View Full Version
Selasa, 02 May 2023

Petasan Bukan Budaya Kita

 

Oleh: Aily Natasya

Dilansir dari CNN Indonesia, bayi berusia 38 hari di Gresik, Jawa Timur, berinisial HDN meninggal dunia diduga karena kaget mendengar kerasnya ledakan petasan yang disulut tetangga saat malam takbir Lebaran. Nufus, tante korban menuturkan korban saat itu kemudian menangis, ibunya lalu memberikan ASI. Namun, karena lidah N terbalik ke atas, ibunya kesulitan memberikan ASI. Bayi perempuan itu sempat dirawat selama lima hari di rumah sakit sebelum akhirnya mengembuskan napas terakhir.

Dari Dokter Farhan, melalui video tiktoknya, ia menyampaikan, bahwa bayi, terutama di bawah usia 2 sampai dengan tiga bulan rentan terjadi pendarahan di otak. Bisa Karena berbagai penyebab termasuk tekanan yang hebat, benturan, dan lain-lain. Dan bayi di bawah usia 6 bulan punya yang namanya refleks moro. Di mana bayi melempar kepala atau tangan ke belakang (terjengkang) karena suara kencang atau gerakan mendadak.

Dzalim

Jumlah korban akibat petasan, kasus ini bukanlah yang pertama kalinya. Namun kali ini kita kembali ditegur tentang betapa ber-mudharat-nya petasan ini. Dari yang ringan, parah, hingga yang merenggang nyawa. Namun hingga sekarang, petasan sama sekali belum bersih dari lingkungan kita. Masih saja ada anak-anak bahkan orang dewasa yang memainkannya. Meski ada beberapa kalangan yang masih menganggap bahwa petasan sebagai sebuah perayaan yang wajar di hari lebaran, namun tetap saja, akibatnya sendiri sangat bertentangan dengan cerminan Islam.

“Seorang muslim adalah seseorang yang lisan dan tangannya tidak mengganggu orang lain.” (HR. Bukhari no. 10 dan Muslim no. 41).

Dan merunut dari hadits di atas, apakah petasan itu wajar untuk menjadi budaya perayaan kita? Tentu tidak. Entah itu disengaja atau tidak, dampaknya sama sekali tidak bisa dipungkiri sangat mendzalimi saudara-saudara kita yang lain sebagaimana kasus yang sedang kita bahas ini.

Hal ini juga masuk kepada batas kebisingan yang ditimbulkan oleh aktivitas tetangga. Kebisingan yang ditimbulkan dalam kasus ini sama sekali tidak bisa ditolerir lagi, maka hukumnya tentu saja tidak boleh. Sebagaimana penjelasan Syekh Muhammad Mahfud bin Abdullah At-Tarmasi:

“Diharamkan bagi semua orang yang mengeraskan (bacaan) dalam shalat dan di luar shalat, jika bisa mengganggu pada orang lain, mulai dari orang shalat, orang yang membaca Al-Qur’an, dan orang tidur, karena hal itu berbahaya (mengganggu).”

Bacaan yang jika sampai mengganggu saja tidak boleh, apalagi dari sebuah petasan yang sama sekali entah manfaatnya untuk apa, namun jelas ke-mudharatan-nya. Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin berfatwa bahwa membeli dan menjual petasan hukumnya haram. Hal itu dikarenakan dua hal:

1. Termasuk perbuatan menyia-nyiakan harta, sedangkan menyia-nyiakan harta itu haram. Dan Nabi shallallahu’alaihi wasallam melarang hal itu.

2. Di dalamnya terdapat gangguan, baik dari suaranya yang mengganggu, dan terkadang bisa menyebabkan kebakaran jika mengenai benda yang mudah terbakar dan tidak cepat dipadamkan.

Regulasi

Pertama sekali, sudah seharusnya pemerintah memberikan pengimbauan serta regulasi lebih sering mengenai hal ini. Tidak hanya bagi yang membeli, namun juga bagi yang menjual. Pemerintah harus mencegah agar tidak ada lagi korban jiwa maupun korban materi. Hal ini merupakan hal yang harus diseriusi karena ini masuk ke dalam kemanusiaan dan soal mencegah orang lain tidak dirugikan.

Dan yang kedua, regulasi ini diperuntukkan bagi orang dewasa kepada anak-anak. Yup, harap para orang tua yang memiliki anak, anaknya diawasi dan diedukasi mengenai ini. Agar tidak hanya membahayakan orang lain, namun juga demi keselamatan diri sendiri.

Demikian pembahasan kita. Semoga kita juga selalu punya empati untuk tidak bertindak ceroboh. Tidak hanya dalam hal petasan, namun juga hal yang lain. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version