Niat ikhlas bagi amal shalih ibarat ruh bagi jasad. Jika ruh lepas dari jasad maka ia akan mati. Begitu juga niat ikhlas, apabila hilang dari amal shalih, maka amal akan sia-sia. Dan yang dimaksud ikhlas adalah beramal untuk Allah semata.
Al Fudhailbin 'Iyadh rahimahullah berkata:
إن العمل إذا كان خالصا ولم يكن صوابا لم يقبل، وإذا كان صوابا ولم يكن خالصا لم يقبل، حتى يكون خالصا وصوابا، والخالص: أن يكون لله، والصواب: أن يكون على السنة
“Sesungguhnya amal itu apabila ikhlash tetapi tidak shawab maka tidak akan diterima. Dan jika shawab tetapi tidak ikhlash maka juga tidak akan diterima, hingga terdapat ikhlash dan shawab. Dan ikhlash itu adalah karena Allah dan shawab itu sesuai dengan sunnah.”
Dalam sebuah hadits Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ لَا يَقْبَلُ مِنْ الْعَمَلِ إِلَّا مَا كَانَ لَهُ خَالِصًا وَابْتُغِيَ بِهِ وَجْهُهُ
"Sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menerima suatu amal kecuali dengan ikhlash dan dengannya mengharap wajah-Nya.” (HR Nasai dengan sanad yang bagus)
Niat yang benar dan ikhlas akan menjadikan amal yang kecil menjadi besar nilainya. Sebaliknya salah dalam niat bisa menjadikan amal besar menjadi tak berguna. Abdullah Ibnul Mubarak rahimahullah pernah menyatakan,
رُبَّ عملٍ صغيرٍ تعظِّمهُ النيَّةُ ، وربَّ عمل كبيرٍ تُصَغِّره النيَّةُ
"Berapa banyak amal yang kecil menjadi besar nilainya karena niat. Dan berapa banyak amal besar menjadi kecil nilainya dikarenakan niat."
Niat yang benar dan ikhlas akan menjadikan amal yang kecil menjadi besar nilainya. Sebaliknya salah dalam niat bisa menjadikan amal besar menjadi tak berguna
Dengan niat baik, seorang hamba akan mendapatkan pahala yang besar dari setiap amal shalih yang dijalaninya. Bahkan jika dia tidak mampu melaksanakannya karena suatu sebab syar'i, Allah tetap mengalirkan pahala untuknya dengan niatnya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda:
إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا
“Jika seorang hamba sakit atau sedang safar (bepergian), maka dicatat untuknya ‘amal perbuatan yang biasa ia kerjakan seperti di waktu ia sehat dan tidak sedang bepergian.” (HR Bukhari no. 2774)
Adanya keinginan menjaga amal yang biasa dikerjakannya menjadikan pahala tersebut tetap mengalir walau ia tidak bisa mengerjakannya karena sakit atau bepergian.
مَا مِنْ امْرِئٍ تَكُونُ لَهُ صَلَاةٌ بِلَيْلٍ يَغْلِبُهُ عَلَيْهَا نَوْمٌ إِلَّا كُتِبَ لَهُ أَجْرُ صَلَاتِهِ وَكَانَ نَوْمُهُ عَلَيْهِ صَدَقَةً
"Tidaklah seseorang yang biasa melaksanakan shalat malam, lalau pada suatu hari ia tertidur (sehingga tidak bisa mengerjakannya), kecuali tetap dicatat untuknya pahala shalat malam; sedangkan tidurnya bernilai shadaqah untuknya." (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, an Nasai dari Aisyah radliyallah 'anha)
Adanya niat untuk melaksanakan shalat malam menjadikan dia tetap memperoleh pahalanya walau tidak melaksanakannya karena ketiduran. Ini bukti tentang keutamaan niat.
