View Full Version
Sabtu, 23 May 2020

Hari Raya Idul Fitri 1441 H: Memetik Buah Ramadhan

Oleh: Adi Permana Sidik

(Dosen Ilmu Komunikasi FISIP USB YPKP dan Unpas, Awardee LPDP)

Waktu terasa begitu cepat berlalu. Baru saja sebulan yang lalu kita masuk bulan Ramadhan, saat ini kita sudah masuk dipenghujung Ramadhan. Bagi kaum muslimin, berlalunya bulan penuh keberkahan ini tentu meninggalkan kesedihan yang cukup mendalam. Kaum muslimin harus menunggu satu tahun lagi untuk bertemu dengan bulan Ramadhan tahun yang akan datang, itu pun jika Allah SWT masih memberikan usia. Gema takbir, tahlil, tahmid, menjadi mengiringi berakhirnya bulan Ramadhan dan menjadi pertanda masuknya bulan Syawwal. Pada awal Syawwal ini seluruh umat Islam merayakan hari raya kemenangannya yaitu hari raya idul fitri.

 

Ramadhan Bulan Pendidikan 

Ramadhan memiliki banyak sebutan atau istilah. Salah satunya Ramdhan disebut sebagai syahrur tarbiyah, bulan pendidikan. Pendidikan bagi siapa? Pendidikan bagi orang-orang beriman, dan Sang Pendidiknya adalah langsung Allah SWT. Kurikulum dan programnya melaui amal-amalan yang ada di bulan Ramadhan. Mulai dari bangun malam, makan sahur, shaum (tidak makan, minum, berhubungan istri) mulai dari terbit matahari sampai terbenamnya matahari, shalat tarawih (qiyamul lail), tilawah qur’an, membayar zakat fitrah, sedekah, itikaf dan ibadah-ibadah wajib dan sunnah lainnya. Capaian pembelajara adalah menjadi orang-orang yang bertaqwa, laallakum tattaqun.

 

Jika kita ingin menguraikan apa saja nilai-nilai Pendidikan yang diambil dari amalan-amalan yang ada pada bulan Ramadhan tentu saja harus membutuhkan waktu yang banyak. Maka dalam kesempatan ini, hanya akan dibahas sedikit saja dari nilai-nilai Pendidikan dalam bulan Ramadhan ini. 

 

Selama bulan Ramadhan ini, yang berjumlah sekitar kurang lebih 30 hari, bisa kita analogikan seperti seorang yang menanam sebuah pohon atau tanaman berbuah. Tentu agar bibit ini bisa tumbuh dengan baik, memiliki batang dan ranting yang kuat, dan menghasilkan buah-buahan yang lebat dan bagus maka bibit itu harus diberikan pupuk yang baik, disiram dengan air yang baik, dan dijaga dari hal-hal yang merusaknya.

 

Memetik Buah Ramadhan

Setelah menyelesaikan Ramadhan selama 30 hari lamanya, maka tentu saatnya kita untuk memetik buahnya. Tentu pada hakikatnya ada banyak sekali buah yang kita bisa petik pada bulan Ramadhan ini. Dari sekian banyak itu, salah satu buah yang bisa kita petik adalah buah sabar atau kesabaran. Ramadhan memang identik dengan sikap kesabaran.

Secara etimologi kata sabar pada awalnya diartikan sebagai “menahan  pada tempat yang sempit”. Selanjutnya, jika kata sabar dikaitkan dengan  manusia, maka dapat berarti menahan jiwa dari hal-hal yang dapat dibenarkan  oleh logika dan wahyu. Lafadz sabar merupakan lafadz yang umum. Lafadz ini dapat berkembang maknanya sesuai dengan redaksi kalimat yang merangkai kata sabar tersebut. Sedangkan Ibn Faris menulis bahwa kata sabar memiliki tiga  makna, yaitu: pertama, membelenggu; kedua, ujung tertinggi dari sesuatu; ketiga, jenis batu-batuan. 

Menurut Hamka Hasan pengertian di atas tersebut mengindikasikan bahwa kata sabar secara etimologi dapat dipahami sebagai proses yang “aktif” bukan “pasif”. Proses yang aktif adalah sebuah proses yang bergerak dalam satu ruang dan waktu. Sabar dapat terealisasikan jika ada proses yang aktif untuk “menahan”, “membelenggu” dan “menutup”. Jika hal ini dilakukan secara aktif maka proses ini akan berujung pada sebuah hasil yang disebut sebagai sabar.  (Yusuf, Doha, Kahfi, Al-Murobbi, 2018:235).

Sementara menurut Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin sabar adalah meneguhkan diri dalam menjalankan ketaatan kepada Allah, menahannya dari perbuatan maksiat kepada Allah, serta menjaganya dari perasaan dan sikap marah dalam menghadapi takdir Allah. Sehingga Ibnul Qayyim rahimahullah mengatakan, “Kedudukan sabar dalam iman laksana kepala bagi seluruh tubuh. Apabila kepala sudah terpotong maka tidak ada lagi kehidupan di dalam tubuh.” (Al Fawa’id, hal. 95).

Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah membagu sabar menjadi tiga macam, di antaranya:

  1. Bersabar dalam menjalankan ketaatan kepada Allah
  2. Bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah
  3. Bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain. (Syarh Tsalatsatul Ushul, hal. 24 dikutip dari laman muslim.or.id).

