View Full Version
Senin, 14 Mar 2011

Gejala Buruk Pengeramatan Kuburan: Penyakit Akidah Umat

SALAH satu penyakit akidah yang menjangkiti umat Islam di Indonesia adalah kegemarannya mengkultuskan kuburan nenek moyang dan sosok yang dianggap saleh, untuk dijadikan perantara meminta berkah, kesehatan, minta anak, jodoh, jabatan dan berbagai hajat lainnya. Aneh, kuburan pun dianggap memiliki fakultas dan jurusan

Kenyataan adanya kepercayaan yang salah bahkan merusak akidah Islam, contohnya keberadaan makam Walisongo tidak lepas dari mitos. Konon, bila orang punya tujuan tertentu berziarah ke makam Walisongo, doa-doanya akan dikabulkan.

”Orang yang ingin mendapat ilmu biasanya berziarah ke makam Sunan Kalijaga, mendapat harta pergi ke makam Sunan Kudus, dan bila ingin mendapat kedudukan berziarah ke makam Raden Fatah,” ungkap Soleh, salah satu penjaga makam Raden Fatah di halaman Masjid Agung Demak sebagaimana dikutip oleh koran di Jakarta beberapa waktu lalu.

Demikian di antara isi bedah buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara karya Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede di Islamic Book Fair 2011/1432H di Istora Senayan, Jakarta, Kamis 10 Maret 2011. Dua pembicara dihadirkan oleh penerbit Al-Kautsar Jakarta untuk membedah buku ini, yakni penulisnya, Hartono Ahmad Jaiz, dan pembandingnya dari MUI Pusat, Dr Cholil Nafis. Acara ini dipandu oleh redaktur penerbit buku itu, Abduh Zulfidar Akaha.

Dijelaskan, masalah dikeramatkannya kuburan-kuburan bukan hanya menggejala di satu tempat, namun sudah menjangkit ke mana-mana, dan jumlahnya sangat banyak. Sebagai contoh, ada tulisan "Daftar Makam Keramat di Kabupaten Bandung Jawa Barat" di kaskus.com, disebutkan ada satu kecamatan yang makam keramatnya sampai 51 tempat, lengkap dengan nama kuburannya dan alamatnya. Kemudian masih diberi komentar, Dari sekian Banyak makam disini masih sangat banyak yang belum ditulis karna tempat yang jauh dan di tengah hutan..... (kaskus.us, 12-09-2010, 08:32 AM,  Ireng Kencana).

Banyaknya makam yang dikeramatkan di berbagai tempat itu menjadikan keprihatinan para ulama yang masih punya kepedulian dan menyayangi umat Islam agar tidak terjerumus ke dalam kesesatan yang nyata.

Seorang Syaikh dari Timur Tengah yang berceramah di Radio Rodja diterjemahkan Ustadz Zaenal Abidin, Selasa 05 Oktober 2010 tentang pentingnya Tauhid menyebutkan, di dunia Islam ada 20.000 kuburan yang dikeramatkan, yang dapat mengakibatkan pelakunya melakukan kemusyrikan yang mengeluarkan dari Islam.

Kalau toh tidak sampai terjerumus ke dalam kubangan kemusyrikan, masalah berkaitan dengan kuburan ini menimbulkan pula amaliah yang belum tentu sesuai dengan syariah. Termasuk, sekedar membaca Al-Qur’an. Membaca Al-Qur’an di kuburan merupakan amalan yang tidak ada tuntunannya, namun oleh mereka diyakini sebagai amal baik yang layak dilakukan saat melakukan ziarah kubur.

Buku ini ditulis berdua (Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede), dengan judul Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara. Isinya mengenai sejumlah kuburan yang dikeramatkan di berbagai tempat di Indonesia. Tema ini menambah wawasan bagi yang  telah membaca buku Pendangkan Akidah Berkedok Ziarah di Balik Kasus Kuburan Keramat Mbah Priok. Dan akan lebih jelas lagi rangkaiannya dengan membaca buku yang baru terbit dan beredar di IBF 5-13 Maret 2011 itu berjudul Lingkar Pembodohan dan Penyesatan karya Hartono Ahmad Jaiz dkk terbitan Pustaka Nahi Munkar Surabaya.

