Oleh: Rengganis Santika A., S.TP. (Ibu Rumah Tangga)
Kita masih ingat kekuatan media sosial di dunia maya dalam Aksi Bela Islam. Kekuatan tersebut mampu melawan serangan, ancaman, dan teror dari pihak-pihak yang mencoba melemahkan Aksi Bela Islam.
Walhasil, justru aksi tersebut berlangsung spektakuler seperti yang bisa kita lihat. Bahkan, disinyalir saat itulah Moslem Cyber Army (MCA) mulai terdengar. Tak ada yang tahu siapa pemimpin, penggerak, apalagi organisasinya. Kekuatan itu bersifat spontan. Kita tidak tahu?? Inilah dunia maya, bukan dunia nyata, yang berada jauh di ruang gelap sana.
Kalau kita melihat jauh ke belakang, Peristiwa Arab Spring juga adalah bukti kekuatan dahsyat media sosial yang tak terbendung. Rezim represif di Timur Tengah kecolongan, tak menyadari kekuatan dunia maya menjadi nyata. Negeri ini pun tampaknya harus siaga jika tak mau kecolongan pula.
Serangan dari pengusung anti Islam dan kelompok alergi syariah Islam terus berlanjut. Tujuannya jelas untuk menghambat arus opini umat Islam. Karena bagi sistem "serakah" yang diterapkan saat ini, tak ada lagi "musuh" kecuali Islam dan para pejuangnya. Di dunia maya sendiri banyak motif opini berseliweran, bisa karena uang, kekuasaan, popularitas, kebencian atau bahkan keimanan. Just iman dengan modal hanya kuota 1 GB!! Kita tidak tahu?? Karena ini ruang gelap..
Arus opini umat harus berhadapan dengan UU yang berpotensi membungkam energi kritis umat, seperti UU ITE, ujaran kebencian, dan berbagai sistem canggih yang bisa "memata-matai" rakyat. Tertangkapnya Family MCA seolah menjadi "teror" psikologis bagi rakyat untuk tidak coba-coba "melawan", sekalipun menyuarakan opini keadilan dan kebenaran. Nampak sekali kasus MCA ingin menggembosi suara pro Islam. Ruang gelap dunia maya penuh manipulasi dan kelicikan, dan rakyat tidak tahu. Bahkan, akademisi Rocky Gerung mengatakan bahwa penyebar hoax terbesar adalah negara.
Serangan lain adalah dengan membentuk "media framing", seperti Islam radikal, teroris, syariah mengancam NKRI, dan lain-lain. Tak jarang framing dilontarkan dengan jurus fitnah dan dusta. Polarisasi antar umat makin nampak, bahkan mengarah pada perpecahan dan perang opini. Islam diposisikan memiliki strata, yaitu radikal, moderat, tradisional, dan lain-lain. Efek dari perang opini ini dahsyat dalam melemahkan kekuatan umat Islam.
Di ruang gelap sana, intelejen bisa bermain, membuat skenario, merekayasa, propaganda, dan sebagainya. Perlu kehati-hatian dari umat Islam dalam menerima dan merespon berita. Tetap hati-hati namun jangan ciut menyeru di jalan Allah SWT.
Umat Islam harus terbiasa melihat sesuatu "di balik tembok". Islam harus dianggap sebagai sebuah ideologi, bukan sekedar konsep spiritual. Dalam sudut pandang ideologis, dimensi berpikir seseorang menjadi luas.
Pemikiran kaaffah (menyeluruh) ini akan berdampak pada pola sikap dan sudah tentu mempengaruhi cara kita bekerja, termasuk dalam "iqro" sebuah berita di media, baik di dunia nyata maupun di ruang gelap sana. Wallahu’alam bishawab. [syahid/voa-islam.com]