View Full Version
Sabtu, 28 Nov 2020

Menyendiri atau Gaul, Mana Lebih Utama?

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Seorang mukmin yang memiliki iman yang kuat dan wawasan keilmuan yang mapan harus menjadi pelita di masyarakatnya. Menunjuki mereka kepada kebenaran, mengajak mereka berbuat baik dan mencegah dari yang munkar. Dengan ini fungsi ‘rahmat’ bagi sekitaranya tercipta. Jika menyendiri, pastinya ia tak banyak memberi manfaat kepada orang lain.

Diriwayatkan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,

الْمُؤْمِنُ الَّذِي يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَيَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ ، أَعْظَمُ أَجْرًا مِنَ الْمُؤْمِنِ الَّذِي لَا يُخَالِطُ النَّاسَ ، وَلَا يَصْبِرُ عَلَى أَذَاهُمْ

Seorang mukmin yang bergaul dengan orang-orang dan bersabar atas gangguan mereka mendapatkan pahala lebih besar daripada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan masyarakatnya dan tak bisa sabar atas gangguan mereka.” (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Syaikh Al-Albani menyatakan keshahihannya dalam Shahih al-Tirmidzi)

Hadits ini berbicara tentang amar ma’ruf, nahi munkar, memberi nasihat kepada manusia. Untuk sempurnanya amal ini seorang dai harus gaul dan berkumpul bersama mereka. Gaul dan berkumpulnya bukan semata-mata agar punya banyak teman untuk mengisi kekosongan.

Siapa yang bergaul dengan manusia lalu menasihati dan mendakwahi mereka untuk taat kepada Allah maka ia menjadi mukmin yang paling baik di sisi Allah. Syaratnya, ia mampu bersabar atas gangguan mereka. Mukmin yang gaul ini lebih baik daripada orang yang meninggalkan masyarakatnya dan tidak mendakwahi mereka serta tidak sabar atas gangguan mereka dalam dakwah.  

Imam al-Shan’ani rahimahullah berkata dalam Subulus Salam tentang hadits ini,

فِيهِ أَفْضَلِيَّةُ مَنْ يُخَالِطُ النَّاسَ مُخَالَطَةً يَأْمُرُهُمْ فِيهَا بِالْمَعْرُوفِ ، وَيَنْهَاهُمْ عَنْ الْمُنْكَرِ ، وَيُحْسِنُ مُعَامَلَتَهُمْ ، فَإِنَّهُ أَفْضَلُ مِنْ الَّذِي يَعْتَزِلُهُمْ وَلَا يَصْبِرُ عَلَى الْمُخَالَطَةِ

Di dalamnya terdapat keutamaan orang yang gaul dengan masyarakat untuk menyuruh mereka mengerjakan kebaikan dan mencegah mereka dari kemungkaran serta bergaul dengan cara yang baik maka orang ini lebih baik daripada orang yang menjauhi masyarakatnya dan tidak sabar menerima gangguan karena bergaul.

Gaul di sini tentu sangat dinamis menyesuaikan person dan situasinya. Jika seseorang merasa mampu memberi nasihat dan manfaat kepada masyarakat serta mampu bersabar mengahadapi polah tingkah mereka maka bergaul dan berkumpul dengan mereka itu lebih utama.

Jika sebaliknya, dirinya tidak mereka tidak mampu lagi memberi nasihat dan tidak bisa bersabar atas gangguan mereka terhadap orang shalih maka meninggalkan mereka itu lebih utama baginya. Lebih-lebih apabila mayoritas masyarakat rusak dan bisa menularkan perilaku buruk kepada dirinya maka memilih untuk menyendiri guna menyelamatkan agama itu lebih utama.

Ibnu Abdil Barr pernah berkata,

وَرُبَّ صَرْمٍ جَمِيلٍ خَيْرٌ مِنْ مُخَالَطَةٍ مُؤْذِيَةٍ

Berapa banyak menyendiri dengan kebaikan lebih baik daripada bergaul yang merugikan.” (Al-Tamhid: 6/127)

Lebih Utama Bergaul atau Menyendiri Bersifat Relatif

Pada dasarnya, mana yang lebih utama, menyendiri atau bergaul bersifat relatif. Berbeda-beda kondisinya. Tergantung bagi siapa, waktu dan tempatnya.

Bagi seorang ‘alim (orang berilmu) lebih utama bisa gaul dengan masyarakatnya untuk mengajari dan menasihati mereka tentang kebenaran Islam. Syaratnya, ia mampu bersabar atas polah tingkah masyarakatnya. Baginya, bergaul dan berkumpul bersama mereka menjadi sangat penting.

Sebaliknya, bagi orang yang tidak berilmu dan mudah terpancing emosi maka ber’uzlah (mengasingkan diri) dan menjauhi msyarakatnya yang rusak itu lebih utama baginya.

Di wilayah atau negeri yang masyoritas masyarakatnya  sholeh dan berakhlak mulia maka bergaul dengan mereka itu lebih utama. Bertandang dan hadir di majelis-majelis mereka itu sangat dianjurkan.

Sebaliknya, di wilayah yang banyak orang bejatnya dan buruk perangainya maka menyendiri lebih utama bagi siapa yang tidak mampu menegakkan inkarul munkar dan merubahnya.

Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah pernah berkata:

اَلعُزْلَةُ خَيْرٌ إِذَا كَانَ فِي الخلطَةِ شَرٌّ، أَمَّا إِذَا لَمْ يَكُنْ فِي الخلطَةِ شَرٌّ؛ فَالْاِخْتِلَاطُ بِالنَّاسِ أَفْضَلُ

Menyendiri itu lebih baik jika dalam bergaul terjadi keburukan. Sementara bila tidak ada keburukan dalam pergaulan; maka bergaul dengan orang-orang itu lebih utama.” Syarh Riyadhush Shalihin: 3/72)

Adapun di wilayah kaum muslimin, secara umum, bergaul dan bermasyarakat itu sangat dianjurkan agar bisa tegak ta’awun (tolong menolong) dalam kebaikan dan ketakwaan. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version