Menurut penulisnya, buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara ini dimaksudkan untuk mengingatkan, tugas untuk berdakwah di masa kini dan kemungkinan di masa mendatang relative cukup berat. Karena masalahnya menyangkut hal yang rumit dan pelik, sekaligus mengenai jantung utama dalam melaksanakan Islam yaitu akidah Islamiyah, keyakinan Islam.

Kenapa? Karena masalah pengkeramatan kuburan itu berkaitan langsung dengan akidah, yakni rawan kemusyrikan. Sedang kemusyrikan atau syirik (menyekutukan Allah dengan selain-Nya) itu adalah dosa paling besar, apalagi kalau syirik akbar (besar) maka mengeluarkan pelakunya dari Islam. Hingga kalau pelaku syirik akbar itu mati dalam keadaan belum bertaubat maka haram masuk surga dan kekal di neraka.

Resikonya ada lima: seluruh amaliahnya batal sia-sia; keluar dari Islam; haram masuk surga; kekal di neraka; dan kalau keluar dari Islam maka batal pernikahannya, dan tidak boleh waris mewarisi dengan orang Islam.

Kenapa sampai segawat itu bahayanya?

Ya, karena menyangkut masalah akidah (keyakinan), yaitu mengalihkan doa (ibadah) dan rangkaiannya (pengorbanan/ persembahan, nadzar dan sebagainya) yang mestinya hanya untuk Allah namun dialihkan kepada isi kubur (mayat) yang dikeramatkan. Padahal itu merupakan pelanggaran yang paling besar menurut Islam, maka bahayanya dalam merusak akidah pun sangat dahsyat.

Dalam buku ini dibahas rangkaiannya dan juga dalilnya. Karena pada dasarnya, ramainya orang ke kuburan-kuburan para wali atau kuburan yang dianggap keramat di waktu-waktu tertentu, misalnya sangat ramai ketika menjelang bulan puasa, sedang bulannya itu sendiri yakni Sya’ban disebut Bulan Ruwah (dikaitkan dengan roh atau arwah) itu adalah tradisi dari luar Islam yakni Hinduisme. Makanya ziarah kubur saat itu disebut nyadran, dari lafal ajaran Hindu:srada atau sadra, artinya menghormati leluhur. Jadi tradisi nyadran itu bukan dari Islam, walau ziarah kubur itu sendiri diajarkan dalam Islam. Namun kenyataannya --yang dipraktekkan banyak orang-- jauh berbeda dengan yang diajarkan Islam, yakni tidak menentukan waktu-waktu tertentu, hanya untuk mengingat akherat dan mendoakan mayit isi kubur yang Muslim. Itu semua dijelaskan di buku ini.

Penyelisihan yang jauh dari Islam itu lebih jauh lagi ketika tujuan orang-orang yang berziarah kubur pun menurut penuturan para juru kunci, untuk meminta apa-apa yang dihajatkan. Bahkan ada juru kunci yang mencatat hajat masing-masing peziarah untuk dijadikan apa yang mereka sebut pengantar dalam doa (meminta kepada mayat). Hingga kuburan-kuburan itupun dianggap memiliki fakultas-fakultas atau jurusan-jurusan masing-masing. Yang mau lancar rezekinya maka juru kunci menunjuki ke kuburan wali Anu. Yang ingin naik jabatan maka ke kuburan wali Anu yang lain lagi. Asraghfirullah al ‘azhim. Betapa jauhnya dari apa yang diucapkan setiap shalat, membaca al-Fatihah:

إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ   

"Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan" (QS Al-Fatihah: 5).

