View Full Version
Ahad, 26 Jul 2020

Hagia Sophia dan Harapan Umat Muslim

 

Oleh:

Dian Salindri || Anggota Komunitas Muslimah Menulis Depok

 

“Sungguh, Konstantinopel akan ditaklukan oleh kalian. Maka sebaik-baiknya pemimpin adalah pemimpinnya dan sebaik-baik pasukan adalah pasukan yang menaklukannya.” (HR. Ahmad)

Seorang pria melangkahkan kakinya 800 tahun kemudian setelah berita ini dikabarkan oleh Rasulullah SAW. Beliau tak henti-hentinya mengucapkan Masyaa Allah ketika berkeliling kota yang telah diperjuangkan oleh darah para syuhada. Maka, ia pun menoleh kepada pasukannya seraya berkata, “Kalian telah menjadi orang-orang yang mampu menaklukkan Kota Konstantinopel yang telah Rasulullah kabarkan.”

Pria yang diceritakan ini, tiada lain adalah Sultan Muhammad II (Mehmed II). Beliau merupakan Sultan Utsmani ke-7 dalam silsilah keturunan keluarga Utsmani. Namun, kita lebih mengenalnya dengan sebutan Sultan Muhammad Al-Fatih Sang Penakluk.

Konstantinopel dianggap sebagai  salah satu kota terpenting di dunia pada masa itu. Kota ini dibangun pada 330 M oleh Kaisar Byzantium. Sejak didirikannya, pemerintahan Byzantium telah menjadikan Konstantinopel sebagai ibu kota pemerintahan. Konstantinopel merupakan salah satu kota terbesar dan terpenting di dunia kala itu. “Andai kata dunia ini berbentuk satu kerajaan, maka Konstantinopel akan menjadi kota yang paling cocok untuk menjadi ibu kota kerajaan itu”.

Setelah berkeliling kota, Sultan Al-Fatih segera menuju ke Gereja Hagia Sophia. Sesampainya di sana, Sultan Al-Fatih langsung melakukan sujud syukur kepada Allah. Ia menyadari bahwa kemenangan ini diraih atas izin dan bantuan Allah SWT. Kemudian Sultan Al-Fatih memasuki gereja yang ternyata di dalamnya banyak penduduk Konstantinopel yang sedang berlindung. Kala itu, orang-orang  tersebut sangat ketakutan membayangkan akan disiksa dan dibunuh oleh pasukan Muslim. Nyatanya, Sultan Al-Fatih meminta pendeta memenenangkan orang-orang yang di dalam gereja dan memerintahkan mereka untuk pulang dengan tenang ke rumah masing-masing.

Sultan Al-Fatih pun memerintahkan untuk segera mengubah gereja tersebut menjadi masjid. Tujuannya agar nanti pada hari Jum’at sudah bisa digunakan untuk Shalat Jum’at. Para pekerja pun segera bekerja keras melakukan renovasi. Mereka menurunkan salib, berhala dan segala ornamen yang tidak sesuai dengan Islam. Nama Hagia Sophia masih dipertahankan oleh Sultan Al-Fatih. Sebagaimana arti kata Sophia dalam bahasa Yunani adalah ‘kebijaksanaan’.

Tidak dapat dipungkiri bahwa Hagia Sophia merupakan ikon dari kejayaan Konstantinopel. Selama 15 abad, Hagia Sophia seolah menjadi saksi bisu berlangsungnya transisi rezim yang menguasai Konstantinopel, mulai dari kaum pagan, Kekaisaran Byzantium penganut Katolik Ortodok, Kesultanan Utsmaniyah sampai era Turki Modern. Pada masa Kesultanan Turki, struktur bangunan Hagia Sophia memperoleh sentuhan arsitektur Islam dengan dibangunnya mihrab hingga pendirian empat menara yang digunakan untuk melantunkan azan, yang menjadikan Hagia Sophia seindah dan semegah saat ini.  Masjid ini juga kemudian dilengkapi dengan madrasah, perpustakan hingga dapur umum. Masjid Hagia Sophia pun menjadi pusat ibadah, ilmu pengetahuan juga kehidupan masyarakat Islam selama 482 tahun.

