View Full Version
Senin, 27 Jan 2014

Ketika Tafsir Prasasti Tugu Menenggelamkan 'Tsunami Opini' Jokowi

Sahabat Muda Voa-Islam.com

Sebagai remaja Islam yang shalih dan tangguh menghadapi gempuran 'tsunami opini', kita harus pandai dan tahu sejarah, karena apa yang dilakukan dan terjadi pada saat ini adalah bentukan dari sejarah pada masa sebelumnya.

Dahulu kala ditemukan prasasti dari batu kali di Kampung Tugu, sejak 1911 prasasti itu disimpan di Museum Nasional dekat Tugu Monas, Jakarta. Lalu apa hubungannya dengan Jokowi? Mari kita simak bersama.

Prasasti Tugu bertuliskan aksara Pallawa yang disusun dalam bentuk seloka bahasa Sansekerta dengan metrum Anustubh yang terdiri dari lima baris melingkari mengikuti bentuk permukaan batu.

Prasasti Tugu tidak mencantumkan pertanggalan. Kronologisnya didasarkan pada analisis gaya dan bentuk aksara (analisis palaeografis).



Berdasarkan analisis tersebut diketahui bahwa prasasti ini berasal dari pertengahan abad ke-5 masehi. Prasasti Tugu dan Prasasti Cidanghi yang memiliki kemiripan aksara. Atas dasar ini, sangat mungkin sang pemahat tulisan (citralaikha dan Citralekha) kedua prasasti ini adalah orang yang sama.

Dibandingkan dengan prasasti-prasasti dari masa Tarumanegara lainnya, prasasti Tugu merupakan prasasti terpanjang yang dikeluarkan Sri Maharaja Purnawarman. Prasasti ini dikeluarkan pada masa pemerintahan Purnawarmman pada tahun ke-22 sehubungan dengan peristiwa peresmian saluran Gomati dan Candrabhaga.

Prasasti Tugu memiliki keunikan: ada pahatan hiasan tongkat yang pada ujungnya dilengkapi dengan semacam trisula. Gambar tongkat tersebut dipahatkan tegak memanjang ke bawah seolah berfungsi sebagai batas pemisah antara awal dan akhir kalimat-kalimat pada prasastinya.

Adanya Prasasti Tugu ini semakin menguatkan keyakinan bahwa pada masa dulu, Jakarta merupakan wilayah kekuasaan Kerajaan Tarumanegara. Selain Tarumanegara, dijelaskan pula bahwa Kerajaan Sunda pernah berjaya di Jakarta pada masa dulu.

Apa Informasi Penting Pada Prasasti Tugu ?

Ternyata, pada Prasasti Tugu ada sebuah informasi tentang pengendalian banjir, dalam informasi yang terdapat pada prasasti tersebut, banjir di Jakarta mulai hadir sejak 1500 tahun lalu.

Berikut isi tulisan terpahat pada Prasasti Tugu :

prasasti-tugu1

(Dikutip dari Blog Bataviaes Novelles)

Beberapa waktu lalu kanal Candrabhaga digali oleh Yang Mulia Raja Purnawarman yang memiliki lengan berotot kencang dan kuat agar air –yang masuk ke istana kerajaan yang termasyhur– bisa mengalir ke laut.

Sekarang, dalam tahun ke dua puluh dua pemerintahan, Yang Mulia Raja Purnawarman, dengan kepandaian dan kebijaksanaannya, sang pemimpin para raja, memerintahkan pembuatan kanal yang indah dan bersih airnya, dinamakan Gomati. Kanal yang mengalir melalui tengah-tengah kompleks istana resi kakek-nda Purnawarman.

Pekerjaan dimulai di hari baik, hari ke delapan bulan purnama bulan Phalguna dan diselesaikan di hari ke 13 bulan purnama Caitra, hanya 21, panjang galian adalah 6.122 busur. Acara selamatan dilaksanakan bersama para resi dengan persembahan 1.000 ekor sapi. 

rasasti Tugu, Bukti Sejarah Upaya Penanggulangan Banjir Abad ke 5

Read more at http://uniqpost.com/61232/prasasti-tugu-bukti-sejarah-upaya-penanggulangan-banjir-abad-ke-5/

Meski Dibuat Pada Abad ke 5, Tafsir Prasasti Tugu Bermanfaat Bagi Penguasa Jakarta

Hasan Djafar Arkeolog Universitas Indonesia menuturkan bahwa Prasasti Tugu diperkirakan dibuat oleh Raja Tarumanagara Purnawarman pada sekitar tahun 450 masehi.

Prasasti Tugu dengan lima baris kalimat berhuruf 'palawa' menyingkap sebuah kabar yang luar biasa penting bagi kita yang hidup di jaman moderen seperti sekarang ini. Prasasti Tugu memberikan isyarat tentang pembangunan kanal dari Sungai Candrabhaga (saat ini disebut Kali Bekasi) dan Kali Gomati (Kali Cakung) sepanjang 11 kilometer. Diperkirakan pembuatan kanal itu memiliki dua tujuan, yaitu meredam banjir dan untuk irigasi pertanian.

