View Full Version
Kamis, 24 Dec 2020

Mampukah Demokrasi Menghidupkan Potensi Generasi?

 

Oleh: Tari Ummu Hamzah

Potensi sebuah peradaban para era selanjutnya, ditentukan oleh kondisi generasi pemuda saat ini. Jika para pemudanya sebagian besar memiliki potensi besar, ada andil dalam perubahan, mau terjun ke masyarakat, paham kebutuhan ummat, serta mampu mengarahkan masyarakat, maka dipastikan peradaban tersebut memiliki potensi besar untuk maju.

Bicara soal generasi, maka kita pasti akan menengok kondisi pemuda di era generasi Z saat ini. Jelas potret generasi masa kini berbeda dengan generasi sebelumnya. Aktivitas sosial para pemudanya lebih banyak dilakukan di dunia maya. Ini memang karena pengaruh digitalisasi yang sudah menyebar ke seluruh penjuru dunia.

Dari era digitalisasi ini masyarakat menemukan cara untuk mengekspresikan diri, menciptakan eksistensi diri, dan menemukan hal-hal baru. Dari sini terlihat bahwa masyarakat telah menemukan cara baru dalam menggali potensi. Tapi pertanyaannya, mampukan generasi masa kini memaksimalkan potensi dalam sistem Demokrasi? Akankah kegagalan sistem akan membuahkan kegagalan dalam menggali potensi para pemuda? Apa yang harus dilakukan oleh pemuda untuk terus menggali potensi?

Sayyid Quthb pernah berkata, “Mereka adalah pemuda gagah dan pemilik badan kuat perkasa. Hati mereka teguh dengan iman tulus membaja, berpendidikan, dan bersikap tegas dalam menghadapi kemungkaran.”

Perkataan Sayyid Quthb seolah memberikan gambaran kepada kita bahwa, para pemuda bukan hanya mereka yang pandai dalam hal sains dan teknologi tapi mereka yang memiliki keimanan yang teguh dan kuat.

Bagaimana memperoleh pemuda yang demikian? Tentu dengan pendidikan yang terbaik, dimana di dalamnya ditanamkan aqidah, akhlak, dan juga adab. Tapi sayangnya kondisi pendidikan dalam sistem saat ini sudah dikomersilkan. Siapa yang memiliki uang, dia yang berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Sistem saat ini tidak mampu memberikan kelayakan dalam setiap aspek. Layak di sini maksudnya rakyat mendapat porsi yang pantas dalam mendapatkan kebutuhan pokok. Disamping itu pemeliharaan akidah juga patut dilakukan negara. Tapi sayangnya demokrasi tak memberikan perlindungan bagi kaum muslimin. Justru sebaliknya, demokrasi malah melahirkan sekulerisme yang menghancurkan sendi-sendi keimanan.

Sistem ini juga menciptakan hedonisme, termasuk di dunia maya. Saat ini sosial media berpesta hedonisme. Influencer bertebaran. Tapi apakah mereka benar-benar mampu mempengaruhi kondisi ummat hingga pada level gerakan perjuangan dan perubahan? Sayangnya jumlahnya sedikit sekali. Mereka para influencer, rata-rata telah masuk dalam arus kapitalis, dimana materi dan besarnya manfaat yang mereka cari.

Kondisi ini seolah paket komplit. Sudahlah para pemuda mendapatkan pendidikan sekuler, lingkungan yang bebas dan hedon, serta gaya hidup kapitalis yang mereka kejar. Sehingga kenyamanan hidup, ketenaran, serta berlimpahnya materi yang menjadi ukuran kesuksesan seseorang. Padahal hal tersebut justru membuat mereka masuk ke dalam jeratan kapitalis, yang sesungguhnya akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan.

Sungguh! Potensi pemuda saat ini lebih diarahkan kepada materi. Bukan sebagai manfaat besar bagi ummat. Jika timbul pertanyaan apakah demokrasi mampu menghidupkan potensi para generasi masa kini? Sebenarnya mampu, tapi tidak hakiki. Bagaimana menghidupkan potensi pemuda secara hakiki?

Tidak lain dan tidak bukan hanya dengan Islam. Islam tidak hanya sebagai agama ritual belaka, tapi Islam hadir di tengah manusia untuk mengatur segala urusan mereka dalam bingkai negara. Islam mampu menjadi negara visioner, yang mampu melahirkan generasi berkualitas. Salah satu cara untuk melahirkan generasi berkualitas adalah dengan pendidikan berbasis agama. Tak lupa juga memberikan apresiasi begitu tinggi terhadap potensi ummatnya. Ini dibuktikan di masa Bani Abbasiyah, dimana jika seseorang berhasil menulis sebuah buku hasil karyanya sendiri, maka buku tersebut mendapatkan imbalan emas, seberat buku tersebut.

Disamping itu Islam menjadikan para pemudanya tidak hanya mahir dalam sains dan teknologi, tapi juga memiliki ketakwaan individu yang kuat. Sehingga potensi pemuda tidak hanya diarahkan untuk kemanfaatan diri mereka sendiri, tapi negara menggiring potensi pemuda untuk melakukan perubahan demi kemajuan peradaban.

Sehingga profil pemuda berkualitas yang sesungguhnya adalah dengan mentaati syariat Allah, memahami arah kemajuan dan kebangkitan ummat, memahami peran dia dalam masyarakat, mampu berinteraksi dengan ummat, serta mampu mengarahkan Ummat untuk senantiasa dalam syariat Allah. Sehingga Islam tidak hanya melahirkan generasi yang berpotensi tinggi, tapi juga mampu melahirkan pemimpin sejati. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version