View Full Version
Ahad, 04 Aug 2019

Patungan 'Latihan' Kurban Satu Kelas, Apa Hukumnya?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Sebagian sekolah Islam menyelenggarakan ‘patungan’ kurban para siswa. Biasanya, patungan perkelas. Setiap siswa menyetorkan dana yang telah disepakati untuk dibelikan seekor hewan kurban. Disembelih di sekolahan dengan disaksikan para siswa. Lalu bersama-sama menikmati daging hewan kurban dan membagikan kepada masyarakat sekitar sekolah.

Alasan diselenggarakan ‘patungan’ kurban tersebut sebagai sarana pendidikan bagi siswa. Mengenalkan lebih dekat tentang kurban dan melibatkan siswa dalam penyembelihannya. Pastinya sebagai latihan berkurban sejak dini. Bagaimana hukumnya kurban ‘patungan’ satu kelas ini?

Kurban disyariatkan bagi kaum muslimin yang memiliki kemampuan dan kelapangan rizki sebagai taqarrub kepada Allah dengan mengalirkan darah hewan kurban. Kurban juga sebagai bentuk syukur kepada Allah atas nikmat-nikmat-Nya berupa panjang umur, sehat jasmani dan rohani, terpelihara agama, dan kelapangan rizki.

Dari Abu Hurairah –radhiyallahu ‘anhu-, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ كَانَ لَهُ سَعَةٌ وَلَمْ يُضَحِّ فَلاَ يَقْرَبَنَّ مُصَلاَّنَا

"Barangsiapa yang memiliki kelapangan, sedangkan ia tidak berkurban, janganlah dekat-dekat tempat shalat kami." (HR. Ahmad, Ibnu Majah dan al-Hakim, namun hadits ini mauquf)

Hewan kurban harus dari jenis Bahimatul An’am (hewan ternak), yaitu unta, sapi, kambing atau domba. Kerbau masuk dalam jenis sapi. Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِيَذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَى مَا رَزَقَهُمْ مِنْ بَهِيمَةِ الْأَنْعَامِ

"Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah Allah rizkikan kepada mereka." (QS. Al-Hajj: 34)

Dalam bahasa arab , -disebutkan dalam tafsir Ibnu Katsir-, yang dimaksud Bahiimatul Al An’aam hanya mencakup tiga binatang yaitu unta, sapi, atau kambing. Oleh karena itu, berqurban hanya sah dengan tiga hewan tersebut dan tidak boleh selain itu. Bahkan sekelompok ulama menukilkan adanya ijma’ (kesepakatan) bahwasanya qurban tidak sah kecuali dengan hewan-hewan tersebut (lihat Shahih Fiqih Sunnah, II/369 dan Al Wajiz 406). Inilah pendapat Al-Hasan, Qatadah, dan selainnya.

Al-‘Allamah Ibnu ‘Asyur dalam al-Tahrir wa al-Tanwir juga menyebutkan bahwa bahimah mencakup empat hewan yang menjadi makanan manusia yaitu unta, sapi, domba dan kambing.

Dari setiap jenis hewan kurban yang paling utama adalah yang paling mahal harganya dan paling gemuk.

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,

ذَلِكَ وَمَنْ يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِنْ تَقْوَى الْقُلُوبِ

"Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj: 32)

Seseorang boleh berkurban dengan satu ekor unta, sapi, domba, atau kambing hanya untuk dirinya sendiri.

Boleh juga 7 orang patungan pada seekor unta atau sapi. Itu jumlah maksimalnya. Tidak sah patungan lebih dari tujuh orang.

Dalil bolehnya berserikat (patungan) 7 orang di seekor sapi adalah hadits dari Jabir –radhiyallahu ‘anhu-, ia berkata:

أَمَرَنَا رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنْ نَشْتَرِكَ فِي الإِبِلِ وَالْبَقَرِ كُلَّ سَبَعَةٍ مِنَّا فِي بَدَنَةٍ

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan kami patungan pada sesekor unta dan sapi. Setiap 7 orang dari kami berserikat dalam satu ekor.” (HR. Muslim)

Sedangkan dari jenis kambing atau domba hanya boleh untuk satu orang saja. Namun ia boleh mengikutkan anggota keluarganya dalam pahalanya.

Dari Abu Ayyub Radhiyallahu 'Anhu, “Ada seseorang di zaman Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam berqurban seekor kambing untuk dirinya dan anggora keluarganya, lalu mereka makan dan membagikannya.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, Al-Tirmidzi dan beliau menyahihkannya)

Sedangkan praktek patungan kurban disekolahan diikuti lebih dari 7 orang siswa. Maka kurban tersebut tidak sah sebagai ‘udhiyah (kurban) yang syar’i. Kedudukannya seperti menyembelih untuk dinikmati dagingnya. Sah sebagai sarana pendidikan -latihan berkurban- dan sedekah. Bukan kurban betulan. Dagingnya halal dinikmati. Sehingga tidak perlu untuk dipersoalkan dan dianggap bid’ah karena sejak awal sudah disiapkan sebagai latihan berkurban. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version