Larangan berdoa kepada selain Allah pun telah ditegaskan dalam Al-Qur’an:

وَلَا تَدْعُ مِنْ دُونِ اللَّهِ مَا لَا يَنْفَعُكَ وَلَا يَضُرُّكَ فَإِنْ فَعَلْتَ فَإِنَّكَ إِذًا مِنَ الظَّالِمِينَ (106) وَإِنْ يَمْسَسْكَ اللَّهُ بِضُرٍّ فَلَا كَاشِفَ لَهُ إِلَّا هُوَ وَإِنْ يُرِدْكَ بِخَيْرٍ فَلَا رَادَّ لِفَضْلِهِ يُصِيبُ بِهِ مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَهُوَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ [يونس/106-107]

"Dan janganlah kamu menyembah apa-apa yang tidak memberi manfaat dan tidak (pula) memberi mudharat kepadamu selain Allah; sebab jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim. Jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan kepadamu, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak kurniaNya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang"  (QS Yunus 107).

Berdoa adalah ibadah, maka orang yang berdoa memohon kepada selain Allah (isi kubur, roh orang yang dipatungkan dan sebaginya) berarti adalah menyembahnya. Maka Syaikh As-Syinqithi dalam Tafsir Adhwaaul Bayan menggolongkan lafal zalim dalam QS Yunus/ 10: 106 (jika kamu berbuat (yang demikian), itu, maka sesungguhnya kamu kalau begitu termasuk orang-orang yang zalim) itu artinya adalah kafir. Sebagaimana dalam QS Al--Baqarah/2: 254, dan QS Luqman/ 31:13.

Kenyataan jauhnya praktik penyimpangan di kalangan umat Islam, tampaknya semakin menjadi-jadi, sedang secara jumlah pun semakin berkembang subur. Kenapa? Pasti ada penyebabnya atau factor-faktor yang mendorongnya.

Perlu kita tengok, gejala buruk ini mesti ada pemicunya, bahkan mungkin ada penggeraknya. Kita tengok ke sepuluhan tahun yang lalu, bagaimana keadaan yang menggiring ke arah carut marutnya pemahaman dan pengamalan Umat Islam terhadap agamanya. Sebagai gambaran singkat, mari kita simak kutipan berikut ini:

Dalam kata pengantar buku kami (Hartono Ahmad Jaiz) berjudul Tasawuf, Pluralisme, dan Pemurtadan terbitan Pustaka Al-Kautsar 2001 di antaranya ditulis:

Perlu  diingat, kalimah syahadat pun  diacak-acak  Nurcholish Madjid dengan cara menerjemahkannya menjadi Tiada tuhan (t kecil) selain Tuhan (T besar). Sedang lafal Assalamu'alaikum  diinginkan Gus  Dur  untuk diganti dengan selamat pagi. Kuburan  pun  diberi istilah  "keramat"  entah  oleh siapa,  yang  kandungannya  rawan syirik. Lalu Gus Dur menghidupkan Sunnah Sayyi'ah (jalan  keburukan)  tentang  pengeramatan itu dengan  menghadiri  kuburan  Joko Tingkir di Lamongan Jawa Timur yang tak banyak dikenal orang, akibatnya praktek rawan kemusyrikan itu marak kembali sejak Juli 1999. (Tulisan ini bukan berarti anti ziarah kubur, namun dalam hal ini jelas kaitannya dengan pengeramatan kuburan yang jelas mengandung kerawanan syirik). Sementara itu pihak Nasrani  lewat  Nehemia-nya  mengacak-acak  Islam  dengan  menyebarkan lembaran-lembaran  yang  disebut “Dakwah  Ukhuwah”  padahal  isinya memutar balikkan ayat-ayat Al-Quran dan Al-Hadits. (Kata Pengantar buku Hartono Ahmad Jaiz, berjudul Tasawuf, Pluralisme, dan Pemurtadan terbitan Pustaka Al-Kautsar 2001).

