View Full Version
Kamis, 19 Mar 2020

Inilah Dalil Boleh Ditiadakan Jum’atan Karena Wabah Corona

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dna para sahabatnya.

Virus Corona menyebar di lebih 115 negara. Sudah dinyatakan sebagai pandemi global. Seluruh dunia panik dengan penyebarannya. Mudah menyebar dan menular. Sulit terdeteksi. Korban yang terkontaminasi tidak menyadari dan tidak nampak tanda-tandanya.

Di Indonesia, sudah ada 227 positif Corona dan 19 nya meninggal dunia. Diperkirakan akan terus bertambah jumlahnya. Dari sini, ahli kesehatan menyepakati bahwa wabah ini benar-benar sangat membahayakan.  

Penyebaran virus ini akan semakin cepat jika penderita covid 19 atau pengidap (pembawa virus) ada di tengah kerumunan orang banyak, seperti dalam shalat Jamaah dan Jum’at. Biasanya, orang yang tertular dan menderita covid 19 akan semakin bertambah.

Di antara tujuan utama syariat Islam adalah untuk menjaga jiwa. Yaitu melindungi dan menjaga jiwa (fisik) seseorang dari bahaya. Maka berdasarkan pertimbangan ini –salah satu dalil- Hai’ah Kibar Ulama (lembaga perkumpulan ulama besar) Al Azhar membolehkan untuk meniadakan shalat Jum’at dan Jamaah lima waktu; khawatir penyebaran masif virus Corona yang akan membahayakan rakyat dan negara.

Dalil sunnah yang dijadikan landasan adalah sebuah hadits di Shahihain, “bahwasanya Abdullah bin Abbas berkata kepada muadzinnya pada saat hujan deras:

إِذَا قُلْتَ: أَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا رَسُولُ اللهِ، فَلاَ تَقُلْ حَيّ عَلَى الصَّلاَةِ، قُلْ: صَلُّوا فِي بُيُوتِكُمْ

Apabila kamu mengumandangkan: Asyhadu Anna Muhammadar Rasulullah, jangan engkau berkumandang Hayya ‘Alash Shalah (mari mengerjakan shalat). Kumandangkan: Shalluu fi Buyuutikum (shalatlah kalian di rumah-rumah kalian).”  

“Orang-orang saat itu terlihat mengingkarinya. Ibnu Abbas berkata: orang yang lebih baik dari aku pernah melakukan itu. Shalat Jum’at adalah sebuah keharusan. Dan sungguh aku tidak suka mengeluarkan kalian (dari rumah0rumah kalian) lalu kalian berjalan di lumpur dan licin.”

Hadits tersebut menjelaskan tentang bolehnya seorang tidak melaksanakan shalat berjamaah di masjid disebabkan oleh hujan deras. Maka tidak diragukan lagi bahwa bahaya virus (memastikan) lebih besar dari sebab kesulitan melaksanakan shalat di masjid dikarenakan hujan. Oleh karena itu keringanan tidak melaksanakan shalat Jumat di masjid ketika ada bahaya virus dan penularannya adalah hal yang dibenarkan oleh agama. Lalu sebagai gantinya setiap Muslim bisa melaksanakan shalat empat rekaat di rumah atau di tempat yang tidak ada kerumunan orang.

Sebagaimana ulama telah bersepakat bahwa jika ada rasa takut atas jiwa, harta atau keluarga maka dibolehkan tidak melaksanakan shalat Jumat dan shalat jamaah di masjid. Sebagaimana diriwayatkan dalam Hadits, dari Ibnu Abbas  Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah bersabda:

مَنْ سَمِعَ الْمُنَادِيَ فَلَمْ يَمْنَعْهُ مِنْ اتِّبَاعِهِ عُذْرٌ قَالُوا وَمَا الْعُذْرُ قَالَ خَوْفٌ أَوْمَرَضٌ لَمْ تُقْبَلْ مِنْهُ الصَّلَاةُ الَّتِي صَلَّى

Barangsiapa yang mendengar azan dan tidak punya alasan sehingga tidak menjawabnya (mendatanginya)”. Para Sahabat bertanya: “Apakah alasan (udzhur) itu?” Beliau menjawab:” Takut atau sakit-, maka tidak diterima shalat yang dia kerjakan.” (HR. Abu Dawud)

Alasan lainnya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam telah melarang orang yang mempunyai bau tidak sedap mendatangi masjid. Alasannya, baunya itu bisa mengganggu orang lain.

Jabir bin Abdillah Radhiyallahu 'Anhu, bahwa Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

مَنْ أَكَلَ ثُومًا أَوْ بَصَلًا فَلْيَعْتَزِلْنَا أَوْ لِيَعْتَزِلْ مَسْجِدَنَا وَلْيَقْعُدْ فِي بَيْتِهِ

"Barangsiapa makan bawang putih atau bawang merah, maka hendaklah ia menjauhi kami atau menjauhi masjid kami; dan silahkan dia berada di rumahnya saja." (HR. Al-Bukhari

Gangguan sebagaimana tertera di Hadits yang disebabkan memakan bawang adalah sifatnya sementara dan akan hilang dengan selesainya shalat tetapi Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam meminta untuk menjauhinya. Lalu bagaimana dengan gangguan atau bahaya penyakit yang sangat mudah menyebar dan menyebabkan malapetaka.

Ketakutan sebagai dampak penyebaran virus Corona yang mematikan dan belum diketahui cara penanganannya yang cepat sampai sekarang menjadikan sebab bagi seorang Muslim mendapatkan keringanan untuk tidak melaksanakan shalat Jumat dan jamaah di masjid.

Dasar pertimbangan lainnya, hadits dari Abdurrahman bin ‘Auf, ia mendengar Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

إِذَا سَمِعْتُمْ بِهِ بِأَرْض فَلاَ تَقْدَمُوا عَلَيْهِ، وَإِذَا وَقَعَ بِأَرْضٍ وَأَنْتُمْ بِهَا فَلاَ تَخْرُجُوا فِرَارًا مِنْهُ 

Apabila kalian mendengar terjadi wabah penyakit (tha’un) di satu negeri janganlah kalian mendatanginya, dan jika terjadi di satu negeri yang kamu ada di dalamnya janganlah kamu keluar dari negeri itu.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)

Inilah dalil-dali yang diutarakan Kibar Ulama al-Azhar perihal bolehnya negara meniadakan sementara shalat Jum’at dan jamaah lima waktu; apabila ia menilai bahwa perkumpulan massa di aktifitas ibadah berjamaah itu akan menyebabkan penyebaran dan menularan virus corona lebih luas lagi. Padahal Covid-19 itu disepakati sebagai wabah sangat berbahaya.

Beberapa catatan yang perlu diperhatikan:

Saat dihentikannya kegiatan shalat jamaah dan Jum’at di masjid, bagi pengurus masjid hendaknya tetap mengumandangkan adzan lima waktu di masjid. Bagi muadzin boleh mengganti panggilan shalat dengan Shallau fi Buyutikum (shalatlah kalian di rumah-rumah kalian).

Bagi anggota keluarga yang tinggal di satu rumah hendaknya tetap menegakkan shalat fardhu dengan berjamaah di rumah. Tidak harus mengerjakan shalat jamaah di masjid sehingga ada pengumuman resmi telah hilang bahaya virus itu dengan izin Allah. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version