View Full Version
Selasa, 23 Jul 2019

Heboh Restoran Babi Mengusik Akidah Umat

 

Annisa Afif Abidah*

Hebohnya sebuah video liputan sebuah restoran yang hanya menyajikan olahan daging babi bernama Panggangin di Jakarta cukup membuat geram umat Islam.  Dalam video tersebut memperlihatkan hasil wawancara kepada salah seorang pengunjung restoran yang menceritakan alasan kenapa dia mau makan di restoran tersebut yang notebene dia seorang muslim.

“Sebenarnya dulu karena suka coba-coba sih, sebenarnya kan gue harusnya nggak boleh gitu ya, cuman karena gue penasaran biasanya kalau nggak dibolehin itu makin penasaran malah makin pengen dicoba apalagi yang dilarang agama”, ujarnya.

Dan yang menjadi sorotan dan menjadi persoalan di sini adalah bentuk promosi mereka yang kemudian menabrak ajaran agama Islam. Bagian menarik lainnya adalah ketika dua orang pengelola restoran ini, Derra dan Sulung mengatakan bahwa mereka menganggap para pengunjung yang makan di restoran tersebut sebagai seorang yang agnostik, atheis atau minimal bukanlah muslim yang taat.

Mereka berdalih jika sekarang nyatanya narkoba masih jalan, alkhohol juga sah-sah saja kan itu semua juga dosa maka apa salahnya dengan makan daging babi. Toh ini cuma makanan. Jadi biarlah urusan ini menjadi urusan pribadi masing-masing dengan Tuhan,  tanpa perlu orang lain ikut campur di dalamnya dengan saling mengingatkan ini salah dan ini benar. Dan terucaplah kalimat provokatif dari salah seorang pengelola resto tersebut, yang mengatakan:

“Selama lo baik mau makan apapun nggak masalah karena loe gak perlu agama untuk jadi orang baik”, ujar salah seorang pengelola resto.

Ustadz Hasan Haikal Hassan atau yang sering kita kenal dengan Babe Haikal mengomentari atau perihal ini beliau mengatakan, “Itu namanya nyari gara-gara, betul-betul nantangin dan menguji sampai di mana ghiroh umat Islam”.

Sekarang ini sudah mulai nampak arus opini yang kuat untuk menggiring orang terutama umat beragama lebih khuhus umat muslim untuk menjadi agnostik dan atheis dengan cara menyebarkan propaganda bahwa makanan itu urusan pribadi bahkan secara lebih umum maksiat dosa melanggar aturan-aturan atau agama itu urusan pribadi. Tidak ada hak orang lain untuk melarang larang atau sekedar saling mengingatkan.

Islam Memberi Solusi

Padahal jelas di dalam ajaran agama Islam, babi merupakan salah satu makanan yang kemudian diharamkan oleh Allah subhanahu wa ta'ala yang tertulis dalam surat Al Maida ayat 3 : “Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

Jadi jika yang jualan daging babi di tengah-tengah komunitas muslim atau teman-teman muslim yang ingin mencoba, maka sudah menjadi tugas kita sebagai saudara untuk saling mengingatkan. Karena dakwah ini adalah bukti cinta dan kasih sayang kita. Segala sesuatu memiliki batasan-batasan, dan pagar-pagar Allah itu adalah apa yang diharamkan. Maka jangan sekali-kali kamu kita mau mencoba melanggar dan melompati pagar Allah.

Untuk menyudahi polemik ini maka tidak cukup menjadi urusan personal, maka dibutuhkan peran negara. Di dalam negara yang menganut ideologi kapitalisme, setiap warganya diberi ruang kebebasan beragama dan mengekspresikan keyakinannya. Bentuk keyakinan apapun akan dilindungi oleh undang-undang. Seorang individu misalnya dapat dengan mudah berpindah dari satu agama ke agama lainnya tanpa ada larangan dan sanksi atasnya. Kelompok dan organisasi keagamaan dalam berbagai model keyakinan dan ritual juga dibiarkan tumbuh subur. Hal ini karena negara harus steril dari agama apapun. Perannya hanya sebagai regulator.

Berbeda halnya dengan Islam, ideologi tersebut telah menempatkan negara sebagai bagian yang vital dalam mengatur ekspresi keberagamaan warga negaranya. Hal ini karena negara di dalam Islam ditegakkan atas dasar Aqidah Islam. Konsekuensinya segala sesuatu yang berhubungan dengan institusi negara, hak dan kewajiban negara dan warga negaranya didasarkan pada Islam. Aqidah Islam juga menjadi asas undang-undang dasar, undang-undang dan segala peraturan yang berlaku. Intinya tak satu pun bagian yang lepas dari Aqidah Islam dan hukum-hukum yang terpancar darinya.

Maka di dalam Islam, peredaran daging babi akan dibatasi hanya untuk kalangan nonmuslim . Tidak diizinkan untuk dijual bebas karena akan dikhawatirkan mengganggu aqidah umat. Salah satu tanggung jawab negara adalah membina dan menjaga kemurnian aqidah ummat Islam. Oleh karena itu negara menerapkan berbagai kebijakan yang saling mendukung bagi terciptanya aqidah yang bersih, kuat dan berpengaruh pada diri kaum muslimin. Pada saat yang sama negara berupaya agar aqidah tersebut dapat tersiar ke seluruh dunia agar Islam sebagai rahmatan lil alamin dapat dirasakan kenikmatannya. Wallahu a’lam, bishowab. (rf/voa-islam.com)

*Penulis adalah Pegiat Komunitas Mahasiswa Islam Kaffah Malang.

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version