargai momen-momen kecilnya. Anak akan terkesan betapa ayahnya peduli padanya sehingga. Dalam menjalani kehidupan, ia memiliki emosi yang sama dalam memandang dan memperlakukan ayahnya.
Jangan sampai karena sikap acuh sang ayah, menjadikan anak tersebut suatu saat juga berpikiran sama dan memperlakukan ayahnya sama dengan perlakuan ayah padanya yaitu acuh dan tidak peduli itu. Ada banyak loh orang tua yang sangat sedih dan menyesal karena tidak menghabiskan waktunya bersama anak ketika mereka masih kecil. Jadilah hubungan antara orang tua dan anak itu renggang.
Karena nanti kalau sudah besar, anak juga punya urusannya masing-masing. Dan jangan sampai akibat sikap tidak mau meluangkan waktu untuk anak itu ditiru oleh mereka. Jangan heran kalau nanti tua, terus penyakitan, anak sibuk sama kerjaan dan keluarganya, mereka nggak mau menyempatkan waktunya untuk sekadar bercengkerama minum teh atau ngobrol dengan orang tua. Karena orang tua sendiri nggak pernah mau melakukan hal yang sama waktu mereka masih anak-anak.
Sekarang mungkin tidak terasa, karena orang tua masih sehat dan merasa tidak butuh anak. Tapi nanti, siapa tahu, kalau-kalau orang tua butuh mereka, mereka jadi acuh terhadap orang tuanya. Selagi masih ada kesempatan, ambillah kesempatan tersebut.
Anak akan memandang nilai diri orang tua sebesar orang tua memandang nilai diri mereka. Kalau sebatas manusia yang hidup saja, maka mereka pun bisa melakukan hal yang sama pada kita. Jika mengurus anak itu hanya soal uang, maka anak pun akan menganggap bahwa orang tua juga hanya soal uang.
Contoh sederhana semacam memasukkan kita ke panti jompo, membayar kebutuhan bulanan, selesai. Padahal di saat-saat tua itulah seringkali orang tua butuh banyak perhatian dan kasih sayang secara batin dari anak sebagai penghiburan. Karena di masa tua nanti sudah tidak ada lagi hiburan yang lebih mengasyikkan dan yang bisa bikin bahagia selain interaksi hangat dari anak dan cucu.
Semua orang bisa menjadi seorang ayah, tapi tidak semua orang bisa berperan sebagai seorang ayah. Indonesia menempati posisi ke-tiga sebagai negara paling fatherless sedunia, terbukti dengan adanya cuitan bapak ini. Ini masih acara kelulusan, belum lagi yang lain.
Berperan sebagai kepala keluarga itu tidak hanya tentang mencari nafkah secara finansial yang hanya mencukupi kebutuhan materi saja. Tapi sosok ayah juga berperan untuk memenuhi kebutuhan psikologi dan batin keluarganya juga. Perhatian, kasih sayang, kehangatan, kebutuhan emosional juga penting untuk dipenuhi. Tumbuh kembang anak-anak di dalam rumah sangat dipengaruhi oleh hal-hal tersebut yang menjadi pondasi karakter mereka. Jadi keberadaan laki-laki dalam keluarga tidak hanya berperan sebagai kepala keluarga, tapi juga sebagai ayah. Jangan lupa! Wallahua’lam. (rf/voa-islam.com)
Ilustrasi: Google