JAKARTA (voa-islam.com) - Prof Tono Saksono, peneliti, ahli Falak dan Guru Besar UHAMKA Jakarta yang juga penulis buku 'Evaluasi Awal Waktu Subuh dan Isya' ini menulis tentang kesalahan mendasar cara menganalisis data subuh di Labuanbajo, NTT.
Intinya, TD ingin membantah hasil penelitian ISRN yang merekomendasikan perubahan nilai dip subuh dari -20o (~ 80 menit sebelum syuruq) menjadi -13.4o (~ 54 menit sebelum syuruq) yang diperoleh sebagai harga rerata sekitar 160 hari pengamatan di Depok.
TD ingin membuktikan bahwa dip subuh -20o seperti yang dipraktekkan saat ini sudah betul. Dengan kata lain, TD ingin mengatakan bahwa hasil ISRN tidak bisa diterima karena data yang digunakan adalah data astronomi dimana polusi cahaya sangat tinggi di wiayah Jawa.
Labuanbajo di NTT dianggap paling ideal karena polusi cahaya (dan udaranya) dianggap paling kecil di wilayah Indonesia. Gambar 1 berikut menunjukkan hasil analisis TD yang menunjukkan bahwa fajar muncul pada tanda panah merah pada dip -19.5o.
Sayangnya, TD tidak menunjukkan algoritma yang digunakan untuk mendukung hasil analisisnya tersebut. Hasil di atas memiliki kelemahan yang sangat mendasar yang seharusnya tidak dilakukan oleh seorang astronom senior.
Berikut tanggapan Prof Tono Saksono dengan judul:
Pada 8 Mei 2018 lalu, Prof Tono meluncurkan tulisan berjudul Kesalahan Mendasar Cara Menganalisis Data Subuh Labuanbajo (1) yang menjelaskan ketidakcermatan analisis data SQM yang dilakukan oleh Pak TD (lihat tulisan 8 Mei 2018).
Untuk mengklarifikasi tulisan tersebut, pada Senin 14 Mei 2018 lalu, UHAMKA mengundang Pak TD untuk berdiskusi di Kampus FEB-UHAMKA. Dalam acara diskusi tersebut, saya sampaikan kembali keberatan saya dalam tulisan sebelumnya.
Secara umum, seperti dugaan saya sebelumnya, Pak TD bersikukuh bahwa dia sudah melakukannya dengan profesional sebagai seorang profesor riset, bukan sebagai Ketua LAPAN.
"Alhamdulillah, pagi ini, (8 Mei 2018) Saya memperoleh data SQM yang kami persoalkan di atas melalui Sdr. Adi Damanhuri (Sekretaris ISRN)." Ujar Prof Tono Kepada Voa-Islam.com
"Data tersebut langsung Saya proses. Analisis data SQM yang saya lakukan kembali membuktikan bahwa Pak TD telah bertindak tidak cermat dalam analisisnya." jelasnya pakar Remote Sensing dari Center for Islamic Studies Universitas Muhammadiyah Prof Hamka Jakarta.
Laporan selengkapnya silahkan ikuti dalam tulisan berjudul: Kesalahan Mendasar Cara Menganalisis Data Subuh Labuanbajo (2).
Prof Tono adalah penulis Buku 'Evaluasi Waktu Subuh dan isya, hasil penelitian beliau bertahun-tahun membuahkan data saintifik bahwa shalat subuh di Indonesia terlalu cepat 26 menit.
[adivammar/voa-islam.com]