View Full Version
Jum'at, 13 May 2022

Panggung untuk Kaum Pelangi, Hempaskan!

 

Oleh: Nuraisah Hasibuan, S.S.

Pasca ramainya netizen mengutuk vidio podcast Dedi Corbuzier (DC) yang kontennya berbau LGBT, vidio itu akhirnya ditarik (take down). DC meminta maaf dengan alasan ramainya kritikan netizen dan berhubung saat ini masih suasana bulan Ramadhan dan Lebaran. Artinya, jika bukan karena komentar ramai netizen dan jika Ramadhan sudah lewat jauh, konten pornografi bisa tayang?

Faktanya ini bukanlah kali pertama DC membuat video dengan konten yang seolah mempromosikan kemaksiatan. Sebelumnya dia sudah pernah mengundang pasangan lesbian ke podcastnya. Membahas tentang keseharian kedua pasangan ini. Mempenalkan pada seluruh penonton bahwa ada pasangan sejenis yang hidup bahagia dan mapan. Memberi kesan bahwa penyimpangan seperti ini lumrah, karena faktanya mereka ada di sekitar kita.

Bukan hanya DC sebenarnya, banyak konten kreator yang tidak canggung mengundang  LGBT, gigolo, atau pekerja seks ke channel mereka. Bahkan yang lebih parah,  para oknum LGBT ini sendiri punya channel Youtube masing-masing, yang di sana mereka bebas berekspresi tanpa batasan.

Tambahan lagi, dukungan dan promosi LGBT sangat masif, bukan hanya di ranah personal. Perusahaan sebesar Unilver saja terang-terangan menyatakan dukungan pada  kaum pelangi. Di Indonesia yang notebene berpenduduk mayoritas muslim, Unilever sedikit  memperhalus kalimatnya dengan mengatakan bahwa mereka menghormati dan menghargai setiap perbedaan, segala adat, norma, nilai. Sementara di luar Indonesia pernyataan mereka tegas dan gamblang, mengatakan dukungan penuh pada kaum pelangi dan memastikan semua pekerja yang LGBTQ+ tidak mendapat gangguan  dalam bekerja.

Belum lagi brand-brand besar seperti Coca Cola, Starbucks, Nike, Fossil, Toyota, Amazon, Netflix, Google, BMW, Warner Bros, dan masih banyak lagi brand raksasa mendukung penuh LGBTQ+ dengan cara rutin berdonasi pada kampange LGBTQ+, serta mengeluarka produk edisi khusus LGBTQ+. Tak terkecuali Disney yang mengklaim diri sebagai  rumah produksi acara anak juga ternyata jadi pendukung kaum Sodom.

Banyaknya dukungan terhadap LGBT membuat mereka semakin berani unjuk gigi. Tidak malu  buka-bukaan membahas orientasi seksual mereka, dan sangat lihai membungkus penyimpangan mereka dengan drama trauma masa lalu demi mengundang simpati penonton.

Pertanyaannya, mengapa mereka bisa sebebas ini berekspresi? Satu yang pasti karena mereka merasa mendapat jaminan kebebasan. Tidak ada aturan di negara ini yang dengan tegas melarang LGBT. Satu-satunya UU yang mengarah ke sana hanya UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini hanya  mengatur bahwa perkawinan yang sah dan diakui adalah pasangan heteroseksual.

Namun UU ini tidak memberi sanksi apapun pada pelaku LGBT di luar urusan pernikahan. Padahal penyakit yang ditimbulkan pelaku LGBT bukan hanya saat mereka menikah, perilaku mereka di luar urusan nikah justru sama bahayanya. Bahkan keberadaan mereka sendiri adalah ancaman bagi masyarakat.

Ketua Forum Komunikasi Kiai-Kiai Muda (FSKM) se-Jawa Tengah, H. Akomadhien Shofa juga menyebutkan hal serupa. Beliau menyebutkan bahwa LGBT merupakan tindakan keliru, amoral, menjijikkan, memalukan dan merupakan aib. Sehingga apapum tentang mereka tidak pantas dijadikan konsumsi publik.  Akomadhien manambahkan bahwa LGBT ini bisa merusak bangsa.  Jadi tidak pantas jika seorang yang mengaku nasionalis justru menjadi pelaku perusak bangsanya. Artinya, pelaku LGBT dan pihak-pihak yang memberi mereka panggung untuk unjuk gigi sama-sama berperan merusak bangsa.

Jika kita telusuri, selain karena memang diberi panggung, faktor terbesar keleluasaan komunitas LGBT ini dalam mengekspresikan diri adalah karena tidak adanya ketegasan hukum di negeri ini. Tidak ada rasa khawatir sedikitpun pada diri mereka ketika mempropagandakan dan mempublikasikan penyimpangan mereka di tengah masyarakat. Mirisnya lagi, orang yang tidak berpihak pada mereka bisa dianggap tidak toleran dan tidak menghargai HAM.

Padahal jika negara tidak  berupaya memberangus kaum pelangi ini, justru masa depan generasi dan peradaban manusia lah yang akan terancam.

Bukankah negara dengan otoritasnya yang sangat bisa membuat UU larangan terhadap LGBT? Dengan kewenangannya mengontrol dan membersihkan media dari konten dan sirkulasi informasi apapun berbau LGBT?

Cukuplah dalil ini sebagai pegangan bagi negara untuk berlaku tegas pada para pelaku LGBT, "Siapa saja yang kalian jumpai melakukan perbuatan kaum Nabi Luth a.s. maka bunuhlah pelaku dan pasangannya." (HR. Abu Dawud, Tirmidzi, Ibnu Majah). Sebab sanksi syara ini hanya bisa dijalankan oleh institusi negara, dan bukan oleh individual.

Sementara itu untuk langkah preventifnya, peran keluarga dan orang tua sangat penting. Orang tua wajib memberi pola asuh berbasis akidah pada anak-anak. Memahamkan mereka pada syariat tentang interaksi, baik antara sesama jenis maupun dengan yang berlainan jenis.

Dalam ranah pendidikan, kurikulum dan sistem pengajaran harus berbasis fitrah. Setiap materi pembelajaran haruslah materi yang menguatkan ketundukan pada Allah SWT. Begitu pula masyarakat, ikut berperan dalam mengontrol interaksi setiap anggota masyarakat. Tidak cuek ketika menyaksikan bibit-bibit  penyimpangan.

Demikianlah seharusnya penjagaan terhadap manusia agar terhindar dari hal-hal yang dimurkai Allah SWT. Semua menjalankan perannya masing-masing dengan landasan ketundukan pada Allah, dan bukannya pada hawa nafsu serta derasnya aliran uang pada vidio konten. Wallahu a’lam bisshowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version