View Full Version
Senin, 06 Sep 2021

Konten Media Sosial Kerap Picu Konflik, Dai Muhammadiyah Diminta Paham Teknologi

SURABAYA (voa-islam.com) - Dai Muhammadiyah sebagai agen perdamaian menurut Menteri Koordinator bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) RI, Muhadjir Effendy selain mengusahakan terciptanya perdamain melalui media konvensional atau analog, juga menguasai perangkat Teknologi Informasi (TI).

Menteri yang menyelesaikan studi doktoralnya dengan disertasi berjudul Pemahaman Tentang Profesionalisme Militer Di Tingkat Elit TNI-AD (Studi Fenomenologi pada Perwira Menengah TNI-AD di Daerah Garnisun Malang) ini menyebut, ketika membahas tentang perdamaian artinya sedang menghadapi suasana konfliktual.

Menurutnya, upaya menciptakan perdamaian itu ada dua, yaitu mempertahankan suasana perdamaian yang sudah dan sedang berlangsung, dan memulihkan sesuatu keadaan di mana suatu tempat yang menjadi sasaran dakwah itu telah terjadi konflik. Terjadinya konflik, kata Muhadjir, bisa dari berbagai alasan seperti etnis, ideologi, keyakinan, sosial dan lain-lain.

“Harapan saya materi yang akan diterima bisa dijadikan sebagai bekal yang baik dan memadai untuk terjun ke medan dalam rangka menciptakan perdamaian itu,” ungkap Muhadjir pada (4/9) di acara Peluncuran 1000 Dai Agen Perdamaian yang diselenggarakan LDK PW Muhammadiyah Jatim.

Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, terutama teknologi informasi, maka medan dakwah termasuk dalam bidang perdamaian ini semakin komplek dan rumit. Oleh karena itu bagi dai Muhammadiyah sekarang wajib hukumnya memiliki kemampuan di bidang TI. Ia beralasan, meski media sosial tidak nyata, namun aktivitas di dalamnya berdampak real.

“Medan yang sekarang tidak kalah rumitnya sedang dihadapi para dai adalah medan virtual atau dunia maya. Terutama teknologi informasi, penguasaan terhadap IT dengan fenomena industri 4.0 dan semua itu harus dikuasai oleh dai-dai Muhammadiyah,’’ ujarnya seperti voa-islam.com kutip dari laman resmi muhammadiyah.or.id.

Medan dakwah di era revolusi industri 4.0 tercerabut, sehingga dai Muhammadiyah juga harus melakukan ‘migrasi’ kegiatan dakwahnya ke dunia maya. Misalnya dai harus paham tentang virtual reality dan dapat mengoperasikan internet of thing, termasuk mampu memproduksi konten untuk dipublikasikan di media sosial dan digital.

“Karena hal tersebut maka tentunya kita akan berhadapan dengan pihak-pihak yang kontra perdamaian, yaitu pihak-pihak yang berupaya ingin menciptakan konflik yang bisa menjurus pada kekerasan fisik, perlakuan yang simbolik, ujaran kebencian, pembunuhan karakter dan seterusnya,” ungkapnya.

Namun disisi lain, Muhadjir Effendy juga mengingatkan kepada dai-dai Muhammadiyah supaya memiliki keberdayaan ekonomi. Setidaknya mereka memiliki kecukupan untuk memenuhi kebutuhan diri dan keluarganya, serta dai Muhammadiyah tidak boleh bermental miskin, supaya jika memiliki kelebihan harta bisa beramal kebajikan untuk umat yang membutuhkan.

“Primum manducare, deinde philosophari. Artinya kenyangi perut dulu baru berpikir, kenyangi dulu perutmu baru berdakwah. Jangan sampai berdakwah dalam keadaan lapar. Karena orang yang lapar isi dakwahnya akan penuh dengan kemarahan,” tandasnya. [syahid/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version