JAKARTA (voa-islam.com)--Sejak Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan pandangan keagamaan atas penghinaan al-Qur'an oleh Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok, berhembus rumor bahwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) melakukan pungutan 480 Triliyun dari biaya sertifikasi halal.
Menanggapi hal tersebut, Direktur Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI, Lukmanul Hakim meluruskan isu tersebut. Menurutnya, isu tersebut sudah diklarifikasi saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR)-RI saat menyusun Undang-Undang Jaminan Produk Halal pada tahun 2013.
"Itukan sebetulnya pendiskusian yang salah perhitungan oleh anggota dewan di Komisi VIII, waktu kami sedang RDPU. Dan sudah diklarifikasi," kata Lukman kepada Voa-Islam, Jakarta, Senin (17/19/2016).
Salah satu anggota Komisi VIII, kata Lukman, pada saat itu melakukan pola penghitungan dengan mengkalikan jumlah produk yang beredar di pasar dengan biaya sertifikasi.
"Padahal biaya sertifikasi itu basisnya bukan produk, tapi basisnya sertifikat. Jadi, dalam satu sertifikat itu bisa 100 produknya. Jadi perhitungannya salah," jelas Lukman.
Lukman menegaskan, pada saat itu dirinya telah mengklarifikasi kepada Komisi VIII saat RDPU. "Kalau rapat itu dicatat oleh Komisi VIII, mestinya ada itu dikasih ke saya. jadi pola penghitunganya salah," ungkap Lukman.
Lukman juga membantah isu bahwa seolah-olah LPPOM MUI tarik ulur dengan Kementerian Agama. "Kita tidak pernah tarik ulur dengan Kementerian agama, jadi jangan seolah-olah mendapat yang dari situ," ujar dia.
Menurut Lukman, jumlah sertifikat halal MUI 2016 sebanyak 1500 lembar, tinggal dikalikan dengan biaya sertifikasi sebesar 2 juta rupiah. Hanya itulah uang yang diserap oleh MUI.
Lukman juga menegaskan, bahwa sertifikasi halal pada saat ini bersifat voluntary. Sehingga menurutnya wajar bila MUI mendapat biaya jasa dari pengujian produk halal.
"Sekarang sifatnya voluntary, apa bedanya MUI dengan lembaga sertifikasi ISO, mereka juga voluntary bahkan mereka perusahaan, tidak ada bedanya. Itu bukan pungutan dari masyarakat tapi biaya jasa," tandasnya.* [Syaf/voa-islam.com]