View Full Version
Rabu, 12 Feb 2014

Coreng Muka Jasmev: Tim Pemburu Para Kritikus Jokowi-Ahok

Sahabat Muda Voa Islam,

Yuk Buka-bukaan tim Jasmev alias Jokowi Ahok Social Media Volunteer. Tindak tanduknya kini makin mencoreng muka time Jasmev. Ia bela Joko Widodo dan siap setiap saat bila ada pernyataan yang mengkritik Jokowi. Kini kiprahnya bak 'Menepuk air di dulang, terpercik muka sendiri'.

Apa Pasal? Tak lain karena kenekatan dan hilangnya sikap menerima perbedaan yang mereka dengungkan sendiri sebagai slogan demokrasi. Tapi faktanya haram orang lain mengkritik Jokowi - Ahok atau siap di bully secara massal oleh pasukan alay ini.

Sebaliknya, mereka akan agungkan Jokowi Bak Nabi. Faktanya pencitraan yang dibuat maupun yang alami mengenai sosok Joko Widodo telah membuatnya sebagai sosok yang disebut di berbagai media sosial sebagai ?nabi?. Mulai dari akun twitter yang mempunyai follower yang cukup banyak sampai media online.

Pencarian google.com, Sabtu (16/12) mengenai kalimat 'nabi jokowi' menghasilkan 1.930.000 hasil pencarian.

Susah untuk menilai 'kenabian' yang dimaksud dari sosok Joko Widodo yang sekarang menjabat sebagai Gubernur Jakarta itu. Selain itu, Antara(15/12) melaporkan masyarakat Indonesia juga dinilai mulai tidak rasional terhadap sosok Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo alias Jokowi itu.

Ketidakrasionalan itu terlihat dari elektabilitas tertinggi dalam survei nasional Cyrus Network dengan 28,2 persen dibandingkan tokoh-tokoh lainnya.

Masyarakat terperangkap di antara realitas dan mitos tentang seorang pemimpin seperti Jokowi,? kata Direktur Riset Cyrus Network, Eko David Dafianto, saat memaparkan hasil surveinya di Jakarta, Ahad.

Eko mengatakan pemimpin yang baik dan berprestasi termasuk mantan Walikota Solo itu tetap membutuhkan kritik. Bahkan, kata dia, Jokowi juga harus membuka ruang untuk kritik secara luas.

Publik harus disadarkan bahwa Jokowi itu tetap manusia biasa, bukan ratu adil atau tokoh serba bisa yang akan menyelesaikan seluruh persoalan melalui tangannya,? ujarnya.

Eko menjelaskan dari survei yang dilakukannya sebanyak empat kali, sebanyak 66,9 persen responden membicarakan Jokowi. Kemudian, yang membicarakan Jokowi bernada positif sebesar 62,7 persen.

Sembilan dari 10 orang yang mengenal Jokowi, membicarakannya dengan nada positif. Apapun yang dilekatkan pada Jokowi, akan jadi baik dan bagus. Jokowi sudah jadi mitos, publik tidak rasional lagi dan kehilangan objektivitas dalam memberikan penilaian. Apapun yang menjadi pendapat Jokowi menjadi benar. Siapapun yang mengkritik Jokowi, akan menjadi musuh bersama (public enemy), tambahnya.

Tim Cyber Jokowi-Basuki di Menara 165, Jalan TB Simatupang, Jakarta Selatan

Fenomena Joko Widodo di saat bersamaan juga memunculkan cyber troops alias pasukan dunia maya. Kelompok ini siap setiap saat bila ada pernyataan yang mengkritik Jokowi.

Keberadaaan Cyber Troops (pasukan dunia maya) yang mengelilingi Jokowi awal mulanya dimunculkan oleh mantan Ketua MPR Amien Rais. Belakangan pernyataan Amien diamini oleh lainnya.

'Pasukan cyber' bernama Jasmev ini adalah kependekan dari Jokowi-Ahok Social Media Volunteers atau para relawan yang bergerak di jejaring sosial untuk mendukung Jokowi-Ahok.

Jasmev selama ini bekerja sebagai team layaknya pasukan khusus yang bertugas membela ahok-jokowi dijejaring sosial dari segala penyudutan dan penyerangan kepada dua sosok yang memimpin DKI Jakarta tersebut.

