View Full Version
Jum'at, 24 Sep 2021

Hubungan Ilmu dan Amal

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.  Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.

Allah Subhanahu wa Ta'ala telah wajibkan kita untuk mempelajari agamanya. Menjadikannya sebagai sarana para hamba mendekatkan diri kepada-Nya. Dengan ilmu itu, seeorang mengetahui jalan-jalan yang bisa menghantarkan mereka kepada keridhaan Allah dan kemuliaan di sisi-Nya. Bahkan Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengabarkan bahwa siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya maka Allah akan pahamkan dia terhadap urusan agama.

مَنْ يُرِدْ اللَّهُ بِهِ خَيْرًا يُفَقِّهْهُ فِي الدِّينِ

"Siapa yang kehendaki kebaikan padanya, maka Dia akan jadikan orang itu fakih terhadap dien." (HR. Al-Bukhari, Muslim, dan lainnya, dari Mu'awiyah bin Abi Sufyan Radhiyallahu 'Anhu)

Hendaknya seorang penuntut ilmu mengetahui bahwa Allah ‘Azza wa Jalla mewajibkan ibadah kepadanya . Ibadah tidak bisa tegak kecuali dengan ilmu. Untuk kepentingan inilah dia menuntut ilmu. Karenanya, wajib baginya ikhlas dalam menjalani usaha ini. Ia lihat karunia Allah yang besar karena telah memberikan taufiq kepadanya untuk menuntut ilmu sebagai sarana untuk beribadah kepada-Nya; menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Setelah seseorang mempelajari ilmu maka ia tahu bahwa apa yang telah dituntutnya merupakan amanat. Kelak dirinya akan dimintai pertanggungjawaban tentang ilmunya; sudahkah dia mengamalkannya? Dan ilmunya juga memiliki hak yang harus dipenuhi; yaitu mengamalkannya.

Dari sini, hubungan ilmu dan amal sangat erat. Tidak bisa dipisahkan. Bahkan, ilmu itu disifati dengan manfaat apabila diikuti dengan amal. “al-‘Ilmu al-Naafi’ (ilmu yang manfaat) adalah ilmu yang diikuti amal. Dan orang berilmu yang tidak mengamalkan ilmunya akan ditanya di hari kiamat tentangnya.” tulis Syaikh Dr. Anis Ahmad Karzun dalam Aadab Thaalib al-‘Ilmi: 36.

Kemudian Dr. Anis menyebutkan dalil yang mencela orang yang tidak mengamalkan ilmunya, antara lain:

Firman Allah Subhanahu wa Ta'ala,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لِمَ تَقُولُونَ مَا لَا تَفْعَلُونَكَبُرَ مَقْتًا عِنْدَ اللَّهِ أَنْ تَقُولُوا مَا لَا تَفْعَلُونَ

“Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Al-Shaff: 2-3)

أَتَأْمُرُونَ النَّاسَ بِالْبِرِّ وَتَنْسَوْنَ أَنْفُسَكُمْ وَأَنْتُمْ تَتْلُونَ الْكِتَابَ  أَفَلَا تَعْقِلُونَ

Mengapa kamu suruh orang lain (mengerjakan) kebaktian, sedang kamu melupakan diri (kewajiban)mu sendiri, padahal kamu membaca Al Kitab (Taurat)? Maka tidaklah kamu berpikir?” (QS. Al-Baqarah: 44)

Al-Khatib al-Baghdadi dalam Iqtidha’ al-‘Ilmi al-Amal memberikan wasiat kepada penuntut ilmu agar mengikhlaskan niat dalam menuntut ilmu dan menundukkan dirinya untuk mengamalkan tuntutannya.

فإن العلم شجرة والعمل ثمرة، وليس يعد عالمًا من لم يكن بعلمه عاملاً

Sesungguhnya ilmu adalah pohon dan amal adalah buah. Tidak terhitung orang berilmu, orang yang tidak mengamalkan ilmunya.

Pendapat lain mengatakan, ilmu adalah bapak dan amal adalah anak. Janganlah seseorang merasa puas dengan beramal selama dirinya jauh dari ilmu. Dan jangan pula puas dengan ilmu kalau dirinya masih kurang dalam beramal. Hendaknya ia gabungkan keduanya –ilmu dan amal- walaupun masih sedikit yang diketahuinya.

Tujuan dari menuntut adalah untuk beramal. Dengan beramal maka seseorang akan mendapatkan kesuksesan/keberuntungan. Jika seseorang telah banyak belajar, namun amalnya tak sebanding dengan ilmunya, maka ilmunya itu akan menjadi sia-sia. Inilah yang akan menjadikannya merugi di akhirat.

Dampak lain dari tidak mengamalkan ilmu, masyarakat akan meninggalkan ilmunya dan tidak mau belajar kepadanya karena melihat perilakunya yang menyalahi ilmu. Sebaliknya, jika orang jahil rajin dalam ibadah –walau tanpa ilmu-, masyarakat yang melihatnya akan takjub lalu berbondong-bodong mengambil ilmu darinya.

Sebagian ahli hikmah mengatakan, “ilmu adalah pembantu amal. Sedangkan amal adalah tujuan ilmu. Kalau bukan karena amal, ilmu tidak perlu dicari. Dan kalau bukan karena ilmu, seseorang tidak dituntut beramal.”

Al-Khatib al-Baghdadi mengatakan, “aku tinggalkan kebenaran karena jahil terhadapnya lebih aku sukai daripada meninggalkannya karena tidak menginginkannya –padahal tahu-. Karena orang yang meninggalkan kebenaran sementara dia mengetahuinya berarti telah tegak hujjah dan bukti. Doa meninggalkan amal dalam kondisi ini lebih banyak. Sementara orang jahil, boleh jadi saat dia tinggalkan kebenaran tidak berdosa karena kejahilannya. Boleh jadi juga tidak memiliki udzur sehingga Allah akan menghitung amal dirinya atas kejahilannya dan ia berdoa.”

Karenanya, orang yang sudah memiliki ilmu hendaknya mengikutinya dengan amal. Karena tak bermanfaat ilmu kecuali bagi orang yang mengamalkannya dan menunaikan kewajibannya. Hendaknya setiap kita mau mengevaluasi diri seberapa banyak pengamalannya terhadap ilmu yang sudah dipahaminya? Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version