Namun, pada 1923 M, ketika Organisasi Nasional Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk mengumumkan berdirinya Republik Turki dan dia dipilih sebagai presiden pertamanya. Dialah yang menghapus Khalifah Islam, memutus semua hal yang berhubungan dengan Islam dari Turki,  palarangan jilbab bagi kaum perempuan di kalangan pemerintahan, memerintahkan agar azan dikumandangkan dengan bahasa Turki, termasuk merubah fungsi Hagia Sophia menjadi museum dan kemudian diakui sebagai salah satu situs warisan dunia oleh UNESCO sejak 1985. Sejak hari itulah tak pernah lagi terdengar kumandang azan di Hagia Sophia.

Setelah menelan kekecewaan selama lebih dari 80 tahun atas perubahan fungsi Masjid Hagia Sophia menjadi Museum, kini umat Islam memperoleh secercah kebahagiaan atas keputusan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan yang memutuskan untuk mengembalikan fungsi Hagia Sophia menjadi masjid kembali. Bangunan kuno bersejarah di dunia akan menjadi rumah utama bagi Muslim, seperti yang diinginkan Sultan Al-Fatih pada hari pertama penaklukan Kota Konstantinopel.

Sejak lama Erdogan memimpikan Hagia Sophia kembali menjadi masjid. Karena kembalinya Hagia Sophia menandakan kekuatan dan posisi umat Islam di mata dunia, mengingat sejarah yang telah dilalui oleh Hagia Sophia dan perjuangan oleh para Syuhada. Seolah seperti mimpi dan cita-cita Sultan Muhammad Al-Fatih yang terus ingin ia wujudkan.

Mungkin langkah presiden Turki tak sehebat langkah Sultan Muhammad Al-Fatih, tapi langkah ini merupakan langkah besar yang dapat mengobarkan semangat dan persatuan kaum Muslim se dunia. Presiden Erdogan pun mengucap janji tak akan berhenti sampai di sini karena dalam deklarasinya yang berbahasa arab atas ‘kemenangan’ Hagia Sophia, ia menyebutkan bahwa langkah ini adalah untuk memenuhi janji Muhammad Al-Fatih dan menyatakan “Kebangkitan Hagia Sophia adalah tanda menuju kembalinya kebebasan Masjid Al-Aqsa.”

Umat Islam pun menyambut dengan gembira atas kembalinya status Hagia Sophia kembali  menjadi masjid. Meskipun begitu, tak sedikit pula yang menyesali keputusan presiden Turki tersebut, dunia menentang langkah Erdogan. Kritik bermunculan dari berbagai petinggi negara dan pemimpin agama dunia. Paus Fransiskus mengaku sangat sedih dan kecewa atas perubahan status Hagia Sophia. Dewan Gereja Dunia meminta pengembalian status menjadi museum. Senada dengan itu, Yunani menilai keputusan ini akan berimbas dalam hubungan Turki dengan Uni Eropa.

Seolah tak bergeming, kritik dari pihak manapun ditentang dan dijawab bahwa Turki memiliki hak konstitusi yang tidak dapat dicampuri oleh pihak manapun. Menurutnya, kritik tersebut merupakan sentimen agama saja, karena pengkritik sibuk dengan status Hagia Sophia yang kembali menjadi masjid, namun bungkam soal perebutan Masjid Al-Aqsha di Yerussalem, Palestina.

Kini, pada Jum’at, 24 Juli 2020 telah kembali berkumandang azan untuk pertama kalinya di Hagia Sophia setelah lebih dari 85 tahun. Mengobati kerinduan yang mendalam bagi masyarakat Turki khususnya dan umumnya umat Muslim di seluruh dunia. Momen ini disambut dengan penuh haru dan penuh harap. Semoga kumandang azan segera terdengar di Masjid Al-Aqsha dan Islam kembali pada kejayaannya.*


latestnews

View Full Version