View Full Version
Sabtu, 03 Sep 2022

Dampak Riba dalam Kehidupan

 

Oleh:

Afrizal Sofyan, SPd.I, M.Ag || Anggota Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Aceh Besar

 

SALAH satu larangan Allah Swt yang tertulis dalam al-Qur’an adalah riba, ”Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba jika kamu orang-orang yang beriman.” (QS Al-Baqarah: 278)

Sering kita mendengar bahwa dalam Islam, riba adalah hal yang diharamkan. Sementara itu, terdapat banyak muamalah yang saat ini secara tersamar sebenarnya termasuk dalam hal riba. Apa sebenarnya pengertian riba, apa hukumnya dan apa dampaknya dalam kehidupan?

Pengertian riba

Merujuk kepada kitab Fiqh as Sunnah karangan Sayyid Sabiq, riba secara bahasa (etimologi) bermakna kelebihan atau tambahan (az-ziyadah). Kelebihan atau tambahan ini konteksnya umum, yaitu semua tambahan terhadap pokok utang dan harta.

Untuk membedakan riba dengan tambahan keuntungan dari jual beli, pokok utang dan harta (ra’sul mal) ini dibagi menjadi dua yaitu: ribhun (laba) dan riba.

Selanjutnya Sayyid Sabiq menjelaskan makna riba secara istilah (terminologi) adalah kelebihan atau tambahan dalam pembayaran utang piutang yang disyaratkan sebelumnya oleh salah satu pihak.

Namun, dalam praktiknya riba yang dibahas dalam fiqh muamalah lebih luas dan memiliki bebarapa bentuk atau jenis yaitu:

Riba fadli adalah dalam tukar menukar barang dan kedua barang tersebut sama jenisnya, namun tidak sama ukurannya yang disyaratkan oleh orang yang menukarnya. Misalnya, menukar emas senilai 5 mayam dengan emas senilai 6 mayam. Hal yang dilarang disini adalah kelebihan (perbedaan) dalam ukuran/takaran.

Riba qardi/riba dain adalah riba yang terjadi dalam pinjam meminjamkan sesuatu dengan mensyaratkan ada keuntungan atau tambahan dari orang yang dihutangi, seperti transaksi gadai yang mensyaratkan ada keuntungan bagi penerima gadai. Sabda Rasulullah saw, “Semua piutang yang menarik keuntungan termasuk riba”. (HR Al- Baihaqi)

Selanjutnya, riba yad adalah jual beli atau pertukaran yang disertai penundaan serah terima kedua barang yang ditukarkan atau penundaan terhadap penerimaan salah satu barang. Misalnya, jual beli emas, perak dan bahan pangan yang penyerahan barangnya ditunda sampai harga emas naik atau turun.

Riba Nasi’ah adalah tukar menukar dua barang yang sejenis maupun tidak sejenis atau jual beli yang pembayarannya disyaratkan lebih oleh penjual dengan dilambatkan. Misalnya, membeli hewan, namun pembayarannya diberi jarak waktu yang tidak menentu. Padahal hewan itu harus diberi makan oleh si penjual setiap hari.
Rasulullah saw bersabda, dari sahabat Samurah bin Jundub r.a, ”Sesungguhnya Rasulullah saw telah melarang jual beli binatang yang pembayarannya diakhirkan”. (HR Lima Ahli Hadis)

Jenis terakhir adalah riba jahiliyah, yaitu tambahan ataupun kelebihan jumlah nominal pelunasan utang yang sudah melebihi pokok jumlah pinjaman. Umumnya, hal tersebut terjadi karena peminjam tidak bisa membayarnya sesuai waktu yang telah disepakati.

Hukum riba

Riba dihukumi oleh para ulama secara ijma’ haram berdasarkan kepada al-Qur’an dan sunnah. Dalam surat Al-Baqarah (2): 275, Allah Swt berfirman: “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba”. (QS Al-Baqarah [2]: 275). Begitupun dalam surat yang sama ayat 178-179.

