Mengharapkan syafa'at dan bantuan sering dijadikan alasan bagi para 'ubbadul kubur (penyembah kubur) dalam menjalankan kesyirikan mereka. Penghormatan kepada Nabi dan orang-orang shalih yang sudah wafat secara berlebih menjadi dasar utamanya. Akibatnya, mereka diangkat melebihi kedudukan yang Allah tetapkan untuk mereka. Mereka dimintai bantuan, diharapkan pertolongan, dan dituju dalam berdoa. Di antaranya dimohon dan diminta syafa'atnya.
Allah Ta'ala berfirman,
وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لاَ يَضُرُّهُمْ وَلاَ يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلاَءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللَّهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللَّهَ بِمَا لاَ يَعْلَمُ فِي السَّمَوَاتِ وَلاَ فِي اْلأَرْضِ سُبْحَانَه ُوَتَعَالَى عَمَّا يُشْرِكُونَ
"Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: 'Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah'. Katakanlah: 'Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) dibumi?' Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka sekutukan (itu)." (QS. Yunus: 18)
Ketahuilah, bahwa syafa'at atau pembelaan memang diakui keberadaannya. Hal itu akan terjadi pada hari kiamat kelak, khusus-nya pembelaan dan syafa'at dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Namun harus kita ketahui bahwa syafa'at dan pembelaan terhadap seseorang di hadapan Allah tidak mungkin akan terwujud kecuali dengan seizin Allah. Demikian pula seseorang tidak akan mendapatkan syafa'at atau pembelaan dari orang lain kecuali orang itu diridlai oleh Allah 'Azza wa Jalla. Dan tidak diridlai Allah kecuali dia seorang ahlu tauhid.
. . syafa'at dan pembelaan terhadap seseorang di hadapan Allah tidak mungkin akan terwujud kecuali dengan seizin Allah. . .seorang tidak mungkin mendapatkan syafa'at atau pembelaan dari orang lain kecuali orang itu diridlai oleh Allah 'Azza wa Jalla.
Allah 'Azza wa Jalla memerintahkan agar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memeringatkan manusia akan adanya hari perhitungan dan hisab, yang pada hari itu tidak bermanfaat syafa’at dan pembelaan siapapun.
وَأَنْذِرْ بِهِ الَّذِينَ يَخَافُونَ أَنْ يُحْشَرُوا إِلَى رَبِّهِمْ لَيْسَ لَهُمْ مِنْ دُونِهِ وَلِيٌّ وَلاَ شَفِيعٌ لَعَلَّهُمْ يَتَّقُونَ
"Dan berilah peringatan dengan apa yang diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dihimpunkan kepada Tuhannya (pada hari kiamat), sedang bagi mereka tidak ada seorang pelindung dan pemberi syafaat pun selain daripada Allah, agar me-reka bertakwa." (QS. al-An’am: 51)
Dalam ayat ini disebutkan bahwa mereka yang tidak mau mengindahkan peringatan dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam akan diadzab dan tidak akan ada seorang pun yang dapat membelanya. Dalam ayat ini pula seakan-akan menunjukkan tidak adanya syafa’at pada hari kiamat. Namun yang dimaksud adalah tidak adanya syafa'at bagi orang-orang kafir atau orang-orang yang tidak diberikan izin dan keridlaan dari Allah.
Di dalam ayat lain Allah menyatakan bahwa syafa'at seluruhnya milik Allah. Oleh karena itu janganlah dengan alasan tersebut mereka meminta kepada kuburan orang-orang shalih atau berdoa kepada orang mati. Berdoa dan mintalah kepada Allah, karena Dia-lah yang telah menentukan siapa yang boleh memberikan pembelaan dan siapa yang diridlai untuk mendapatkan pembelaan.