Dalam hadits lain Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
مَنْ تَوَضَّأَ فَأَحْسَنَ وُضُوءَهُ ثُمَّ رَاحَ فَوَجَدَ النَّاسَ قَدْ صَلَّوْا أَعْطَاهُ اللَّهُ جَلَّ وَعَزَّ مِثْلَ أَجْرِ مَنْ صَلَّاهَا وَحَضَرَهَا لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أَجْرِهِمْ شَيْئًا
"Siapa yang berwudlu dan menyempurnakan wudlunya, kemudian pergi ke masjid (untuk melaksanakan shalat berjamaah), lalu ia mendapatkan orang-orang sudah selesai shalat, maka Allah 'Azza wa Jalla akan memberikan pahala untuknya seperti pahala orang shalat dengan berjamaah tanpa mengurangi sediktipun dari pahala mereka." (HR. an Nasai, Abu Dawud, dan al Hakim. Berkata Ibnul Hajar dalam Fathul Baari 6/137, sanadnya kuat).
Adanya niatan untuk shalat berjama'ah menjadi sebab dia tetap mendapat pahala berjamaah sebagaimana yang diperoleh olah saudara-saudaranya yang mendapatkan shalat berjamaah, walau ia tertinggal dan tidak mendapatkan jamaah, namun bukan karena kesengajaan.
Dalam riwayat Muslim, dari Sahal bin Hunaif, dari ayahnya, dari kakeknya, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ سَأَلَ اللَّهَ الشَّهَادَةَ بِصِدْقٍ بَلَّغَهُ اللَّهُ مَنَازِلَ الشُّهَدَاءِ وَإِنْ مَاتَ عَلَى فِرَاشِهِ
"Siapa yang meminta kesyahidan kepada Allah dengan benar-benar (jujur dari dalam hatinya), maka Allah akan menempatkannya pada derajat para syuhada' walaupun dia meninggal di atas kasurnya."
Walau dia mati tidak di medan perang, dia mendapatkan pahala syuhada' dikarenakan niat tulus dan jujur dalam dirinya untuk meraihnya. Bahkan dalam riwayat Ibnu Majah yang dishahihkan oleh al Hakim, kebanyakan syuhada' dari umat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam meninggalnya di atas ranjangnya.
Niat yang baik bisa menjadikan amal yang mubah diberkahi oleh Allah dan pelakunya mendapat pahala. Seperti orang yang menunaikan nafkah bagi keluarganya, dia akan mendapat pahala jika meniatkannya untuk Allah dan berharap pahala dari-Nya.
Niat yang baik bisa menjadikan amal yang mubah diberkahi oleh Allah dan pelakunya mendapat pahala. Seperti orang yang menunaikan nafkah bagi keluarganya, dia akan mendapat pahala jika meniatkannya untuk Allah dan berharap pahala dari-Nya.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِذَا أَنْفَقَ الرَّجُلُ عَلَى أَهْلِهِ يَحْتَسِبُهَا فَهُوَ لَهُ صَدَقَةٌ
"Jika seseorang memberi nafkah kepada keluarganya dengan berharap pahala dari Allah, maka nafkah tersebut terhitung shadaqah." (HR. Bukhari)
الْمُؤْمِنُ يُؤْجَرُ فِي كُلِّ شَيْءٍ حَتَّى فِي اللُّقْمَةِ يَرْفَعُهَا إِلَى فِي امْرَأَتِهِ
"Seorang mukmin bisa mendapat pahala dari segala sesuatu (dengan niat yg baik), hingga suapan yang ia masukkan ke mulut istrinya." (HR. Ahmad dan yang lainnya, dihasankan oleh Al-Arna’uth)
Bahaya beramal shalih untuk mencari dunia
Di antara bahaya besar yang bisa menimpa seorang hamba adalah beramal shalih dengan harapan untuk mendapat dunia. Ini adalah kesyirikan yang bisa menghilangkan kesempurnaan tauhid dan menghapuskan amal. Ini lebih berbahaya daripada riya'. Kalau riya', berharap pujian orang dalam amal namun munculnya jarang-jarang. Berbeda dengan orang yang niatnya memang untuk dunia, atau disebut materialistik, seluruh amal dan perbuatannya didominasi harapan untuk kebaikan dan kesejahteraan duniaanya, tidak ada harapan untuk mendapatkan ridla Allah dan kebaikan di akhirat.
Beramal shalih dengan harapan untuk mendapat dunia adalah kesyirikan yang bisa menghilangkan kesempurnaan tauhid dan menghapuskan amal.
