Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Berdien, jangan cuma berteori dan klaim. Tidak setiap orang yang klaim dirinya shalih lalu ia mendapat nilai shalih di hadapan Allah sehingga ia memiliki burhan (bukti nyata) di hadapan Allah Ta’ala. Apalagi kalau perbuatannya buruk, maka setiap keburukan pasti akan dibalas dengan keburukan.
Berdien yang baik ditentukan pada keimanan dan amal-amal nyata. Yaitu ketundukan diri dan keiskhlasan untuk mengerjakan ketaatan dan amal shalih. Siapa yang sedikit amalnya tidak akan menjadi mulia hanya karena keturunannya, jabatannya, atau kekayaannya.
وَمَنْ يَعْمَلْ مِنَ الصَّالِحَاتِ مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَأُولَئِكَ يَدْخُلُونَ الْجَنَّةَ وَلَا يُظْلَمُونَ نَقِيرًا
"Barang siapa yang mengerjakan amal-amal saleh, baik laki-laki maupun wanita sedang ia orang yang beriman, maka mereka itu masuk ke dalam surga dan mereka tidak dianiaya walau sedikit pun." (QS. Al-Nisa': 124)
Karenanya, memperbanyak catatan hasanat (kebaikan-kebaikan) dan meninggalkan keburukan-keburukan adalah tugas utama seorang muslim di dunia. Sehingga kelak, timbangan kebaikannya mengalahkan timbangan keburukannya.
فَأَمَّا مَن ثَقُلَتْ مَوَازِينُهُ. فَهُوَ فِي عِيشَةٍ رَّاضِيَةٍ. وَأَمَّا مَنْ خَفَّتْ مَوَازِينُهُ. فَأُمُّهُ هَاوِيَةٌ. وَمَا أَدْرَاكَ مَا هِيَهْ. نَارٌ حَامِيَةٌ
“Dan adapun orang-orang yang berat timbangan (kebaikan) nya, maka dia berada dalam kehidupan yang memuaskan. Dan adapun orang-orang yang ringan timbangan (kebaikan) nya, maka tempat kembalinya adalah neraka Hawiyah. Dan tahukah kamu apakah neraka Hawiyah itu? (Yaitu) api yang sangat panas.” (QS. Al-Qari’ah: 6-11)
Karenanya, bagi muslim harus selalu berbekal dengan amal-amal shalih dan meningkatkan investasinya. Bersamaan dengan itu, ia juga wajib menghapuskan keburukan-keburukannya dan menolak setiap sebab yang membawanya ke sana.
Kondisi manusia sesudah kematian bervariasi dalam urusan kebaikan dan keburukan. Sebagian orang ada yang kebaikan habis, begitu juga keburukannya. Sebagian lagi keburukannya dan kebaikannya masih bertumpuk. Segolongan lain tidak lagi memiliki kebaikan, sedangkan keburukannya menggunung. Adapun golongan paling beruntung adalah golongan yang keburukan-keburukannya tak tersisa, sementara kebaikannya terus mengalir deras kepadanya.
