View Full Version
Sabtu, 19 Sep 2020

Pejabat Publik dan Krisis Etika Kebijakan di Tengah Pandemi Covid-19

 
 
 
Oleh:
 
Zaenal Abidin Riam || Koordinator Presidium Demokrasiana Institute/Pengamat Kebijakan Publik
 
 
 
KEPUTUSAN Gubernur DKI Jakarta menerapkan PSBB total menuai pro kontra, ruang publik menjadi riuh. Terompet perang debat kembali berbunyi, di jagad media sosial keriuhan juga terjadi. Banyak yang mendukung namun tidak sedikit yang menentang. Semua itu sebenarnya alamiah, terlebih bila yang adu suara. Hingga ke tingkatan kusir, adalah rakyat biasa, semua kebijakan memang selalu melahirkan kelompok setuju dan penentang.
 
Hanya saja bisingnya perdebatan tersebut menjadi tidak lazim ketika yang berdebat antara sesama aparat pemerintah. Menandakan adanya kekeliruan dalam menjalankan alur kerja kebijakan publik.
 
Tak tanggung-tanggung, tiga menteri dari kabinet presiden Jokowi, mengeluarkan pernyataan yang bisa dinilai bertentangan dengan agenda Gubernur DKI menerapkan PSBB. Ketiganya adalah Menko Perekonomian, Menko Maritim, dan Menteri Keuangan.
 
Walaupun ketiganya bagian dari pemerintah pusat dan Gubernur DKI bagian dari pemerintah daerah, namun tetap saja semua pihak merupakan bagian dari birokrasi pemerintahan, sehingga silang pendapat semestinya tidak terjadi.
 
Dalam etika kebijakan publik, tidak elok mempertontonkan kegaduhan di depan mata masyarakat terhadap sebuah kebijakan. Secara prinsip dasar, semua elemen pemerintah baik pusat maupun daerah, pasti satu persepsi terkait pentingnya mengatasi wabah covid-19. Jika sudah satu persepsi maka kegaduhan semestinya tak perlu terjadi. Tetapi kenyataan berkata lain. Munculnya kegaduhan menandakan tersumbatnya keran komunikasi. Keran komunikasi yang tidak berjalan lancar menyebabkan pejabat publik dalam pemerintahan yang sama justru bersuara berbeda.
 
Sangat penting bagi pejabat publik menjaga etika kebijakan.Terlebih di masa pandemi Covid-19 yang telah memakan banyak tumbal dan menguras energi. Perbedaan suara Anda hanya menyebabkan masyarakat terbelah dalam dua kutub.
 
Ini juga menguras energi, sebagian lainnya memilih diam dalam kebingungan, tak tahu harus mendukung yang mana. Jika memang terjadi perbedaan pandangan bicaralah baik-baik dalam rapat sebelum bersuara keluar. Bagi kita masyarakat awam, sebaiknya tidak perlu terjebak mendukung pejabat yang ini atau pejabat yang itu, justru suruhlah mereka agar tidak terbiasa berpolemik di depan mata masyarakat. Inilah pentingnya belajar dan merenungi etika kebijakan publik, agar tidak ada lagi orkestra kebisingan yang dipertontonkan pejabat publik.*

latestnews

View Full Version