Mengenai hal ini, Allah menerangkan dalam firman-Nya:
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآَخِرَةِ إِلَّا النَّارُ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya Kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan?" (QS. Huud: 15-16)
مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْعَاجِلَةَ عَجَّلْنَا لَهُ فِيهَا مَا نَشَاءُ لِمَنْ نُرِيدُ ثُمَّ جَعَلْنَا لَهُ جَهَنَّمَ يَصْلَاهَا مَذْمُومًا مَدْحُورًا
"Barang siapa menghendaki kehidupan sekarang (duniawi), maka Kami segerakan baginya di dunia itu apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan baginya neraka Jahanam; ia akan memasukinya dalam keadaan tercela dan terusir." (QS. Al Isra': 18)
فَمِنَ النَّاسِ مَنْ يَقُولُ رَبَّنَا آَتِنَا فِي الدُّنْيَا وَمَا لَهُ فِي الْآَخِرَةِ مِنْ خَلَاقٍ
"Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaikan) di dunia", dan tiadalah baginya bahagian (yang menyenangkan) di akhirat." (QS. Al Baqarah: 200)
Dari Abi Hurairah radliyallah 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
مَنْ تعلَّم عِلماً مِمَّا يُبتَغى به وجهُ الله ، لا يتعلَّمُه إلاَّ ليُصيبَ بهِ عَرَضاً من الدُّنيا ، لم يَجِدْ عَرْفَ الجنَّة يومَ القيامَةِ
"Barang siapa yang menuntut ilmu yang seharusnya dia cari untuk mengharapkan wajah Allah ta’ala, akan tetapi dia mencari ilmu supaya mendapatkan bagian dari dunia maka dia tidak akan mendapatkan wanginya surga pada hari kiamat kelak.” (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah)
Dan diriwayatkan oleh at Tirmidzi, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersadba;
مَنْ طَلَب العلمَ ليُمارِي به السُّفهَاء ، أو يُجاري به العُلَماء ، أو يَصرِفَ به وجُوهَ النَّاسِ إليه ، أدخله الله النَّار
"Barang siapa yang menuntut ilmu untuk membantah para ulama', menyombongkan diri di hadapan orang-orang yang bodoh, atau supaya pandangan manusia tertuju padanya, maka Allah Ta’ala akan memasukkannya ke dalam neraka."
Barang siapa yang menuntut ilmu untuk membantah para ulama', menyombongkan diri di hadapan orang-orang yang bodoh, atau supaya pandangan manusia tertuju padanya, maka Allah Ta’ala akan memasukkannya ke dalam neraka. -al hadits-
مَنْ كانتِ الدُّنيا همَّه فرّق الله عليه أمره ، وجَعَلَ فقرَه بين عينيه ، ولم يأتِهِ من الدُّنيا إلا ما كُتِبَ له، ومَنْ كَانَتِ الآخرةُ نيَّته جمَعَ الله له أمرَه ، وجعل غِناه في قلبِه، وأتته الدُّنيا وهي راغمةٌ
"Barang siapa yang menjadikan dunia sebagai puncak niatannya, niscaya Allah akan mencerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran menghantui dirinya, sedangkan dunia tidak akan datang kepadanya melainkan sekedar apa yang telah ditetapkan. Dan barangsiapa yang menjadikan akhirat itu niatnya, niscaya Allah menghimpunkan segala urusannya serta menciptakan rasa cukup dalam hatinya sementara dunia datang tunduk kepadanya dalam keadaan hina." (HR. Ahmad dan Ibnu Majah dari hadits Zaid bin Tsabit)
Macam-macam amal untuk dunia
Beramal untuk dunia ada beragam bentuk. Imam Muhammad bin Abdul Wahab rahimahullah, pernah menyebutkan 4 macam bentuk yang dinukil dari ulama salaf, yaitu:
Dia tidak berharap agar dimasukkan ke surga dan dijauhkan dari neraka. Orang seperti ini akan mendapatkan balasan di dunianya sementara di akhirat tidak memperoleh apa-apa kecuali siksa.
(PurWD/voa-islam.com)