Imam Abu Hamid Al-Ghazali Rahimahullah berkata,
طوبى لمن إذا مات ماتت معه ذنوبه، والويل الطويل لمن يموت وتبقى ذنوبه مائة سنة ومائتي سنة أو أكثر يعذب بها في قبره ويسئل عنها إلى آخر انقراضها
“Keberuntungan bagi siapa yang saat mati maka mati pula dosa-dosanya. Kecelakaan panjang bagi siapa yang mati sementara dosa-dosanya masih bercokol selama 100 tahun, 200 tahun, atau lebih. Ia disiksa dikuburnya karena sebab dosa-dosanya itu dan ditanya tentangnya sampai akhir masanya.” (Ihya’ Ulumid Dien: 2/74)
Maksud mati dosa adalah terhapusnya kesalahan dan diampuni dosa. Sehingga tak ada kiriman dosa kepadanya sesudah kematiannya. Karena dirinya tidak meninggalkan warisan perbuatan buruk yang dilanjutkan selainnya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَنْ دَعَا إِلَى هُدًى، كَانَ لَهُ مِنَ الْأَجْرِ مِثْلُ أُجُورِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ أُجُورِهِمْ شَيْئًا، وَمَنْ دَعَا إِلَى ضَلَالَةٍ، كَانَ عَلَيْهِ مِنَ الْإِثْمِ مِثْلُ آثَامِ مَنْ تَبِعَهُ، لَا يَنْقُصُ ذَلِكَ مِنْ آثَامِهِمْ شَيْئًا
“Siapa yang menyeru kepada petunjuk, ia mendapatkan pahala sebagaimana pahala orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari pahala mereka. siapa yang mengajak kepada kesesatan, ia mendapatkan dosa sebagaimana dosa orang-orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun dari dosa-dosa mereka.” (HR. Muslim)
Seorang muslim yang terjerumus kepada maksiat dan yakin konsekuensi perbuatan buruknya, janganlah ia menyebarkan dosa-dosa kepada selainnya dan berandil dalam perbuatan jelek yang terus dikerjakan. Jangan menyebarkan penyimpangan-penyimpangan syariat dan mengampanyekannya. Segera ia bertaubat kepada Allah dari keburukan yang telah dilakukannya dan tidak ikut andil dalam perbuatan yang menyebabkan dirinya memikul dosa-dosa yang dikerjakan orang lain, sehingga catatan keburukan terus tertoreh di lembaran catatan amalnya padahal ia sudah terbaring di kuburnya. [Baca: Dosa Besar Penyebar Tontonan Porno]
Dari Anas bin Malik Radhiyallahu 'Anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
سَبعٌ يَجرِي لِلعَبدِ أَجرُهُنَّ وَهُوَ فِي قَبرِهِ بَعدَ مَوتِهِ مَن عَلَّمَ عِلْماً أَو أَجرَى نَهراً أو حَفَرَ بِئراً أَو غَرَسَ نَخلاً أَو بَنَى مَسجِداً أَو وَرَّثَ مُصحَفاً أَو تَرَكَ وَلَداً يَستَغفِرُ لَهُ بَعدَ مَوتِهِ
“Ada tujuh hal yang pahalanya akan tetap mengalir bagi seorang hamba padahal dia sudah terbaring dalam kuburnya setelah wafatnya (yaitu): Orang yang mengajarkan ilmu, mengalirkan sungai, menggali sumur, menanamkan kurma, membangun masjid, mewariskan mushaf atau meninggalkan anak yang memohonkan ampun buatnya setelah dia meninggal.” (HR. Al-Bazzar, dinilai hasan oleh syaikh al-Albani dalam Shahih al-Jami’)
Bagi seorang muslim yang berharap ridha Allah dan kenikmatan jannatun naim, ia harus memanfaatkan kesempatan untuk meninggalkan warisan dan kekayaan perbuatan baik yang akan terus mengalir pahalanya. Sehingga ia mendapat manfaat darinya sejak masih hidup sampai ketika sudah meninggal.
Sumber amal kebaikan yang terus mengalir pahalanya sangat banyak, seperti ikut serta dalam pembangunan masjid, membangun asrama yatim piatu, mewakafkan mushaf di masjid-masjid, menyebarkan ilmu syar’i yang bermanfaat, mendidik anak dengan pendidikan yang baik, menularkan amal kebaikan yang terus dikerjakan kepada saudara muslim yang lain, memotifasi dan bekerjasama dengan mereka untuk ikut serta dalam proyek kebaikan sesuai kadar kemampuan.
Semoga Allah meridhai setiap niatan baik kita dan memberi taufiq untuk menjalankan apa yang diridhai-Nya. Amiin. [PurWD/voa-islam.com]