Pengakuan disampaikan Achmad Mubarok ihwal pasukan dunia maya di sekitar Jokowi membenarkan informasi Amien Rais sebelumnya.

"Sudah banyak orang yang mengatakan bahwa Jokowi tidak bisa dikirik, karena akan ada serangan balik caci maki.Serangan caci maki ini tidak alamiah dan dilakukan oleh tim dengan memanfaatkan teknologi dan media sosial," ujar Mubarok.

"Pengerahan cyber troops, orang kritik Jokowi di media, nanti ada ratusan yang menghantam tanpa ampun dengan kata-kata semestinya tidak layak dan elok," ungkap Amien yang mengaku tidak gentar dengan komentar-komentar pendukung Jokowi.

Budayawan Betawi Ridwan Saidi mengungkapkan kelompok cybernet?Jokowi yang membentengi mantan Walikota Solo itu lewat media sosial telah mematikan praktik demokrasi.

Ridwan menuturkan gerakan cybernet Jokowi bermarkas di Jalan TB Simatupang, meski saat ini ia mendengar kabar bahwa kelompok tersebut sudah bubar. Namun ia menyoroti hal yang dilakukan tim cybernet Jokowi, yakni mem-bully orang-orang yang mengkritik Jokowi lewat media sosial.

"Kalau mau beda pendapat, muncul dong di ruang publik. Hentikan kelompok cybernet Jokowi yang mematikan demokrasi," tegas Ridwan Saidi, Minggu (9/2/14).
 
Mantan anggota DPR dua periode dari Fraksi PPP itu menuturkan ada cukong yang membangun citra tersebut selama 16 bulan terakhir ini sejak Jokowi menjadi Gubernur.
 
"Tolong cukong-cukong ini menahan diri, jangan menyesatkan. Selama 16 bulan cukong-cukong ini membangun ilusi lewat blusukan," tukasnya.
 
Cukong-cukong yang dimaksud Saidi adalah sejumlah konglomerat kaya-raya di Indonesia, diantaranya:

1. China Connection dengan kubu Imelda, Lukminto (Sritex),
2. James Riady (Lippo Group)
3. Edward Suryajaya (ex Astra, Ortis Holding),
4. Hashim Djojohadikusumo,
5. Benny chandra (Ketua Persatuan Tionghoa Indonesia),
6. Kevin Wu (BCA cab Jakarta),
7. Lia angraeni (Indofood group),
8. Jhony Liem (pengusaha elektronik),
9. Hermawi taslim,
10. Rudy Hartono
11. Masih ada sekitar 50 tokoh Cina Jakarta.
12. Sedangkan Jenderal uhut Panjaitan sukses konsolidasikan kekuatan konglomerat-konglomerat etnis tionghoa Ex-buronan BLBI di Singapore yang berjumlah sekitar 20-an konglomerat.

Sementara menurut Praktisi Teknologi Informasi Chafiz Anwar banyak akun palsu pembela Jokowi di sosial media. Hal itu menurutnya bisa dengan mudah diamati karena banyak hal yang sangat tidak masuk akal.

"Kalau komentarnya muncul dalam waktu yang kurang lebih bersamaan dengan komentar yang senada seperti dikomando baik untuk menyerang maupun membela orang-orang yang mereka jaga, maka bisa dipastikan akun-akun itu palsu," ujar Chafiz.

Lebih lanjut Hafiz menyebutkan dalam konteks Jokowi jika ada yang mengkritiknya di sebuah media online maka ssecara otomatis langsung ada serangan dari ribuan orang.

"Coba saja bayangkan berita yang mengkritik di sebuah media online itu. Baru beberapa saat tayang langsung yang komentar ribuan. Itu sangat tidak mungkin, kalau bukan sebuah tim yang mengerjakannya yang bisa saja terdiri dari puluhan orang," tambahnya.

Ciri lainnya, imbuh Hafiz, adanya ketidakjelasan identitas para pemilik akun ini. Mereka biasanya menurut Chafiz menggunakan nama-nama palsu dan foto-foto palsu atau menggunakan gambar kartun. Akun tersebut menggunakan mesin pendeteksi dengan kata kunci tertentu. [acw/acep/voa-islam.com]

latestnews

View Full Version