View Full Version
Rabu, 23 Nov 2022

Potret Suram Hubungan Manusia di Era Individualistik

 

Oleh: Nurhayati, S.S.T.  

 

Indonesia dikenal dengan pola hubungan masyarakatnya berdasarkan asas gotong royong. Maka tak heran negara ini dicap dengan jiwa sosial yang tinggi dalam membantu sesama. Namun seiring berjalannya waktu khususnya masyarakat perkotaan/metropolitan pola hidup seperti ini seolah mulai terkikis.

Beberapa waktu lalu kita dikagetkan satu keluarga ditemukan tewas tepatnya (10/11/2022). Keempat jasad itu yakni seorang bapak berinisial RG (71), anak berinisial DF (42), ibu berinisial KM (66), dan pamannya berinisial BG (68). Dari olah TKP ahli forensik menemukan bahwa jasad ada kemungkinan tidak makan dalam waktu yang lama terbukti dari hasil otopsi tidak ditemukan makanan dalam tubuhnya dan otot-otot telah mengecil (Tribunnews, 13/11/2022).

Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Barat Kompol Haris Kurniawan menerangkan penemuan empat mayat itu awalnya saat warga curiga setelah mencium bau busuk yang berasal dari rumah korban.

Perihal kematian yang diduga kuat adalah karena kelaparan ketua RT setempat Perumahan Citra Garden 1 Ekstension, Tjong Tjie Xian alias Asyung menampik hal tersebut. kondisi rumah sudah jelas ini keluarga mampu, bukan juga tercatat sebagai penerima bantuan sosial. Asyung juga memberikan keterangan bahwa satu keluarga yang meninggal ini terkesan tertutup dengan warga sekitar bahkan bertemu keluarganya saja dalam waktu 5 tahun (Kumparan.com, 13/11/2022).

Anti Sosial: Tren Baru Masyarakat Perkotaan

Indonesia terkenal dengan budaya ketimuran dan memiliki kepedulian yang tinggi kepada sesama. Seiring berjalannya waktu ditambah dengan arus globalisasi dan perkembangan teknologi yang memudahkan segala akses untuk rakyat menjadikan manusia hari ini terbiasa melakukan semuanya sendiri.

Hal ini mudah ditemukan masyarakat perkotaan, sebagai contoh 1 keluarga yang meninggal di Kalideres beberapa waktu lalu. Memberikan sedikit gambaran bagi kita bahwa sudah separah itu ternyata pola hubungan manusia. Mayat yang meninggal diduga sudah membusuk diperkirakan jasadnya sudah meninggal sekitar 3 minggu. Terlebih masyarakat yang tinggal dikawasan perumahan dengan latar belakang kesibukan yang berbeda menjadikn sulitnya terjadi interaksi.

Oleh sebab itu, hari ini manusia cenderung individualis, yang beranggapan mampu melakukan segala aktifitas seorang diri tanpa melibatkan orang lain. Individualisme membawa kita pada sebuah tata hubungan kemasyarakatan yang minim interaksi seperti kepada keluarga dan tetangga sehingga orang yang individualis terkesan tertutup pada kondisi sekitarnya, parahnya membentuk manusia enggan peduli kepada permasalahan hidup sekitar. Bahasa kekiniannya ansos alias anti sosial.

Yang tak luput adalah bagaimana pola kepemimpinan yang menaungi kita hari ini, bahkan pemimpinnya minim empati kepada permasalahan rakyatnya. Seperti menaikkan barang kebutuhan pokok dan menaikkan BBM adalah bagian dari kebijakan zalim dan tidak berperasaan ditengah belum pulihnya kondisi rakyat pasca pandemi.

Jika pemimpinnya saja krisis empati kepada kesulitan yang mendera rakyatnya, ,maka tak heran rakyatnya pun apatis terhadap kondisi sekitar. Rakyatnya disibukkan dengan bagaimana cara memenuhi kebutuhan hidup tanpa sempat memandang kesulitan orang lain.

Sungguh ironi, ternyata sikap individualisme tidak hanya menghinggapi masyarakat negara maju seperti Eropa dan Amerika akan tetapi sistem kapitalisme hari membentuk manusia-manusia individualistik.

Pola Hubungan Manusia dalam Perspektif Islam

Berbeda dalam sistem islam, di mana perhatian terhadap tetangga sangat  kuat, bahkan dikaitkan dengan keimanan  Rasulullah SAW juga mengabarkan dalam sabdanya, “Tidaklah beriman kepada-Ku orang yang tidur dalam keadaan kenyang, sedang tetangganya kelaparan sampai kelambungnya, padahal ia (orang yang kenyang) mengetahui.” (HR. Thabarani).

Jika pola system kehidupan sekuler dan kapitalis hari ini sukses membentuk manusia hidup dengan hingar bingar kehidupan dunia tanpa memperdulikan kehidupan tetangganya, maka Islam memiliki metode hidup yang khas, menjadikan kepedulian kepada manusia lain (tetangga) adalah indikator keimanan seorang Muslim.

Rasulullah ﷺ  bersabda, “Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir (kiamat), maka janganlah menyakiti tetangganya. Dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari). 

Meski tetangga beragama non Muslim maka tetap kaum Muslimin peduli kepada tetangganya. Kesempurnaan Islam begitu indah mengatur interaksi manusia ke manusia lainnya. Apakah lagi Islam dijadikan sebagai aturan yang mengatur kehidupan kita dibawah naungan system Islam Khilafah ‘ala minhajjin nubuwah.

Maka tidak akan adalagi manusia yang meninggal karena kelaparan sedang tetangganya yang lain bahkan pemimpinnya tidur dalam keadaan kenyang. Allahu al musta’an. Wallahu ‘alam bishowab. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version