Adapun menurut as-Sunnah, dari sahabat Abdullah bin Mas’ud bahwa, ”Rasulullah saw melaknat pemakan riba, orang yang memberi makan dengan riba, juru tulis transaksi riba dan dua orang saksinya. Kedudukan mereka itu semuanya sama.” (HR Muslim dan Ahmad).

Riba merupakan bentuk bentuk transaksi yang tidak mengandung “keadilan” dan tidak sesuai dengan syariat Allah Swt yang bertujuan untuk menjaga harta dan keberlangsunan hidup manusia.

Dampak buruk riba

Dr Erwandi Tarmizi, MA dalam bukunya Harta Haram Dalam Muamalat Kontemporer menjelaskan dampak riba terhadap pelakunya, kehidupan sosial masyarakat, dan bahkan bisa memicu krisis global. Adapun diantara dampak negatifnya adalah:

Ancaman bagi pelaku riba

Ancaman bagi para pelaku riba adalah api neraka. Ancaman yang begitu dahsyat ini, Allah Swt tegaskan, ”Hai orang- orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda dan bertakwalah kamu kepada Allah supaya kamu mendapat keberuntungan”. (QS Ali Imran: 130)

Di samping itu, Allah Swt akan juga akan menghapus keberkahan dari para pelaku riba. Hal ini dijelaskan pada surat Al-Baqarah ayat 275 dan 276, “Orang- orang yang makan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya kemasukan syaitan lantaran (terkena) penyakit gila. Keadaan mereka yang demikian itu, adalah disebabkan mereka berkata (berpendapat), sesungguhnya jual-beli itu sama dengan riba, padahal Allah Swt telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba. Orang- orang yang telah sampai kepadanya larangan dari Tuhannya lalu terus berhenti (dari mengambil riba), maka baginya apa yang telah diambilnya dahulu (sebelum datang larangan); dan urusannya (terserah) kepada Allah Swt. Orang yang mengulanginya (mengambil riba), maka orang itu adalah penghuni- penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS Al-Baqarah: 275).

Di ayat yang lain, ”Allah Swt memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Dan Allah Swt tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan selalu berbuat dosa. (QS Al-Baqarah: 276)

Dari beberapa ayat di atas, sangat jelas sekali, bahwa Allah Swt memerangi riba dan menganjurkan manusia untuk saling bantu dalam bentuk sedekah. Namun sedekah pelaku riba tidak akan mendapatkan apa-apa di sisi Allah Swt ketika mereka bersedekah. Hal ini Allah Swt ungkapkan dalam surat Ar-Rum ayat 39 yaitu, “Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia bertambah pada harta manusia, maka riba itu tidak menambah pada sisi Allah Swt. Dan apa yang kamu berikan berupa zakat (sedakah) yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah Swt, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya)”.

Pelaku riba juga berdosa dan dosanya lebih besar daripada dosa zina. Dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad saw bersabda: “Satu dirham yang dimakan oleh seseorang dari transaksi riba sedangkan dia mengetahui, lebih besar dosanya daripada melakukan perbuatan zina sebanyak 36 kali”. (HR Ahmad dan Al-Baihaqi)

Di samping dosa besar, pelaku riba juga memiliki hati dan jiwa yang kotor. Mereka tidak akan segan menindas orang-orang yang tidak mampu demi memenuhi ketamakan mereka. Di dalam sebuah hadits, Nabi Muhammad SAW bersabda: “Tidaklah sifat kasih sayang itu diangkat kecuali dari seorang yang celaka”. (HR Abu Dawud dan Tirmidzi)

Riba penyebab krisis

Para ahli ekonomi menyatakan, jika bunga berbayar yang berlaku atas peminjaman modal atau riba merupakan penyebab utama terjadinya krisis ekonomi. Terlebih jika bunga yang harus dibayarkan terlalu tinggi, maka krisis ekonomi yang terjadi akan semakin besar dampaknya. Tingginya bunga atas modal yang dipinjam, baik perseorangan ataupun lembaga, akan membuat mereka mengeluh. Hasil usaha yang mereka terima atas kerja keras yang mereka lakukan terkadang malah habis digunakan untuk membayar bunga pinjaman yang begitu tinggi.

