Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Menurut keyakinan Jahiliyah, gerhana matahari terjadi berkaitan dengan lahirnya seorang tokoh, sembuh dari penyakitnya, atau wafatnya.. Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam mengingkari mitos (keyakinan mistik) tersebut. Beliau menjelaskan hikmah ilahiyahnya bahwa gerhana semata-mata terjadi karena kehendak Allah untuk menunjukkan kebesaran dan kekuasaan-Nya; dan untuk menakut-nakuti hamba-Nya.
Diriwayatkan dari hadits Abu Mas’ud al-Anshari, ia berkata: "Terjadi gerhana matahari pada zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bertepatan dengan meninggalnya Ibrahim (putra beliau). Lalu orang-orang berkata, "Terjadinya gerhana matahari karena kematian Ibrahim." Kemudian Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
إِنَّ اَلشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اَللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ, فَإِذَا رَأَيْتُمُوهُمَا, فَادْعُوا اَللَّهَ وَصَلُّوا, حَتَّى تَنْكَشِفَ
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Maka jika kalian melihatnya bersegeralah berdoa kepada Allah dan shalat sehingga kembali terang." (Muttafaq 'alaih)
Para ulama menjelaskan tentang hikmah sabda Nabi di atas, bahwa sebagian kaum jahiliyah yang sesat mengagungkan matahari dan bulan. Lalu beliau menerangkan, keduanya merupakan dua tanda kebesaran Allah Ta'ala dan dua makhluk-Nya yang tak punya kuasa berbuat apa-apa. Tetapi keduanya sebagaimana makhluk lainnya, memiliki kekurangan dan bisa berubah seperti yang lain. Sebagian orang sesat dari kalangan ahli nujum dan selainnya berkata, tidak terjadi gerhana matahari dan bulan kecuali karena kematian orang besar atau semisalnya. Kemudian Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam menjelaskan bahwa perkataan mereka ini adalah batil sehingga tidak boleh diyakini. Begitu juga saat terjadinya gerhana yang bebarengan dengan meninggalnya Ibrahim, putra Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam. (Lihat: Syarah Muslim li Al-Nawawi)
Dalam redaksi lain,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُفَإِذَا رَأَيْتُمْ مِنْهَا شَيْئًا فَافْزَعُوا إِلَى ذِكْرِهِ وَدُعَائِهِ وَاسْتِغْفَارِهِ
"Sesungguhnya matahari dan bulan adalah dua tanda di antara tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak mengalami gerhana karena kematian seseorang dan tidak pula karena hidupnya seseorang. Tapi, Allah Ta'ala menakut-nakuti hamba-Nya dengangerhana itu.Apabila kalian menyaksikan gerhana, bersegeralah berzikir kepada Allah, berdoa dan mohon ampun kepada-Nya" (HR. Bukhari dan Muslim)
Tidaklah Allah menakut-nakuti hamba kecuali karena kemaksiatan yang mereka kerjakan. Berarti, gerhana ini sebagai sinyal awal akan turunnya adzab dari Allah. Karenanya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam memerintahkan melakukan amalan-amalan yang bisa menghilangkan rasa takut dan mencegah turunnya musibah, yaitu beristighfar, berdzikir, bertakbir, berdoa, bershadaqah, membebaskan budak, dan shalat gerhana. [Baca: Gerhana Matahari Sinyal Datangnya Adzab]
Bagi kaum muslimin yang menyaksikan kejadian gerhana tidak boleh bersikap acuh tak acuh terhadapnya. Dan terus menerus menyibukkan dirinya dengan perdagangan masing-masing, tenggelam dalam permainan, atau sibuk dengan ladangnya. Justru inilah yang dikhawatirkan menjadi penyebab turunnya adzab dengan terjadinya gerhana, sebagaimana yang telah diperingatkan dalam hadits di atas. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]