أَمِ اتَّخَذُوا مِنْ دُونِ اللَّهِ شُفَعَاءَ قُلْ أَوَلَوْ كَانُوا لاَ يَمْلِكُونَ شَيْئًا وَلاَ يَعْقِلُونَ قُلْ لِلَّهِ الشَّفَاعَةُ جَمِيعًا لَهُ مُلْكُ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضِ ثُمَّ إِلَيْهِ تُرْجَعُونَ
"Bahkan mereka mengambil sesembahan selain Allah sebagai pemberi syafa’at. Katakan-lah: 'Apakah (kamu mengambilnya juga) meskipun mereka tidak memiliki sesuatupun dan tidak berakal?' Katakanlah: 'Hanya kepunyaan Allah syafaat itu semuanya. Kepunyaan-Nya kerajaan langit dan bumi. Kemudian kepada-Nyalah kamu dikembalikan'.” (QS. Al-Zumar: 43-44)
اللَّهُ الَّذِي خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَاْلأَرْضَ وَمَا بَيْنَهُمَا فِي سِتَّةِ أَيَّامٍ ثُمَّ اسْتَوَى عَلَى الْعَرْشِ مَا لَكُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَلِيٍّ وَلاَ شَفِيعٍ أَفَلاَ تَتَذَكَّرُونَ
"Allah lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘Arsy. Tidak ada bagi kamu selain dari padaNya seorang penolongpun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?" (QS. Al-Sajdah: 4)
Adapun jika dalam Al-Qur’an terdapat ayat dan dalil-dalil yang menetapkan adanya syafa'at, maka yang dimaksud adalah syafa'at yang terjadi setelah mendapatkan izin dari Allah 'Azza wa Jalla.
Allah Ta'ala berfirman:
مَنْ ذَا الَّذِي يَشْفَعُ عِنْدَهُ إِلَّا بِإِذْنِهِ
"Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya." (QS. Al Baqarah: 255)
وَلَا يَشْفَعُونَ إِلَّا لِمَنِ ارْتَضَى وَهُمْ مِنْ خَشْيَتِهِ مُشْفِقُونَ
"Dan mereka tiada memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai Allah, dan mereka itu selalu berhati-hati karena takut kepada-Nya." (QS. Al Anbiya': 28)
وَكَمْ مِنْ مَلَكٍ فِي السَّمَاوَاتِ لَا تُغْنِي شَفَاعَتُهُمْ شَيْئًا إِلَّا مِنْ بَعْدِ أَنْ يَأْذَنَ اللَّهُ لِمَنْ يَشَاءُ وَيَرْضَى
"Dan berapa banyaknya malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan bagi orang yang dikehendaki dan diridai (Nya)." (QS. Al Najm: 26)
Pada ayat pertama di atas, yaitu ayat Kursi, secara umum dinafikan adanya syafa'at kecuali bagi orang-orang yang telah diberi izin oleh Allah. Pada ayat berikutnya dijelaskan bahwa syafa'at hanya bisa diberikan kepada orang yang Allah ridlai. Sedangkan dalam surat al-Najm dijelaskan bahwa malaikat pun tidak dapat memberikan syafa'at kecuali setelah diizinkan oleh Allah dan diperuntukan bagi orang yang diridlai-Nya.
Dari tiga ayat di atas, jelaslah bahwa syafaat itu hanya milik Allah semata. Tidak ada yang berhak memberikan syafa'at kecuali dengan seizin-Nya dan tidak akan mendapatkan syafa'at kecuali orang yang diridlai-Nya. Untuk itu, bagi seorang yang cerdas dia hanya akan meminta syafa'at kepada pemiliknya, yaitu Allah 'Azza wa Jalla. Meminta kepada Allah untuk mendapatkan syafa'at Nabi-Nya, syafaat atau pembelaan para malaikat-Nya, hamba-hamba-Nya yang shalih dan seterusnya.
Sedangkan meminta syafa'at kepada selain Allah untuk mendapatkan pembelaan pada hari kiamat merupakan kesyirikan yang dilakukan musyrikin jahiliyah. Biasanya, mereka beralasan ketika menyembah sesembahan mereka selain Allah, bahwa sesembahan tersebut memiliki apa yang mereka minta, atau dianggap ikut andil dalam kuasa, atau dianggap yang ikut membantu dan bekerjasama dengan pemiliknya, atau dianggap dapat membelanya di hadapan sang pemilik pada hari kiamat kelak.
