Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah, Muhammad bin Abdillah, keluarga dan para sahabatnya.
Dosa syirik (menyekutukan Allah) terkenal sebagai dosa besar yang paling besar. Seorang musyrik, apabila meninggal di atas kesyirikannya akan kekal di neraka. Status keislamannya batal. Seluruh amal baiknya terhapus. Dan diharamkan ampunan Allah atasnya. Haruslah seorang muslim takut dan khawatir terjerumus ke dalamnya.
Namun tahukah kita bila di sana ada dosa yang lebih besar dosanya dari syirik. Ibnul Qayyim dalam I’lam Muwaqqi’in menyebutkan dosa yang lebih besar dari Syirik tersebut, yaitu berbicara (mengada-ngada) tentang Allah tanpa ilmu.
Beliau berkata: “Sungguh Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah haramkan berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu dalam fatwa dan ketetapan hukum. Allah menjadikannya sebagai bagian dari perkara haram yang paling besar. Bahkan menjadikannya pada tingkatan perkara haram yang paling tinggi.” (I/38)
Beliau mendasarkan pendapatnya kepada firman Allah Subhanahu Wa Ta'ala,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالْإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَنْ تُشْرِكُوا بِاللَّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَانًا وَأَنْ تَقُولُوا عَلَى اللَّهِ مَا لَا تَعْلَمُونَ
“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak atau pun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS. Al-A’raf: 33)
Allah mengklasifikasi perkara-perkara haram pada empat tingkatan. Dia memulainya dengan yang paling ringan, yaitu al-Fawahisy (perbuatan keji). Lalu menempatkan pada urutan keduanya perbuatan yang lebih haram darinya, yaitu dosa dan aniaya. Lalu menyusulkan diurutan ketiga: perkara yang lebih tinggi tingkat keharamannya daripada kedua di awal, yaitu syirik terhadap Allah (menyekutukan Allah) Subhanahu Wa Ta'ala. Kemudian menyusulkan dengan yang keempat suatu perbuatan yang lebih dahsyat keharamannya daripada semuanya tadi, yaitu berbicara (mengada-ngada) terhadap Allah tanpa ilmu.
Menurut Ibnul Qayyim, ditempatkannya pada urutan keempat dari perkara-perkara haram yang disepakati syariat menunjukkan bahwa berbicara tentang Allah tanpa ilmu adalah perkara haram yang paling haram dan paling besar dosanya. Ia tidak pernah bisa menjadi halal dalam satu waktu atau kondisi. Dalam kondisi apapun tetap haram. Ini berbeda dengan haramnya bangkai, darah, dan babi yang bisa bisa dibolehkan dalam kondisi tertentu. (I’lam al-Muwaqqi’in: I/372)
Perkara ini mencakup berdusta terhadap Allah dan menisbatkannya kepada sesuatu yang tidak layak untuk-Nya, merubah dan mengganti agama-Nya, meniadakan apa yang telah ditetapkan-Nya dan menetapkan apa yang ditiadakan oleh-Nya, menganggap benar apa yang dibatilkan-Nya dan membatilkan apa yang dinyatakan benar oleh-Nya, memusuhi orang yang dibela-Nya dan membela orang yang dimusuhi oleh-Nya, mencintai apa yang dibenci-Nya dan membenci apa yang dicintai oleh-Nya, menyifati diri-Nya dnegan sesuatu yang tak layak untuk-Nya dalam Dzat, Sifat, firman dan perbuatan-Nya.
Berbicara terhadap Allah tanpa ilmu adalah sumber kesyirikan dan kekufuran. Dia juga menjadi sebab dari semua bentuk perbuatan bid’ah dan kesesatan. Setiap perkara bid’ah yang sesat dalam agama, asasnya adalah berkata terhadap Allah tanpa ilmu.
Firman Allah Ta’ala yang menyebutkan ancaman terhadap perbuatan dusta atas hukum-hukum Allah,
وَلَا تَقُولُوا لِمَا تَصِفُ أَلْسِنَتُكُمُ الْكَذِبَ هَذَا حَلَالٌ وَهَذَا حَرَامٌ لِتَفْتَرُوا عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ إِنَّ الَّذِينَ يَفْتَرُونَ عَلَى اللَّهِ الْكَذِبَ لَا يُفْلِحُونَ مَتَاعٌ قَلِيلٌ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidahmu secara dusta "Ini halal dan ini haram", untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung. (Itu adalah) kesenangan yang sedikit; dan bagi mereka azab yang pedih.” (QS. Al-Nahl: 116-117)
Dalam ayat di atas, Allah Subhanahu Wa Ta'ala menyampaikan kepada mereka ancaman berdusta atas Allah dalam hukum-Nya dan ucapan mereka terhadap perkara yang tidak diharamkannya: ini haram; dan terhadap perkara yang tidak dihalalkannya: ini halal. Ini adalah penjelasan dari Allah Subhanahu Wa Ta'ala, seorang hamba tidak boleh mengucapkan: ini halal dan ini haram kecuali dengan ilmu bahwa Allah Subhanahu Wa Ta'ala telah menghalalkan dan mengharamkannya. (I’lam al-Muwaqqi’in: I/38)
Sebagian ulama salaf berkata: Hendaknya salah seorang kalian takut mengatakan: Allah telah menghalalkan ini dan mengharamkan itu, lalu Allah berkata kepadanya: kamu dusta, Aku tidak halalkan ini dan tidak haramkan itu. Seseorang tidak boleh mengatakan terhadap perkara yang tidak ia ketahui keterangan wahyu yang jelas akan kehalalan dan keharamannya, Allah telah menghalalkannya dan Allah telah mengharamkannya karena hanya taqlid atau takwil.
Penutup
Bahasan ini merupakan peringatan atas tokoh dan pentolan umat agar tidak sembrono (ngawur) saat berbicara tentang Allah, Rasul-Nya dan agama-Nya. Hendaknya ia benar-benar bertakwa kepada Allah dalam menyampaikan ajaran Islam dan menjelaskan hukum-hukumnya. Janganlah kepentingan duniawi dan materi menjadikannya berani berbicara mengada-ngada tentang Allah dan agama-Nya. Jika tidak, maka Allah siapkan siksa yang sangat dahsyat di akhirat. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]