Hasan menambahkan, "Kali yang dibuat dari Kali Gomati melintasi istana Tarumanagara sebelum menuju laut." imbuhnya

Pembuatan kanan ini menunjukkan upaya dan solusi teknologi dalam menghadapi banjir di Tarumanagara yang saat ini menjadi Jakarta.

Ini sekaligus menyingkap tafsir bahwa hancurnya kerajaan Tarumanagara di pantai utara juga akibat banjir dari luapan Sungai Citarum.

Bisa kita bayangkan, dijaman baheula itu tak ada internet dan modem, akan tetapi hingga saat ini kabar yang terpahat dalam sebuah batu kali itu sangat penting bagi para penguasa Jakarta saat ini agar tidak larut pada pencitraan namun segeralah membangun sistem irigasi dan pengairan yang baik dalam penanganan banjir Jakarta. Jokowi yang berlimpah 'tsunami opini' pendukung dan relawannya pun seakan perlu belajar pada Prasasti Tugu ini.

"Tarumanagara hancur oleh luapan banjir Sungai Citarum meski sudah ada teknologi kanal, saat ini lokasi itu terletak di Pasar Ikan dan Museum Bahari Jakarta, dari hasil penggalian untuk riset telah menemukan tanah asli Tarumanagara terpendam sampai setengah meter lebih. Dari Sejarah Tarumanagara bisa diambil pelajaran berharga upaya mempertahankan suatu wilayah dari ancaman banjir" ujar Hasan.

Banjir Jakarta pun berlanjut hingga zaman VOC di abad 17 catatannya lebih banyak. Banjir besar di Batavia terjadi pada 1671, 1699, 1711, 1714 dan 1854. Sistem pengendalian dilakukan dengan membuat sudetan sungai. Van Breen menggagas pembuatan kanal di bagian barat pintu air Manggarai sampai Muara Angke. Perubahan tata lahan kebun teh di kawasan Puncak di antisipasi dengan mengubah area persawahan menjadi situ-situ.

Hingga kini ancaman banjir Jakarta semakin tinggi dengan banjir yang lebih merata di seluruh wilayah Jakarta apabila dibandingkan dengan tahun 2013 silam yang hanya melumpuhkan Jl Thamrin dan Jl Sudirman.

Akhirnya, mau tidak mau warga Jakarta perlu belajar dari Kerajaan Tarumanagara, karena dahulu sejak dahulu Jakarta menjadi muara sungai-sungai. Tumpukan sedimentasi sungai meninggikan permukaan sungai.

"Jika salah kelola, Jakarta bisa tenggelam seperti nasib Tarumanagara" kata Hasan.

Apapun cara yang dilakukan Jokowi, mafia cina hitam beserta ribuan relawan Jasmev tak lagi bertaji, meski mengadakan selamatan dengan persembahan 1.000 ekor sapi tak lagi bermanfaat.

Sejak dahulu Jakarta perlu penanganan khusus, peringatan bagi relawan yang sombong menyerang musuh-musuh politik dan menggelembungkan 'tsunami opini' yang terus menggembar-gemborkan pencitraan Jokowi itu kini luluh lantak.

Subhanallahu.... Akhirnya banjir yang diturunkan atas perintah Allah Subhanahu Wa Ta'ala ini telah meninggalkan pesan khusus yang teramat mendalam dan menenggelamkan nama Jokowi bagai perahu karam terpecah belah di kali Ciliwung.

Apapun cara yang dilakukan Jokowi, mafia cina hitam beserta ribuan relawan Jasmev tak lagi bertaji, meski mengadakan selamatan dengan persembahan 1.000 ekor sapi tak lagi bermanfaat.

Kun Fayakun! Jika Allah berkehendak maka terjadilah banjir Jakarta sebagaimana Tarumanagara yang karam tenggelam hingga kini.

Diatas langit ada langit, diatas tujuh langit ada Arsy' singgasana Allah. Allah satu-satunya penguasa alam semesta yang menciptakan langit dan bumi serta segala sesuatu yang berada diantara keduanya dalam enam hari.

Hadits Abu Hurairah rodiallahu’anhu bahwa Nabi shollallahu’alaihiwasallam memegang tangannya (Abu Hurairah) dan berkata:

يَا أَبَا هُرَيْرَةَ، إِنَّ اللهَ خَلَقَ السَّمَاوَاتِ وَاْلأَرَضِيْنَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ، ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ

“Wahai Abu Hurairah, sesungguhnya Allah menciptakan langit dan bumi serta apa-apa yang ada diantara keduanya dalam enam hari, kemudian Dia berada di atas ‘Arsy (singgasana).” (HR. An-Nasai dalam As-Sunan Al-Kubra, dishahihkan Al-Albani dalam Mukhtasharul ‘Uluw)

[adivammar/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version