Semua alasan dan anggapan tersebut ditiadakan dan dibantah oleh Allah 'Azza wa Jalla dalam ayat-Nya:
قُلِ ادْعُوا الَّذِينَ زَعَمْتُمْ مِنْ دُونِ اللَّهِ لَا يَمْلِكُونَ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ فِي السَّمَوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ وَمَا لَهُمْ فِيهِمَا مِنْ شِرْكٍ وَمَا لَهُ مِنْهُمْ مِنْ ظَهِيرٍ. وَلَا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ عِنْدَهُ إِلَّا لِمَنْ أَذِنَ لَهُ
"Katakanlah: “Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tidak memiliki seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu sahampun dalam (penciptaan) langit dan bumi. Dan sekali-kali tidak ada di an-tara mereka yang menjadi pem-bantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafa’at di sisi Allah melainkan bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafa’at itu . . ." (QS. Saba’: 22-23)
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: “Allah 'Azza wa Jalla telah memutus semua alasan-alasan yang dipegang oleh kaum musyrikin. Seorang musyrik mengambil sesembahannya hanyalah karena adanya manfaat yang diharapkannya. Sedangkan manfaat tersebut tidak akan didapati, kecuali jika sesembahan tersebut memiliki salah satu dari empat kriteria:
1. Bisa jadi karena sesembahan tersebut di-anggap pemilik dari apa yang diinginkan oleh penyembahnya.
2. Sesembahan tersebut dianggap bersekutu dengan pemiliknya (Allah).
3. Sesembahan tersebut dianggap sebagai pembantunya.
4. Sesembahan tersebut dianggap dapat menjadi pembelanya di hadapan sang pemilik.
Maka Allah meniadakan keempat alasan tersebut dengan peniadaan yang berurutan, berpindah dari yang paling tinggi kepada yang di bawahnya. Pertama, Allah membantah adanya pemilik selain Dia. Kedua, meniadakan adanya sekutu yang bersekutu dengan-Nya. Ketiga, meniadakan pula adanya pembantu bagi Allah. Dan keempat, meniadakan pula syafa'at yang diharapkan oleh si musyrik tersebut. Setelah itu Allah menetapkan adanya syafa'at, di mana kaum musyrikin tidak akan mendapatkan bagian dari-padanya. Yaitu syafaat orang yang Dia izinkan untuk orang yang Dia ridlai.
. . bagi seorang yang cerdas dia hanya akan meminta syafa'at kepada pemiliknya, yaitu Allah. Meminta kepada Allah untuk mendapatkan syafa'at Nabi-Nya, syafaat atau pembelaan para malaikat-Nya, hamba-hamba-Nya yang shalih. .
Siapa yang berhak memberikan syafa'at?
Kalau begitu siapakah yang paling mulia mendapatkan izin dari Allah 'Azza wa Jalla untuk memberikan syafa'at? Dan siapakah yang paling berbahagia mendapatkan keridlaan dari Allah sehingga mendapatkan syafa'at dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam?.
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam adalah manusia yang paling mulia yang diizinkan oleh Allah untuk memberikan syafa'at di kala orang-orang lain tidak sanggup untuk melakukannya. Inilah syafa'at yang paling besar. Para rasul yang termasuk ulul 'azmi tidak sanggup memberikannya pada saat seluruh manusia meminta kepada para nabi untuk memintakan keringanan di hadapan Allah di padang mahsyar yang sangat berat. Mereka semuanya menolak dan mengatakan: “nafsi, nafsi” (diriku, diriku). Hingga akhirnya ketika mereka mendatangi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, maka beliau mengatakan: “Ana laha” (itulah bagianku). Kemudian Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam sujud di hadapan Allah, di bawah 'Arsy-Nya. Beliau memuji Allah dan menyanjung-Nya dengan pujian-pujian yang tidak pernah diucapkan sebelumnya oleh siapapun. Hingga kemudian Allah berfirman:
يَا مُحَمَّدُ ارْفَعْ رَأْسَكَ وَاسْأَلْ تُعْطَهُ وَاشْفَعْ تُشَفَّعُ
"Hai Muhammad, angkatlah kepalamu. Bicaralah niscaya ucapanmu didengar. Mintalah pasti kamu diberi. Mintalah syafa'at niscaya engkau diizinkan memberi syafa'at!"
