View Full Version
Selasa, 12 May 2020

Prank dan Gaya Hidup Remaja Korslet!

 

Oleh:

Ana Nazahah

Pemerhati Remaja, Revowriter Aceh

 

JAGAT maya kembali dihebohkan oleh kelakuan tak beradab beberapa remaja. Kali ini terjadi di Bone, ada empat remaja di Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan, tega mengerjai atau nge-prank perawat di RSUD Tenriawaru Bone dengan mengaku pasien Covid-19.

Tentu saja ini sangat kelewatan. Keempat remaja tersebut, yakni AR, EK, AD, dan DD tega bermain-main dengan tenaga medis soal keselamatan. Mereka kini harus bersiap-siap mempertanggungjawabkan perbuatannya. Lantaran pihak RSUD Tenriawaru Bone melaporkan perbuatan mereka ke Pihak kepolisian. Dikutip dari laman berita Bonepos.com, senin, 11 Mei 2020.

Dewasa ini, kita semakin sering mendengar istilah nge-prank. Ada banyak modelnya, dari yang ringan seperti mengerjai teman dengan menempeli kertas bertuliskan hal-hal aneh di punggungnya. Hingga yang mengancam keselamatan, seperti meledakkan kembang api tepat ke arah teman. Dan masih banyak lainnya.

Pada dasarnya, prank dilakukan untuk senang-senang. Namun, sejak internet dan medsos mulai digandrungi oleh anak-anak muda, istilah prank beranjak dari kesenanganan menjadi ajang untuk eksistensi diri, meraih popularitas. 

Dengan adanya prank, mereka berharap konten-konten mereka di media sosial, seperti YouTobe dan Instagram akan menarik follower. Banyaknya follower akan berpengaruh pada popularitas, dan tentunya berpengaruh pada eksistensi dan harga diri. Semakin populer mereka semakin merasa dihargai.

Sayangnya konten-konten unfaedah seperti ini begitu mudah viral. Menarik masa di dunia maya. Dan dari sinilah racun media itu menyerang. Si pemilik akun semakin haus ketenanaran, sementara followernya akan semakin mudah ikut-ikutan konten yang tak mendidik tersebut. 

Sebagai contoh, ya! Keempat remaja di Bone yang akhirnya terlibat dengan polisi. Pun youtober asal Bandung yang viral baru-baru ini dengan aksinya nge-Prank transpuan dengan sumbangan sampahnya. Dan masih banyak lagi. 

Jika kita menilik akar persoalan fenomena yang menimpa remaja saat ini, maka ini adalah hasil kegagalan pendidikan berbasis sekulerisme. Tak ada gambaran akan jati diri Muslim sama sekali. Norma, adab, bukan lagi tolak ukur harga diri.  

Bagi mereka, orang yang hebat itu adalah yang populer, orang kaya dan punya sensasi. Maka gaya hidup inilah yang sedang ditiru remaja kita saat ini. Bisa dibayangkan, akan dibawa kemana masa depan bangsa, jika remaja seperti ini yang akan melanjutkan estapet kepemimpinan esok hari.

Tentunya ini peer yang besar, jika kita ingin menghentikan budaya prank dan segala bentuk aktivitas keliru yang dilakukan remaja. Seluruh pihak wajib bersinergi. Orang tua, masyarakat, negara bahkan individu-indibidu remaja itu sendiri. Remaja harus memiliki kesadaran untuk bergerak ke arah yang lebih positif, dan melawan arus hedonisme yang menggoda untuk larut dalam budaya rusak tersebut.

Terlebih mereka yang Muslim. Allah SWT telah memerintahkan kita untuk menjauhi perkataan dan perbuatan yang sia-sia (al-Mukminun ayat 3). Standar dalam berbuat jelas, halal dan haram saja. Capaian tertinggi pribadi Muslim adalah ridho Allah, bukan kesenangan semata. Bukan berarti menggapai ridho Allah berarti tidak boleh senang. Kita boleh berkreasi melakukan apa yang kita suka, dengan mengikuti rambu-rambu yang ada. 

Lagian bagaimana mungkin kesenangan bisa dicapai dari hasil mengerjai orang? Apalagi yang dikerjai itu orang yang lebih tua, guru, tenaga medis. Hanya orang-orang yang otaknya korslet saja yang bahagia.

Karena itu, sebagai remaja Islam kita wajib berfikir waras. Masih banyak hal positif lain yang bisa kita lakukan dari sekedar mengejar sensasi dan popularitas. Mengisi akun dengan konten-konten dakwah misalnya, mengajak orang hijrah, berbuat kebaikan, sebisa mungkin menjadi pribadi yang bermanfaat untuk orang lain. Penulis pikir ini lebih terhormat, lebih menyenangkan. Dan tentunya bermanfaat untuk umat, agama dan bangsa ini.  Wallahualam.*


latestnews

View Full Version