Singkatnya sabar suatu sikap dalam menahan diri dari perbuatan-perbuatan yang merugikan bagi dirinya maupun orang lain serta sikap terus bertahan dalam perbuat baik. Perlu diingat bahwa sabar bukanlah suatu sikap yang pasif hanya menerima begitu saja, namun juga suatu sikap yang aktif. 

Merujuk kepada pernyataan Muhammad bin Shalil Al ‘Utsaimin tentang tiga macam sabar, maka buah yang bisa dipetik dari usainya bulan Ramadhan ini adalah: Pertama, kita diharapkan mampu untuk senantiasa bersabar dalam menjalankan berbagai macam ketaatan kepada Allah.

Taat dalam waktu yang singkat mungkin mudah, namun senantiasa terus berada dalam ketaatan secara terus menerus bukanlah perkara yang mudah. Contohnya saja ketaatan untuk shaum. Bila dalam Ramadhan kita mampu untuk melakukan shaum selama 30 hari berturut-turut. Apakah jika kita sudah menginjak pada bulan-bulan apakah kita juga mampu untuk melaksanakan shaum-shaum sunnah? Contoh ketaatan lainnya, misalnya melaksanakan solat tarawih atau shalat malam. Jika di bulan Ramadhan kita mampu untuk melaksanakan solat malam selam 30 hari berturut-turut, namun apakah ketika selesai melewati Ramadhan kita masih mampu untuk melaksanakan shalat malam?

Kedua, kita diharapkan bersabar untuk tidak melakukan hal-hal yang diharamkan Allah. Saat kita shaum Ramadhan, kita diharamkan melalukan aktivitas-aktivitas yang sebelumnya sesungguhnya halal untuk kita lakukan misalnya seperti makan dan minum. Padahal makan dan minum merupakan aktivitas harian kita yang bisa dikerjakan setiap waktu. Namun saat shaum, kita “dipaksa” oleh Allah untuk tidak makan dan minum kurang lebih selama 14 jam lamanya selama 30 hari berturut-turut. Tentu hal itu juga membutuhkan kesabaran yang luar biasa, karena kesempatan untuk mengindahkan larangan itu sesungguhnya sangat besar. Jika pada Ramadhan kita mampu bersabar tidak melakukan aktivitas yang diharamkan oleh Allah selama 30 hari lamanya, maka pada hari-hari lainnya sesungguhnya kita mampu untuk melakukannya pada bulan-bulan lainnya.

Ketiga, diharapkan kita mampu bersabar dalam menghadapi takdir-takdir Allah yang dialaminya, berupa berbagai hal yang menyakitkan dan gangguan yang timbul di luar kekuasaan manusia ataupun yang berasal dari orang lain. Kesabaran jenis ini sama sulitnya dengan jenis kesabaran dalam melaksanakan ketaatan dan bersabar dalam meninggalkan hal-hal yang diharamkan oleh Allah. Sebagai seorang Muslim, sejak kecil kita sudah diajarkan oleh guru-guru tentang 6 rukun iman. Salah satu dari 6 rukun iman itu adalah beriman kepada qodho dan qodar, atau beriman kepada takdir Allah yang baik maupun yang buruk. Setiap manusia pasti selama hidupnya akan mendapati ketetapan yang baik dan yang buruk dari Allah SWT. Tentu pada saat mendapatkan ketetapan baik umumnya setiap manusia akan berbahagia. Namun ketika manusia mendapati ketetapan yang buruk buat dirinya, tidak semuanya mampu untuk bersabar menerima ketepatan buruk tersebut. Seperti misalnya gagal diterima masuk perguruan tinggi yang dicita-citakannya, gagal lolos seleksi beasiswa, gagal menikah karena ditolak calon pujaan hatinya, gagal project bisnisnya, gagal terpilih menjadi pemimpin daerah dan lain sebagainya. 

Jika kita kaitkan misalnya dengan kondisi saat ini, yaitu dalam suasana pandemi Cobid-19, banyak sekali dari saudara-saudara kita yang mendapati ketetapan buruk akibat dari penyebaran corona ini. Seperti usaha surut, pekerjaan hilang, perusahaan bangkrut, tidak bisa pulang kampung, harta benda hilang satu persatu, bahkan yang paling menyedihkan ketika harus kehilangan anggota keluarganya karena serangan virus ini. Tentu sangat tidak mudah untuk bersabar menghadapi takdir-takdir yang tidak menyenangkan dalam hidup ini. Butuh energi besar untuk mampu melewati itu semua. 

Jadikanlah momentum hari raya idul fitri tahun ini sebagai momentum bagi kita semua untuk memetik buah Ramadhan, yaitu salah satunya buah kesabaran. Kesabaran merupakan bagian terpenting dalam kehidupan di dunia ini khususnya dalam menghadapi ujian pandemi Covid-19, baik secara individual, masyarakat, maupun bangsa dan negara. In syaa Allah dengan sikap kesabaran yang benar sesuai dengan panduan ilahi bangsa kita akan mampu melewati segala macam ujian yang dihadapinya. Itulah buah yang diharapkan dari bulan Ramadhan. Wallahu’alam.


latestnews

View Full Version