View Full Version
Kamis, 08 Apr 2021

Larangan Mudik: Serba Dilarang Bukan Solusi Selesaikan Pandemi

 

Oleh:

Diyaa Aaisyah Salmaa || Mahasiswa MM UMY

 

“Perlakuan paling konyol yang sering diterima sejarah adalah manusia tak pernah mau belajar darinya.” (G. W. F. Hegel)

 

PEMERINTAH melarang mudik tahun ini. Larangan ini berlaku untuk Pegawai Negeri Sipil (PNS), TNI- Polri, karyawan BUMN, karyawan swasta, hingga ke tataran masyarakat umum dan berlaku pada 6-17 Mei 2021 (liputan6.com, 28/03/2021).

Keputusan ini ditetapkan setelah Rapat Tingkat Menteri yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Muhadjir Effendy dan sejumlah menteri dan lembaga terkait. Sementara, aturan mengenai sanksi pelanggaran dari larangan mudik masih digodok oleh kementrian dan lembaga terkait.

Di sisi lain, ahli berpendapat bahwa pelarangan tersebut hanya dapat berjalan efektif jika pemerintah mengaturnya dalam Peraturan Presiden (Perpres) sehingga memiliki kekuatan hukum yang kuat. Mengingat bahwa berdasarkan data empiris, lonjakan angka penularan Covid-19 selalu meningkat secara signifikan setiap kali liburan panjang usai.

 

Berdampak Pada Ekonomi Rakyat

Dampak negatif menghantui para pelaku bisnis di daerah, pariwisata, perhotelan, dan transportasi. Kebijakan pemerintah melarang mudik akan memberikan dampak pada penurunan tingkat konsumsi masyarakat. Terlebih lagi adanya trend di masa pandemi yang menunjukkan masyarakat lebih memilih menabung daripada menghabiskannya untuk berbelanja. Kalau pun terjadi peningkatan konsumsi masyarakat setelah pelarangan mudik berakhir, maka jumlahnya tidak akan sebesar konsumsi sebelum pandemi Covid-19. Keadaan ini memaksa pelaku bisnis berpikir keras dalam mengelola usahanya tatkala masyarakat lebih memilih menahan uangnya daripada berbelanja.

 

Serba Dilarang Bukanlah Solusi

Masyarakat kian lama kian menerima banyak larangan. Sedihnya, berbagai larangan tersebut tidaklah menghasilkan hasil dalam sekejab mata. Larangan yang ada hanyalah bersifat menekan penyebaran Covid-19 pada satu waktu, bukan menghentikan.

Di saat bersamaan masyarakat menghadapi keadaan yang sulit antara “sekarat karena Covid-19” atau “sekarat karena tidak memiliki uang”. Hal yang wajar dalam sistem kapitalisme. Sistem kapitalisme menuntut masyarakat untuk “mandiri” menghadapi persoalan yang ada sekaligus menurunkan sensibilitas negara dalam mengurus persoalan masyarakat.

Adapun dalam penanganan pandemi, sistem kapitalisme bertumpu pada Herd Immunity dan vaksinasi pada masyarakat sebagai solusi menghentikan pandemi. Namun sayangnya, sejarah membuktikan bahwa Herd Immunity dan vaksinasi membutuhkan puluhan hingga ratusan tahun untuk dapat memberantas virus.

Beberapa diantara kasus penanganan wabah dengan vaksin tertuang dalam sejarah adalah vaksin polio dan vaksin cacar. Vaksin polio telah ada sekitar 66 tahun yang lalu, namun wabah polio masih belum tuntas hingga saat ini. Kemudian vaksin cacar, sejak Edward Jenner menemukan vaksin cacar pada tahun 1796, tercatat kasus cacar terakhir terjadi pada tahun 1978, yang artinya membutuhkan watu sekitar 200 tahun.

 

Belajar dari Sejarah Peradaban Islam

Berbeda dengan sejarah peradaban Islam, ternyata peradaban tersebut dapat menyelesaikan wabah dalam waktu rata-rata 1 tahun bahkan tanpa adanya vaksin dan kelumpuhan ekonomi.

Luar biasanya lagi, penanganan wabah yang cepat ini tetap memperhatikan pengayoman dan kecukupan keperluan masyarakat di daerah wabah. Dalam menangani wabah, manajemen Islam bertindak cepat untuk mengidentifikasi wilayah wabah dan memisahkan wilayah tersebut dengan wilayah aman dengan karantina wilayah.

Segala aktivitas sosial dan ekonomi di wilayah wabah dibatasi dan kecukupan kebutuhan obat dan logistik di wilayah wabah menjadi tanggungjawab penuh pemerintah, sehingga masyarakat di wilayah wabah dapat fokus menyembuhkan diri tanpa mengahapi dilema harus mencukupi kebutuhan hidup.

Di saat wilayah wabah fokus untuk menyembuhkan diri, wilayah yang tidak terjangkiti wabah tetap beraktivitas seperti biasa dalam menjalankan aktivitas sosial dan ekonomi.

Tentu penerapan mekanisme penanganan wabah tersebut dibarengi dengan integrasi sistem politik dan ekonomi Islam sehingga menghasilkan negara yang memiliki sensibilitas tinggi, kuat dalam menopang kehidupan negeri dan menghasilkan catatan sejarah yang menakjubkan. Sungguh sebuah metode yang luar biasa dan patut dipelajari untuk ditiru dari sejarah peradaban Islam.*


latestnews

View Full Version