“Riba bukan hanya menjadi penyebab krisis ekonomi dalam sebuah negara, namun juga menjadi penyebab rusaknya sember daya manusianya, sumber daya manusia adalah penggerak utama roda ekonomi, begitu sumber daya manusia rusak, maka hancurnya perkekonomian suatu negara itu,” tulis Dr Erwandi Tarmizi, MA.

Riba mengundang kriminal

Riba dapat memicu meningkatnya tindakan kriminal dalam kehidupan. Hal ini muncul ketika riba dihubungkan dengan produksi, riba menciptakan kondisi daya beli rendah. Alhasil jasa dan persediaan barang yang telah diproduksi akan mengalami penumpukan. Jika terjadi secara terus menerus, maka produksi akan mengalami kemacetan. Jika sudah demikian, maka dampaknya akan kemana-mana. Mulai dari pengurangan tenaga kerja akibat perusaahaan yang tidak lagi berkembang. Akibatnya, pengangguran akan bertambah banyak, yang juga memicu terjadinya peningkatan tindak kriminal.

Riba penghancur persaudaraan

Riba ternyata juga menjadi salah satu pemicu retaknya hubungan persaudaraan. Bukan hanya meretakkan hubungan perorangan, namun riba juga memicu retaknya hubungan antar negara. Sebagai contohnya retaknya hubungan bilateral negara Inggris dan Amerika. Hal ini dikarenakan Amerika menekankan bunga yang begitu tinggi pada negara peminjam.

Hubungan antar saudara atau teman juga terancam rusak dan hancur, ketika riba terselip dalam hubungan itu, saling meminjamkan barang kepada yang lainnya tanpa memberlakukan praktik riba, tentu akan jauh lebih baik. Dalam hal ini, sedekah jauh lebih baik. Orang yang gemar bersedekah, hidupnya akan dilimpahi keberkahan oleh Allah Swt.

Riba mengundang azab

Rasulullah saw bersabda: “Apabila telah marak perzinaan dan praktik ribawi di suatu negeri, maka sungguh penduduk negeri tersebut telah menghalalkan diri mereka untuk diazab oleh Allah”. (HR Al Hakim)

Riba adalah salah satu kebiasaan orang Yahudi. Jika kaum Muslimin melakukan riba, maka mereka telah mengikuti atau meniru apa yang dilakukan orang Yahudi. Maka, mereka akan mengikuti nasib kaum Yahudi yang mendapatkan azab pedih di akhirat dengan siksa yang menyengsarakan di sana.

Allah Swt melaknat siapa saja yang melakukan riba di dunia dan di akhirat. Pelaku riba akan dibangkitkan dalam keadaan gila dan kelak akan kekal di neraka. Ayat mengenai riba banyak ditemukan di dalam al-Qur’an. Hal ini menandakan jika riba merupakan hal buruk yang membawa dampak negatif bagi kehidupan manusia.

Meski demikian, saat ini, riba masih banyak berkembang di Indonesia, akibat ekonomi penduduk yang belum merata dan kesenjangan sosial yang begitu jauh antar sesama. Andai saja, sesama manusia mau saling peduli, maka riba bisa berkurang atau bahkan hilang sama sekali di muka bumi ini.

Tinggalkan riba

Setelah umat Islam mengetahui pengharaman riba dan berbagai dampak negatif yang ditimbulkannya, selayaknya kaum muslimin menjauhi dan segera meninggalkan transaksi yang mengandung riba. Bukankah keselamatan dan kesuksesan akan diperoleh ketika kita menaati Allah Swt dan rasul-Nya.

Tolok ukur kesuksesan bukan terletak pada harta dan kekayaan. Anggapan dan cara pandang yang menempatkan kekayaan sebagai sebagai indikator kesuksesan adalah keliru dan akan mendorong manusia melakukan berbagai penyimpangan dalam agama demi mendapatkan kekayaan, walau itu diperoleh dengan praktik ribawi, misalnya.

Semoga kita diberikan pengetahuan dan kekuatan untuk meninggalkan riba dalam kehidupan, sehingga Allah Swt memberkahi kehidupan kita dan menjauhkan segala bentuk malapetaka. Aaamin ya rabbal alamin.*


latestnews

View Full Version