View Full Version
Sabtu, 24 Feb 2024

Remaja Menjadi Pemikir yang Kritis, Bisa!

 

Oleh: Aily Natasya

Pernahkan kalian mengenal seseorang yang sangat pintar, nilainya selalu sempurna di setiap pelajaran, namun tidak kritis? Jika disuguhi pertanyaan atau diajak diskusi ringan mengenai perkara-perkara tertentu, dia tidak bisa berkata apa-apa. Mengapa bisa begitu?

Dari greatnusa.com, definisi dari critical thinking atau berpikir kritis adalah proses berpikir yang melibatkan pikiran rasional serta melakukan serangkaian tahapan yang objektif untuk mengukur atau menilai sesuatu.

Orang yang pintar belum tentu kritis. Namun orang yang kritis, sudah bisa dipastikan pintar. Karena mengkritisi sesuatu itu tidak hanya mengandalkan data namun juga menganalisa data tersebut, lalu menyimpulkan letak permasalahan dan solusinya yang tidak hanya dipecahkan secara rasional, namun juga empati.

Manfaat dari mengkritisi sendiri banyak, seperti, mempermudah kita dalam mengatasi suatu masalah, mempermudah proses evaluasi, ketelitian dalam memproses informasi, membuat keputusan yang rasional dan lebih tepat, dapat melihat banyak sekali sudut pandang dalam suatu masalah, tidak mudah terkena berita hoax, lebih kreatif, dan lain-lain.

Di dalam Islam sendiri ada istilah ‘Ulul Albab’ yang artinya adalah orang-orang yang berakal. Mereka adalah orang-orang yang mengoptimalkan akal sehatnya dalam memikirkan segala sesuatu.

“(Ulul Albab yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah Kami dari siksa neraka.” (Ali-Imran: 191).

Jika manusia tidak kritis tentang apa-apa yang di sekitarnya, maka dia akan susah sekali melihat tanda-tanda kekuasaan Allah. Karena baginya, hujan hanyalah hujan, laut hanyalah laut, tanpa berpikir atau pun bertanya tentang siapakah yang dapat menciptakan dua hal yang luar biasa itu.

Sebagaimana dengan kisah Nabi Ibrahim ketika mencari siapakah Tuhan yang akan ia sembah. Jika Nabi Ibrahim tidak berpikir secara kritis waktu itu, beliau bisa saja tersesat dan menyembah berhala sebagaimana yang dilakukan oleh keluarga dan orang-orang sekitarnya. Namun, karena ia berpikir kritis, maka beliau pun menemukan Allah. Tuhan yang menciptakannya dan alam semesta.

Berarti, apakah berpikir kritis itu penting? Jawabannya adalah iya, dan harus terus diasah. Ada pun untuk membangun pemikiran yang kritis, awal-awal kita bisa memakai topik-topik yang ringan. Seperti contoh menentukan makan siang, menu apakah yang sebaiknya kita makan, dan mengapa kita memilih makanan tersebut.

Tentu saja sebelumnya kita harus banyak menambah wawasan dan pandangan-pandangan baru demi memancing pikiran dan pertanyaan-pertanyaan kritis itu tadi. Kita bisa mulai memulainya dengan membaca banyak buku atau artikel, atau juga mendengarkan podcast.

Jangan lupa untuk menentukan tema pembahasan seperti apa yang mau kita analisa terlebih dahulu. Menentukan tokoh mana yang mau kita dengar pemikirannya juga menjadu salah satu caranya. Lalu, jika sudah memiliki pemikiran dan kesimpulan kritis kita sendiri, kita dapat menuangkannya melalui jurnal atau jika mau lebih umum, bisa dengan menulis artikel.

Dengan begitu kita tidak hanya mendapatkan suatu informasi secara mentah-mentah, namun juga mengkajinya. Karena sesungguhnya, dengan memiliki pemikiran yang kritis, kita jadi bersemangat untuk terus mempelajari hal-hal baru dan tidak mudah bosan.

Banyak hal di dunia ini yang saling terkait dan butuh untuk dikritisi. Jadi, mari kita menjadi seseorang yang tidak hanya menjadi pintar, namun juga menjadi pemikir yang kritis. Dari situ, insya Allah kualitas diri juga akan bertambah sebagai remaja muslim berkualitas. Wallahu alam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version