View Full Version
Senin, 14 May 2012

Muin Abul Futuh : Israel Negara Rasis Dengan 200 Hulu Ledak Nuklir

Tokoh Islam terkemuka yang mencalonkan diri dalam pemilihan presiden Mesir, Muin Abul Futuh mencap Israel sebagai  "negara rasis". Mantan tokoh Ikhwan itu mengatakan perjanjian perdamaian 1979, menurutnya menjadi "ancaman keamanan nasional" Mesir, dan harus direvisi atau dibatalkan.

Abdel Mun' Abul Futuhyang  juga mengecam pembunuhan pemimpin Al-Qaeda Usama bin Ladin oleh pasukan khusus Amerika Serikat  sebagai tindakan "terorisme negara," ujar dalam wawancara dengan televisi Mesir, Sabtu.

Abul Futuh, yang mendapatkan dukungan luas dikalangan muda Mesir, yang akan ikut dalam pemilihan presiden yang berlangsung 23-24 Mei, sebelumnya menggambarkan Israel sebagai "musuh", saat berlangsung debat di televisi dengan pesaing utamanya, mantan Menteri Luar Negeri dan Ketua Liga Arab Amr Moussa.

Dalam wawancara hari Sabtu dengan stasiun CBC swasta Mesir satelit, Abul Futuh menegaskan bahwa  dia menentang pernjanjian damai dengan Israel sejak mual, perjanjian itu ditandatangani, ujarnya. "Saya masih melihat perjanjian damai sebagai ancaman keamanan nasional Mesir, dan harus direvisi," kata Abouel Fotouh.

"Ini adalah perjanjian yang melarang Mesir dari melaksanakan kedaulatan penuh di Sinai dan memungkinkan Israel  memasuki Sinai tanpa visa, sementara mereka mengharuskan rakyat Kairo visa," katanya.

Perjanjian, di mana Israel menarik diri dari Sinai setelah merebutnya dalam perang 1967. Mesir tidak mengizinkan kehadiran militer di bagian semenanjung.

Abul Futuh mengatakan Israel adalah "negara rasis dengan 200 hulu ledak nuklir" yang terus menimbulkan ancaman bagi Mesir.

Abul Futuh dikenal sebagai tokoh Islam moderat dengan dukungan dari kekuatan fundamentalis garis keras (Salafi)  dan liberal, Abul Futuh menolak  menggambarkan Bin Ladin sebagai teroris, dengan mengatakan istilah ini digunakan oleh Amerika Serikat untuk "memukul kepentingan Muslim."

Abul Futuh menambhkan pembunuhan Usamah bin Ladin adalah sebuah "aksi terorisme negara," dan Bin Laden layak mendapat pengadilan yang adil, meskipun ia tidak setuju dengan penggunaan kekerasan oleh Bin Laden. "Jika pengadilan hanya menjatuhkan hukuman, maka hukuman harus diterapkan," katanya.

Mubarak kini diadili atas tuduhan memerintahkan penembakan terhadap pengunjuk rasa dan menjual gas ke Israel dengan harga murah. Mantan Kepala angkatan udara dipandang sebagai sekutu dekat daerah Israel, yang tidak populer di Mesir.

Setelah perebutan kekuasaan, dan revolusi di Mesir, kemudian terjadinya serangan oleh pengunjuk rasa memaksa Israel menutup kedutaan besarnya dan Kairo membatalkan perjanjian gas kontroversial, yang sangat menguntungkan Israel.

Pipa gas di  Sinai yang menjulur ke  jaringan pipa gas Israel hampir setiap harinya di bom  oleh gerilyawan Badui setelah penggulingan Mubarak.

Masa depan Israel akan sangat tergantung perkembangan dan situasi politik di Mesir. Bila kemenangan diraih oleh para tokoh-tokoh Islam  dalam pemelihan presiden Mesir,  maka ini akana membalikkan seluruh situasi di Timur Tengah dan Afrika Utara, termasuk perjanjian perdamaian dengan  Israel akan ikut berubah.

Nasib Israel akan diujung tanduk, dan sangat tergantung dengan situasi di Mesir. Karena itu, sekarang ini Amerika dan Israel berusaha mati-matian mendukung Amr Mousa mendapat Menlu di zaman Mubarak, yang diharapkan akan menjamin hubungan dengan  Israel di masa depan. (af)


latestnews

View Full Version