View Full Version
Rabu, 04 Sep 2024

Mahasiswa Bunuh Diri, Apa yang Salah dengan Pendidikan Kita?

 

Oleh: Umi Hanifah

Maraknya bunuh diri di kalangan mahasiswa menjadi sebuah keprihatinan sekaligus pertanyaan bagi semua pihak. Kalangan terpelajar dan intelek ternyata tak setangguh gelar yang disandang dalam menghadapi ujian hidup.

Terbaru mahasiswi PPDS anastesi Undip diduga kuat melakukan bunuh diri. Sebelumnya ada mahasiswa UGM, mahasiswi UI, IPB, dan banyak lagi mahasiswa di universitas ternama melakukan tindakan penghilangan nyawa. Ada apa dengan para intelek hingga harus melakukan bunuh diri?

Perlu diketahui, manusia dalam aktivitasnya banyak dipengaruhi oleh lingkungan. Pola lingkungan masyarakat pun pasti mengikuti sistem yang melingkupinya. Sistem saat ini yang diterapkan menyingkirkan agama dalam pengaturan interaksi antar manusia, sekularisme.

Agama hanya dijadikan ibadah ritual tanpa ada pengaruh dalam kehidupan sehari-hari karena terbatas hubungan pribadi dengan Tuhan saja. Ibarat bangunan, agama adalah fondasi. Seharusnya agama mampu mengendalikan emosi saat menghadapi berbagai tekanan hidup. Namun dalam sistem ini agama sekadar sebagai tanda pengenal bahwa ia punya agama.

Sejatinya agama adalah tuntunan bagi manusia dalam menjalani hidup. Artinya semua persoalan telah ada solusinya dalam agama. Sayangnya sekularisme telah menjauhkan manusia dari petunjuk. Akibatnya manusia banyak yang tersesat hidupnya. Mereka kehilangan arah saat menghadapi persoalan, terjebak dalam kebingungan, amarah, hingga mengakhiri hidup menjadi pilihannya.

Kurikulum pendidikan pun sama yaitu meniadakan peran agama. Anak didik diarahkan siap kerja dan kerja tanpa ada bekal persiapan menghadapi permasalahan kehidupan. Mereka cerdas dari sisi akademik namun kering ruhiyah. Akibatnya mereka tidak ada kendali saat menghadapi persoalan, rapuh dan mudah tergoncang jiwanya.

Biaya pendidikan yang super mahal juga menjadi beban tersendiri. Bisa dikatakan biaya mahal namun tidak setara dengan outputnya. Kurikulum yang diterapkan juga sering bergonta ganti tidak punya tujuan yang pasti. Anak didik ibarat kelinci percobaan namun terbukti gagal mencetak generasi yang kuat.

Lain halnya dalam lslam, pendidikan adalah hak dasar yang harus dijamin oleh negara dengan murah bahkan gratis. Kualitas pendidikan dan sarana yang disediakan juga yang terbaik karena pendidikan adalah salah satu hak rakyat dan kewajiban negara menyediakannya. Kaya atau miskin semua mendapat pelayanan pendidikan yang sama.

Tujuan pendidikan dalam lslam sangat jelas, yaitu membentuk kepribadian Islam (syakhshiyah islamiyah) dan membekalinya dengan ilmu dan pengetahuan yang berhubungan dengan masalah kehidupan. Metode pendidikan di rancang untuk merealisasikan tujuan tersebut. Setiap metode yang berorientasi bukan kepada tujuan tersebut dilarang.  

Kepribadian Islam diperoleh melalui cara berpikir dan sikap yang dilandaskan pada akidah. Tidak cukup sekadar cerdas intelektual tapi aktivitasnya harus mencerminkan apa yang diyakini. Mereka dipahamkan bahwa manusia adalah khalifah fil ard yang mengatur kehidupan atas dasar perintah Pencipta. Melalui panca indra akal manusia puas dan rida bahwa di balik semua ini ada Pencipta dan Pengatur yaitu Allah SWT. Mereka juga yakin bahwa kelak akan dimintai tanggung jawab terhadap apa saja yang dilakukan di dunia.

Walhasil para generasi berlomba menghasilkan karya terbaiknya demi kebangkitan manusia, bahkan ribuan tahun setelahnya karya-karya mereka masih menjadi rujukan. Mereka ingin bermanfaat bagi orang banyak dan kelak akan mendapat pahala jariyah dari apa yang dihasilkannya. ini menunjukkan bahwa pendidikan dalam Islam bukan sekedar teori tanpa arti, tapi fakta keberhasilan output yang tak tertandingi hingga hari ini.

Prestasi generasi dalam sistem ini mengubah gelapnya dunia menuju peradaban besar yang menaungi berbagai bangsa, agama, warna kulit, dan bahasa selama 13 abad lamanya. Sebut saja lbnu Sina bapak kedokteran, Abbas lbnu Firnas penemu cikal bakal pesawat terbang, Ibnu Haitsam bapak optik, Al Fatih sang penakluk Konstantinopel dan masih banyak lagi kiprah generasi yang membawa kebaikan buat umat manusia.

Dari bukti yang ada, saatnya kita singkirkan sistem salah sekularisme yang menjadi penyebab rusaknya generasi, dan  beralih pada sistem lslam yang mampu menghantarkan manusia menuju puncak kemuliaan. Allahu a’lam. (rf/voa-islam.com)

Ilustrasi: Google


latestnews

View Full Version