View Full Version
Rabu, 17 Mar 2021

Kaya Miskinnya Satu Negeri, Apa Sebab?

 

Oleh: Sunarti

"Bagaimana bunyi gendang, begitulah tariannya." Yang artinya bagaimana perintah, begitulah yang dilakukan; bagaimana aksi, begitulah reaksinya. Barangkali begitu ya, peribahasa yang tepat untuk disematkan pada kondisi berbagai negara di belahan bumi. Pasalnya hampir di seluruh penjuru dunia, negeri-negeri menggunakan cara pandang dan cara hidup yang berbeda.

Ada yang diambil dari tinggalan negeri-negeri penjajah ada pula yang tidak. Namun yang tidak mengambil dari penjajah, bisa saja keok tergerus oleh peradaban yang menggulungnya. Ya, tentu saja peradaban sekulerisme dan sosialisme.

Sebelum buku Why Nations Fail dirilis, para ilmuwan sebelumnya telah berpendapat jika perbedaan geografi suatu daerah bisa menyebabkan perbedaan kesejahteraan/kemakmuran sebuah bangsa. Demikian juga kultur dan iklimnya. Tapi buku ini menyangkal pendapat tersebut dan nyatanya tidak demikian.

Faktanya ada beberapa negara yang berada dalam satu letak geografis, namun dengan kesejahteraan bangsanya yang berbeda. Misalnya Singapura dan Malaysia.

Ada negara yang memiliki kultur yang sama namun kemakmuran bangsanya berbeda. Dalam buku Why Nations Fail disebutkan pula contoh kota Nogales yang memiliki letak geografis dan iklim yang sama. Nogales terbagi menjadi dua bagian. Nogales Sonora (Mexico) dan Nogales Arizona (Amerika Serikat).

Kota ini terbelah menjadi dua bagian dengan masing-masing berada dibawah naungan negara yang berbeda. Kota ini hanya dibatasi oleh tembok dari baja yang membelah kota Nogales menjadi dua.

Mulai dari tingkat kemakmuran, kemajuan teknologi hingga pendidikan, antara Sonora (Nogales bagian selatan) dan Arizona (Nogales bagian utara) sangat jauh berbeda. Menurut Daron Acemoglu dan James A. Robinson ini, perbedaan yang mencolok disebabkan karena politik yang diterapkan dan peluang ekonomi yang dibuat.

Penerapan politik dan ekonomi yang diterapkan penjajah membuat perbedaan cara pandang dan indentitas masing-masing bangsa. Misalnya saja Meksiko yang dijajah oleh Spanyol, di bawah sistem penjajahan dengan perbudakan dan ekstraksi (eksploitasi).

Sementara Amerika Utara, yang sebagian besar dihuni oleh Inggris 100 tahun kemudian, tidak adanya perbudakan di antara penduduk asli. Serta kepadatan penduduk yang jauh lebih rendah membuat sistem perbudakan kurang kondusif.

Nah, sekarang jika kita tengok ke negeri-negeri yang sejatinya subur dan kaya sumber daya alam, dengan latar belakang penjajah Belanda yang paling panjang rentang waktunya. Misalnya Indonesia. Apakah bisa dikatakan kesejahteraan/kemakmuran bangsa dipengaruhi oleh politik dan ekonomi? Atau ada muatan dua ideologi yang mulai meggejala meski yang satu tak kasat mata?

Di negeri-negeri di belahan dunia memakai kebijakan warisan yang diambil berasal dari tinggalan penjajah dan masih sangat lekat. Ditambah dengan adanya dikte dari negara adidaya (Amerika Serikat) di masa sekarang, membuat kemandirian masih jauh dari harapan serta membuat negeri-negeri tersebut mutlak menjadi pembebek.

Eksploitasi atas nama kerjasama dengan pihak-pihak asing yang notabene adalah negara-negara yang memiliki sifat menjajah dan menguasai hampir seluruh sumber daya alam. Ditambah lagi dengan cengkeraman atas nama kemajuan teknologi dan budaya juga kian merajuk menawan, namun sejatinya racun mematikan. Hegemoni penerapan sistem sekuleris yang begitu dominan membuat penduduk yang tinggal di negeri ini selalu dalam kemalangan.

Bangsa yang seharusnya memiliki hak untuk menikmati hasil di bumi yang loh jinawi (subur dan kaya sumber daya alam) tidak bisa dengan mudah memanfaatkan untuk kebutuhan hidupnya. Hanya menjadi penonton para kaum kapitalis dengan kaki tangannya menikmati pundi-pundi uang yang berlimpah. Hanya menjadi konsumen dari hasil pabrik-pabrik para pemilik modal. Hanya menjadi buruh-buruh dengan penghasilan yang cukup untuk makan dan minum, kurang bahkan. Dan menjadi bulan-bulanan bak sapi perahan. Wajar jika gemah ripah (makmur dan tentram) hanya abang-abang lambe (pemanis muka).

Demikianlah, ada perintah pun ada pelaksanaan. Siapa Tuan dan siapa punokawan. Siapa pemegang kekuatan dan siapa kaki tangan. Sang Adidaya tetaplah sekaranga sebagai Tuan. Tapi yakinlah, jika ada peradaban yang tiada lawan, ideologi Islam tiada tandingan.

***

Proses politik yang menentukan di mana institusi ekonomi hidup masyarakat, dan institusi politik lah yang menentukan bagaimana proses ini bekerja. Dari sini cara pandang dan cara hidup sebuah bangsa didapat. Demikian pula ada solusi/alternatif lain untuk meluruskan sebuah bangsa.

Sejauh mana ideologi berpengaruh terhadap keduanya?

Menurut Syaikh Taqiyudin An-Nabhani, warisan yg paling tinggi adalah warisan pemikiran. Jika sebuah bangsa secara materi hancur, tapi masih punya warisan pemikiran, maka dia bisa bangkit. Nogales dan Korea adalah negara-negara yang tidak memiliki warisan pemikiran; dan hanya bisa copas abis pemikiran penjajah. Akhirnya maju atau mundur, tergantung pada pemikiran yg di-copas-nya tadi.

Berikutnya Nogales dan Korea. So close and yet so different. Ini menunjukkan sejahtera dan sengsaranya sebuah bangsa adalah wilayah ikhtiyari. Ibarat saudara "kembar siam" tapi nasib bisa jauh berbeda, karena ikhtiar-ikhtiar kolektifnya berbeda. Allah tidak akan mengubah suatu kaum; sebelum mereka mengubah apa-apa yg ada pada diri mereka. Maka pastikan, ke mana ikhtiar kolektif negeri kita menuju? (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version