View Full Version
Ahad, 22 May 2022

Singapura Dipersoalkan pada Penolakan terhadap UAS

Oleh: Anton Minardi*

Pada tanggal 16 Mei 2022 UAS (Ustadz Abdul Shomad) ditolak untuk masuk Singapore dan dipulangkan pada sore harinya di hari yang sama.

Pada website Visit Singapore tertera :

We look forward to welcoming you to Singapore! Starting April 1, 2022, all fully vaccinated travelers can enjoy quarantine-free travel to Singapore with simplified COVID-19 precautions, so you can explore Singapore in peace.

Menurut pengakuan UAS bahwa beliau beserta keluarganya berkunjung dalam rangka berlibur dengan persyaratan administrasi keimigrasian yang lengkap.

We knew that as ASEAN countries we have free entry visa for 30 days. Tetapi dalam kondisi khusus negara-negara ASEAN memiliki ketentuan khusus pula untuk pengunjung asing untuk memasuki negaranya termasuk dalam situasi pandemi covid 19.

Dalam hubungan internasional sebuah negara dapat menolak orang asing untuk memasuki negaranya karena melakukan pelanggaran terhadap ketentuan imigrasi negaranya seperti tidak memiliki paspor yang sah, tidak mendapatkan visa, diduga teroris dan atau dicekal karena melakukan tindak pidana di negara asalnya dan antara kedua negara tersebut sudah ada Perjanjian Ekstradisi di mana orang tersebut harus dipulangkan atau dijemput oleh petugas yang berwenang.

Dalam kasus ini UAS mempertanyakan petugas imigrasi Singapore, apa alasan beliau beserta keluarga diinterogasi selama 1 jam lebih sehingga akhirnya dipulangkan kembali ke Indonesia. Apakah karena tidak memenuhi syarat imigrasi? Perbuatan terorisme? Atau melakukan pelanggaran berat sehingga harus dipulangkan segera?

Padahal beliau masuk ke Singapore dengan dokumen valid dan lengkap dan dengan tujuan untuk wisata. Tetapi sampai beliau dipulangkan pihak imigrasi Singapore tidak memberikan penjelasan apapun mengenai alasan pemulangan beliau beserta keluarganya.

Tentu saja jika kita sendiri yang mengalaminya maka kita akan merasakan ketidaknyamanan, dilecehkan, dirugikan secara material, malu dan mungkin ada terhina.

Kita mengetahui urusan keimigrasian seperti ini sudah ada konsensus internasional. Setiap orang memiliki kebebasan untuk masuk ke negara lain selama syarat administratifnya dipenuhi.

Universal Declaration of Human Rights Article 13. (1) Everyone has the right to freedom of movement and residence within the borders of each state. (2) Everyone has the right to leave any country, including his own, and to return to his country.

Inti dari Article 13 ini bahwa setiap orang memiliki kebebasan untuk masuk ke suatu negara dan keluar dari suatu negara. Setiap orang memiliki kebebasan untuk meninggalkan negaranya dan kembali ke negaranya.

Urusan seperti ini tidak dapat dianggap sepele apalagi menimpa seorang Ulama yang sangat dihormati dan dijadikan tauladan di negaranya bahkan negara lainnya pun mengakui dan menghormatinya. Walaupun kasus seperti ini juga tidak boleh terjadi kepada siapapun termasuk kepada ordinary people (orang biasa) sekalipun.

Selain kepada pihak pemerintah Singapore diminta untuk segera memberikan jawaban resminya supaya tidak terjadi misperseption on the issue dan tidak membuat orang resah dan marah kepada pihak Singapore yang terkadang "arogan" di kandangnya terutama di imigrasinya. Hubungan diplomatik dengan Singapore juga dapat terganggu, karena "new diplomacy" tidak selalu ditentukan di meja officially saja tetapi dapat dipengaruhi oleh massa.

Kepada pemerintah Indonesia pun diharapkan dapat menangani kasus UAS ini agar tidak terulang lagi di masa depan. Hal ini juga akan mempengaruhi terhadap RI sebagai negara yang berdaulat dan Pemimpin ASEAN, juga menunjukkan performa kemampuan berdiplomasi Pemerintah RI saat ini dalam melindungi warga negaranya.

Singapore jangan ada tendency untuk mengkriminalisasi warga negara Indonesia yang baik, sementara di kasus lain negara ini menjadi "sarang" para koruptor. Dengan alasan ada "exempt private companies" yang menjadi dasar hukumnya EPC bagi perusahaan dengan nilai investasi di bawah $Sin 5 Juta.

Ingat di Singapore juga ada banyak Muslimnya dan kita orang Indonesia juga sudah banyak mentolerir kepentingan Singapore dalam berbagai hal.

Saatnya kita tunjukkan sebagai negara berdaulat dan bersahabat. Jangan sampai hal ini dibiarkan karena dapat memicu "kegaduhan" massa dan jadi penyebab rusaknya hubungan bilateral.

ALLOHU A'LAM.

*) Assoc. Professor at International Relations Department Pasundan University and Advocate at PERADI.


latestnews

View Full Version