Pembaca yang kami hormati, dari keadaan ditulisnya pristiwa itu hingga kini jaraknya hanya dalam masa sepuluhan tahun, tetapi ternyata perusakan agama itu sudah sedemikan dahsyat dampaknya. Di antaranya:

1. Pluralisme agama yang bahasa Islamnya adalah kemusyrikan baru (namun karena istilahnya tidak diambil dari istilah Islam maka Umat Islam tidak faham) sudah merambah ke mana-mana. Sampai-sampai akan diselenggarakan perayaan lintas agama di Senayan Jakarta, Ahad 06 Februari 2011, bahkan tokoh utamanya ketua umum Muhammadiyah Din Syamsuddin dan direncanakan akan didatangkan 10.000-an orang dari berbagai agama. Acara itu disertai pula doa bersama antar agama, yang tentu saja hal itu sama sekali tidak sesuai dengan Islam. Sebagaimana telah berlangsung acara yang mengagetkan, apa yang disebut haul memperingati kematian Gus Dur tahun pertama Desember 2010 diadakan doa bersama antar agama dan tahlilan serta yasinan di gereja di Jombang. Itu di samping acara lainnya, haul Gus Dur disertai tahlilan dengan diadakan pula arak-arakan barongsai dari keyakinan Konghucu Cina. 

2. New Age Movement suatu keyakinan spiritual yang mengambil dari agama-agama Timur dalam bentuk spiritual, tidak mengakui Tuhan di luar diri manusia, tidak percaya taqdir dan akherat; namun keyakinan batil itu merebak ke mana-mana.

3. Kubur-kubur yang dikeramatkan pun semakin mengkristalkan sikap kultus yang luar biasa, hingga satu kuburan keramat di Tanjung Priok Jakarta (kuburan Mbah Priok)  mampu mengerahkan pembela-pembelanya sampai ribuan orang dan ada yang masih dibawah umur (alias anak-anak) namun jibaku seolah seperti berjihad dalam agama, ketika membela kuburan yang mereka anggap keramat. (lihat buku Pendangkan Akidah Berkedok Ziarah di Balik Kasus Kuburan Keramat Mbah Priok).

4. Penguasa pun terseret ke pemahaman yang sama sekali tidak berlandaskan ilmu yang benar, serta tanpa landasan agama yang benar, hingga satu kuburan dibiayai Rp180 milyar. Yakni kuburan Gus Dur (Abdurrahman Wahid) di Jombang.

5. Para pemegang kekuasaan, baik tingkat daerah maupun pusat yang bersikap tanpa landasan yang benar seperti itu mengakibatkan suburnya kesesatan yang nyata, hingga kuburan itu kabarnya setiap hari dikunjungi ribuan orang.

Kesesatan dan maksiat dipelihara bahkan dikembangsuburkan

Keadaan Umat Islam yang digiring ke tempat-tempat yang rawan kemusyrikan seperti itu jelas sangat membahayakan. Bahkan yang lebih menyedihkan, kemusyrikan dengan aneka ubo rampe-nya (perangkat) dan tetek bengek-nya (aneka macamnya) itu seakan dipiara bahkan dikembang suburkan. Itupun oleh aneka pihak.

Masih ada yang lebih memprihatinkan lagi, ketika kemusyrikan itu dipelihara dengan menyuburkan pelacuran tanpa malu-malu dan tega pula menyebut tempat mesum dan kemusyrikan itu sebagai tempat wisata. Ini bukan cerita khayal, tetapi terjadi nyata di negeri yang disebut religious alias agamis, padahal tidak bermoral dan merusak agama. Yakni apa yang terjadi di kuburan Gunung Kemukus di Jawa Tengah.

Di zaman Presiden Soeharto, pernah Media Dakwah terbitan Dewan Dakwah memberitakan, MUI Kabupaten Sragen meminta agar tempat mesum dan kemusyrikan di kuburan itu ditutup. Namun malah MUI dibalikin (dibantah dengan membalikkan perkataan), agar MUI mengganti retribusi yang setiap waktu diterima Pemda. 

Benar-benar memalukan. Itu lebih “sopan” ketika ada seorang tetangga yang anaknya jadi pelacur, misalnya, lalu dinasihati orang, agar menghentikan anaknya yang merusak moral masyarakat itu. Lalu dijawab, kalau begitu, ya silahkan kamu ganti duit yang setiap saat aku terima dari anakku yang pelacur itu.