Maka Rasulullah pun mengangkat kepalanya dan berkata: “Umatku, umatku”. Kemudian diperintahkan dengan segera kepada orang-orang dari umatnya yang tidak ada hisab padanya untuk masuk ke dalam surga.
Beliau melakukannya lagi, hingga diizinkan untuk memberikan syafa'at. Beliau meminta agar disegerakan bagi ahli surga dari umatnya untuk segera memasukinya.
Selanjutnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam melakukannya kembali dan kemudian beliau memberikan syafa'at bagi para pelaku maksiat dari umat-nya yang seharusnya mendapatkan adzab dalam neraka untuk tidak memasukinya.
Kemudian beliau memberikan syafa'at kepada orang-orang yang telah masuk neraka, namun masih memiliki tauhid dan keimanan untuk dikeluarkan darinya. Terakhir, syafaat Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam untuk penduduk surga agar ditambahkan pahala mereka dan diangkat derajat mereka.
Hadits-hadits tentang syafa'at ini mutawatir dalam Shahih Bukhari, Shahih Muslim dan lain-lainnya.
Akan tetapi perlu diperhatikan bahwa seluruh syafa'at dan pembelaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam tersebut diberikan kepada orang-orang yang bertauhid dan tidak melakukan kesyirikan.
. . seluruh syafa'at dan pembelaan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya diberikan kepada ahli bertauhid dan tidak melakukan kesyirikan.
Diriwayat dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, ketika beliau bertanya kepada Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam:
مَنْ أَسْعَدَ النَّاسُ بِشَفَاعَتِكَ؟
"Siapakah orang yang paling berbahagia mendapatkan syafaatmu?"
Beliau menjawab:
أَسْعَدُ النَّاسِ بِشَفَاعَتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ مَنْ قَالَ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ خَالِصًا مِنْ قَلْبِهِ أَوْ نَفْسِهِ
"Manusia yang paling berbahagia dengan syafa’atku pada hari Kiamat adalah orang yang mengatakan Laa Ilaaha Illallaah dengan tulus murni dari lubuk hatinya atau dirinya." (HR. Al-Bukhari).
Dalam riwayat lain disebutkan bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لِكُلِّ نَبِيٍّ دَعْوَةٌ مُسْتَجَابَةٌ. فَتَجْعَلْ كُلُّ نَبِيٍّ دَعْوَتَهُ وَإِنِّيْ اخْتَبَأْتُ شَفَاعَةً ِلأُمَّتِيْ يَوْمَ الْقِيَامَةِِ. فَهِيَ نَائِلَةٌ إِنْ شَاءَ الله مَنْ مَاتَ لَمْ يُشْرِكْ بِاللهِ شَيْئًا
"Setiap nabi memikiki doa yang dikabulkan, dan mereka telah menyebutkan doa tersebut, sedangkan aku menundanya sebagai syafa'at bagi umatku pada hari kiamat. Maka syafa'at ini pasti akan didapatkan insya Allah oleh orang yang mati dalam keadaan tidak mempersekutukan Allah dengan sesuatu apapun." (HR. Muslim)
Orang yang meminta syafa'at ke kuburan para nabi atau pada kuburan orang-orang yang shalih justru tidak akan mendapatkan syafa’at.
Dengan demikian jelaslah bahwa orang yang meminta syafa'at ke kuburan para nabi atau pada kuburan orang-orang yang shalih justru tidak akan mendapatkan syafa’at. Kenapa? Karena dia telah melakukan perbuatan syirik yang menjadi lawan tauhid. Wallahu a’lam.
Oleh: Purnomo
(PurWD/voa-islam.com)
Tulisan Terkait:
* Prinsip Islam (33) : Mengimani Adanya Syafa'at dan Macam-macamnya