View Full Version
Ahad, 15 Nov 2020

Hipokrit Macron tentang Sekulerisme

Oleh: Fatimah Azzahra, S. Pd

 

"Sekularisme tak pernah membunuh siapa pun," cuit Macron di laman twitternya.

Setelah aksi penghinaannya pada Nabi Muhammad saw, kini Presiden Perancis, Immanuel Macron mengeluarkan pernyataan yang menuai kontroversi.

Benarkah sekulerisme yang dibanggakan Perancis itu tak pernah membunuh siapa pun?

Mari kita tengok kembali sejarah. Perancis menjadi salah satu negara yang melakukan penjajahan, sama seperti Inggris dan Belanda. Dengan penjajahan ini, berbagai belahan dunia ditindas, diperbudak, dihinakan, bahkan banyak nyawa berjatuhan.

Sejarah mencatat Aljazair dijajah Perancis selama 132 tahun. Saat itu dilaporkan banyak terjadi kasus yang sangat melanggar kemanusiaan. Sejumlah 1,5 juta orang dilaporkan dibunuh, terlantar, juga hilang karena pendudukan pasukan Perancis.

Perancis bahkan mengambil 40 tengkorak penduduk Algeria yang terus berjuang menolak penjajahan Perancis. Semua tengkorak ini dipajang di Museum of Mankind di Paris sebagai tropi. Miris bukan?

Dalam sebuah wawancara dengan surat kabar Prancis Le Monde pada tahun 2000, Perwira militer Prancis, Bigeard, menggambarkan penyiksaan sebagai "kejahatan yang perlu" dilakukan, tetapi ia membantah terlibat aktif dalam penyiksaan itu sendiri. Apakah dia terlibat langsung dalam pemerkosaan, mengubur orang-orang tua hidup-hidup, atau menuangkan semen ke kaki korban sebelum mereka dilemparkan ke laut, jenderal-jenderal di Perancis tentu bertanggung jawab seperti rekan-rekannya dan atasan di pemerintahan Perancis.

Jangan lupakan vel' D'hiv yang terjadi sekitar tahun 1942. Saat itu polisi Perancis bekerja sama dengan tentara Nazi mengorganisir 13.000 Yahudi di stadium Paris untuk dideportasi ke Auschwitz. Apakah di Auschwitz mereka hidup damai? Tidak! Di sana mereka semua dibunuh.

Tahun 1961, saat terjadi Perang Aljazair dengan Perancis, penduduk Perancis turun ke jalan di Paris menyatakan pengecaman. Bukan aksi anarkis yang dilakukan para demonstran, melainkan aksi damai. Hasilnya, yang terjadi justru para demonstran dibantai dengan kejam. Beberapa ahli sejarah memperkirakan jumlah korban pembantaian sekitar 200 orang. Mayat-mayatnya bahkan dibuang begitu saja ke sungai.

Bagaimana dengan penjajahan Perancis di Vietnam? Kebijakan yang keji diterapkan setelah Perancis menjajah Vietnam. Bahkan, setelah Perang Dunia kedua, perdana menteri meminta untuk menembak 6000 orang Vietnam. Dan masih banyak lagi darah yang tumpah karena sekulerisme. Belum lagi kekerasan yang terjadi.

Jadi cuitan Macron hanyalah ilusi dirinya, hipokrot pembohongan pada dunia. Karena fakta justru berbicara sebaliknya. Pemenggalan kepala, kekerasan seksual, penyiksaan, dan pembantaian nyata adanya hasil dari sekulerisme.

Inilah wajah sekulerisme yang diagungkan Eropa. Paham pemisahan agama dari kehidupan yang membawa kepada pembunuhan, kekerasan, pertumpahan darah, dan tentu tidak sesuai fitrah manusia.

Lantas, apakah Indonesia sebagai negara yang penduduknya mayoritas muslim masih mengagungkan sekulerisme ini? Termasuk paham turunannya seperti liberalisme, demokrasi.

Mari tengok Islam sebagai agama yang dianut 1,9 miliar orang di dunia. Islam juga yang menjadi agama mayoritas penduduk Indonesia. Islam diturunkan bukan hanya untuk mengatur perihal ibadah antara diri dengan Tuhan saja. Tapi, Islam mengatur hubungan antara manusia dengan dirinya seperti makanan, pakaian, akhlaq. Islam juga mengatur hubungan antara manusia dengan manusia lainnya, seperti jual beli, ekonomi, hukum, pendidikan. Ya, Islam adalah sebuah sistem kehidupan. Ia mengatur urusan masuk kamar mandi sampai masuk pemerintahan. Islam juga mengatur hubungan antara sesama manusia.

Islam tidak mengenal penjajahan. Islam menyebarkan agama Allah dengan dakwah dan jihad. Jihad pun ada ilmunya, tidak sembarangan tebas juga bantai. Islam melarang pasukan untuk menyakiti anak-anak, perempuan, pemuka agama, orangtua yang tidak ikut berperang.

 Diriwayatkan dari Buraidah radhiallahu ‘anhu, ia berkata, “Rasulullah ﷺ mewasiatkan kepada panglima perang atau pasukan, yang pertama agar ia dan pasukannya bertakwa kepada Allah. Di antara yang beliau katakan adalah “…jangan kalian membunuh anak-anak…” (HR. Muslim, 1731)

Tidak diperkenankan memutilasi mayat, apalagi membawanya pulang sebagai tropi.

"Berangkatlah berperang di jalan Allah dengan menyebut nama Allah. Bunuhlah orang-orang kafir. Perangilah mereka. Janganlah kamu berbuat curang dan jangan melanggar perjanjian, dan jangan pula kalian memutilasi mayat.” (HR. Muslim, no. 1731).

Islam juga melarang untuk merusak alam saat berperang. Alam saja dipedulikan apalagi nyawa manusia. Sebagaimana wasiat Abu Bakar Ash shiddiq pada pasukan sebelum pergi berperang. "Jangan sekali-kali menebang pohon kurma, jangan pula membakarnya, jangan membunuh hewan-hewan ternak, jangan tebang pohon yang berbuah, janganlah kalian merobohkan bangunan,…” (Riwayat al-Baihaqi dalam Sunanul Kubra 17904, Ibnu Asakir dalam Tarikh Dimasyq 2/75, dan ath-Thahawi dalam Syarah Musykilul Atsar 3/144).

Islam datang dengan damai. Tak langsung acungkan senjata, tapi dahulukan dakwah. Seruan, ajakan pada Allah Sang Pencipta. Semuanya pun diatur sedemikian rupa, agar selalu berada dalam ketentuan syari'at Nya. Sudah saatnya kita kembali pada jalan yang lurus. Jalan yang Allah ridhoi. Yakni jalan Islam, diin yang Rasul bawa sebagai sistem kehidupan, yang Rasul perjuangkan sepanjang hidupnya. Sistem yang diterapkan awalnya di Yastrib, merebak hingga sepertiga belahan dunia, yang nyata kejayaannya selama 13 abad lamanya.  Wallahu'alam bish shawab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version