Kenapa lebih “sopan”, karena perusakan dari satu orang itu hanya akan menimpa sejumlah kecil korban. Bahkan setelah dinasehati seperti itu mungkin kemudian keluarga itu minggat atau menghilang. Tetapi kasus Gunung Kemukus yang memalukan itu masih dipelihara sampai sekarang. Walaupun yang dulunya beralasan seperti itu mungkin sudah dipanggil Allah Ta’ala untuk tunggu giliran dalam mempertanggung jawabkan perbuatannya, atau sudah pension atau tidak berkuasa lagi, namun penerusnya masih meneruskannya.

Itulah kenyataan sengaja merusak moral masyarakat dan memporak porandakan akidah Umat yang dilakukan oleh orang-orang yang mendapatkan amanat. Di saat tempat pelacuran dapat dihapus di berbagai tempat, bahkan di Kramat Tunggak Tanjung Priok dapat dibredel kemudian didirikan Masjid dengan Islamic Center, ternyata kalau pelacuran itu plus kemusyrikan seperti di kuburan Gunung Kemukus justru diberlangsungkan. Betapa tidak punya rasa malu, mereka itu.

Lantaran ngeyelnya para perusak masyarakat namun menduduki jabatan apa yang disebut pamong (pengasuh rakyat), ditambah dengan aneka pihak yang sejalan dalam merusak moral masyarakat dan agama Umat, maka dalam rentang waktu yang baru sepuluhan tahun-an saja kerusakannya telah sebegitu dahsyatnya. Oleh karena itu, penulis mengungkapkan, atas pertolongan Allah Ta’ala, menyusun buku ini adalah untuk membendung dan bahkan memberantas ketidak lurusan itu semua. Agar Umat Islam ini memahami betapa besar bahaya yang melanda bagi Umat ini. Setelah itu semoga mereka kembali ke jalan yang benar, bertaubat, dan tidak lagi mendekati praktik-praktik yang rawan syirik.

Untuk mengembalikan kepada ajaran Islam yang sesuai dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah secara pemahaman para ulama yang mengikuti manhaj yang selamat, buku ini diberi ulasan-ulasan mengenai hal yang menyimpang berkaitan dengan kuburan. Ulasan itu dilandasi dengan dalil-dalil yang jelas, sehingga para pembaca diharapkan mampu menyerapnya dengan baik.

Penguasa kebijakannya menyelisihi aturan

Dalam buku ini di sana sini ada nada mengharap agar pihak-pihak yang berkuasa tidak menambahi terjerumusnya Umat Islam kepada kesesatan bahkan kemusyrikan berkaitan dengan kuburan. Entah dengan dalih cagar budaya, pelestarian sejarah atau apapun, yang jelas kalau itu mendukung kemusyrikan maka sama sekali bukan kebijakan yang mengikuti aturan, bila melestarikannya. Karena aturan secara konstitusi justru agama ini (Islam) dilindungi atau dijamin, sedang membiarkan bahkan mendukung adanya penyelewengan agama (dari tauhid kepada syirik) itu berarti bukan melindungi agama tetapi adalah mendukung adanya penyelewengan bahkan perusakan agama.

Jadi dua perkara yang dilanggar oleh para penguasa bila yang terjadi seperti itu, yakni melanggar konstitusi dan sekaligus melanggar agama.

Ketika kondisinya seperti itu, sedang semuanya diam, bahkan menganggapnya wajar, maka seakan buku ini justru dianggap aneh.

Untuk membuktikan bahwa buku ini ibarat barang putih, sedang lakon yang disoroti di buku ini adalah lakon yang gelap bila ditimbang dari dalil agama (Islam), maka pembaca dipersilakan menyimak lembar demi lembar (362 halaman). Insya Allah akan ketemu bukti-buktinya. [haji]

(Dari bedah buku Kuburan-kuburan Keramat di Nusantara karya Hartono Ahmad Jaiz dan Hamzah Tede di Islamic Book Fair 2011/ 1432H di Istora Senayan, Jakarta, Kamis 10 Maret 2011).


latestnews

View Full Version