JAKARTA (voa-islam.com)--Forum Jurnalis Muslim (Forjim) bekerjasama dengan Majelis Ulama Indonesia (MUI) menggelar diskusi publik bertema "Pengaruh Media Sosial dalam Dakwah Islamiyah Washatiyah" di Aula Kantor MUI, Jl.Proklamasi no. 51, pada Jumat, 25 November 2016.
Hadir sebagai pembicara, pengamat media sosial Ibnu Dwi Cahyo dan Prof.Ibnu Hamad, serta keynote Speaker, Komisi Dakwah MUI KH.Cholil Nafis dan Ketua Komisi Informasi dan Komunikasi MUI, Masduki Baidlowi.
Dalam sambutannya, Masduki Baidhowi mengatakan bahwa dakwah pada era sekarang telah bertransformasi mengunakan alat media sosial. Maka dari itu, perlu menjadi perhatian untuk mengatur strategi dakwah di media digital itu.
"Paradigma berdakwah sudah mengalami nilai pergeseran. Antara dakwah cetak dengan oral itu sudah saatnya kita pindah mengatur strategi dakwah lewat media digital. Itu hal yang sangat penting harus kita bicarakan," katanya.
Dia merasakan saat ini masyarakat mulai pasif memanfaatkan media mainstream sebagai sumber utama informasi. Media mainstream sudah bukan menjadi rujukan utama.
"Sekarang konstelasinya berubah. Media digital atau digital native itu sekarang sudah kuasai 65 persen. Dibanding generasi digital migration, yaitu generasi yang biasa baca koran jadi baca digital," ucap Masduki.
Dia juga menegaskan bahwa dakwah melalui media sosial adalah saluran yang murah dan strategis untuk menyampaikan dakwah Islam.
"Medsos bisa dibiayai dengan murah. Ini jalan Tuhan. Terlepas di dalamnya ada sampah, porno. Ini jadi alat untuk kita bicara strategis dan taktis," pungkasnya.
Sementara itu, Pengamat media sosial, Ibnu Dwi Cahyo mengatakan bahwa penggunaan media sosial di masyarakat Indonesia tengah merambah ke segala aspek kehidupan, lebih dari setengah penduduk Indonesia telah menggunakan media sosial.
"Perkembangan Internet di Indonesia itu yang tercepat pertumbuhannya di dunia," ujarnya.
Menurut Ibnu, pemakai medsos di Indonesia tahun 2015 jumlahnya ada 80-an juta orang. Di 2016 yang belum selesai, ada 132 juta orang lebih.
"Artinya, ini ada 50 persen lebih pengguna medsos dari total penduduk Indonesia, ini membuat masyarakat Indonesia tidak dapat melepaskan diri dari medsos," tutur peneliti di Communication and Information System Security Research Center (CISSReC) itu.
Dia juga menjelaskan bahwa informasi di media sosial menjadi viral dan menarik perhatian tidak lepas dari kualitas konten dan distribusi. Oleh karena itu, dia menekankan agar juru dakwah memperhatikan aspek konten dan distribusi.
Di media sosial, dakwah nilai-nilai Islam akan berhadapan dengan aneka konten negatif yang jumlahnya luar biasa banyak. Bila para ulama dan media Islam tidak bisa menawarkan konten alternatif, anak muda saat ini akan mengikuti dan menikmati konten yang ada di media sosial saat ini.
''Content is king, distribution is King Kong. Sebagus apapun konten, kalau tidak terdistribusi ya tidak jadi apa-apa,'' kata Ibnu Dwi Cahyo.
Kiyai Cholil Nafis juga meyakini bahwa posisi medsos di masyarakat sudah sedemikian vital. Sehingga, para pendakwah perlu memberikan perhatian serius untuk menyikapinya.
"Kita ingin menyadarkan bahwa medsos penting. Karena kita tidak mungkin hidup tanpa media sosial. Kita ingin, dengan adanya diskusi ini, membedah bahwa medsos jadi fenomena yang mengemuka di Indonesia," kata Kiyai Cholil.
Kiyai Cholil menegaskan diskusi ini digelar untuk membangun kesadaran masyarakat agar lebih bertanggung jawab dalam menggunakan medsos. Ia ingin penggunaan medsos membawa kebaikan.
"Pertama, kita lakukan lewat sosialisasi ini. Kita tanamkan pada masyarakat apa yang menjadi tanggung jawab dari hal yang kita sebarkan di medsos. Oleh karena itu, yang menggunakan medsos harus bisa menggunakan untuk sesuatu yang membawa kebaikan," jelasnya.
Diskusi yang dimulai setelah shalat jumat itu, dihadiri lebih dari 100 orang dari kalangan media dan masyarakat pengamat media sosial. * [Bilal/Syaf/voa-islam.com]