Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Iman kepada hari akhir adalah rukun iman kelima dari enam rukunnya. Dinamakan hari akhir karena tidak ada hari sesudahnya di mana ahli surga berada di tempat tinggalnya dan ahli neraka sudah berada di tempat tinggalnya.
Syaikh Utsaimin Rahimahullah dalam Syarh Tsalatsatul Ushul menyebutkan 3 bagian terpenting dari iman kepada hari akhir ini.
Pertama, iman kepada kebangkitan. Yaitu dihidupkannya kembali manusia dari kematian mereka saat ditiupnya sangkalala kedua (sebagian ulama lain mengatakan setelah tiupan sangkakala ketiga,-penl-). Semua manusia bangun menuju kepada Allah, Rabb semesta alam dalam kondisi tak berpakaian, tak bersandal, dan tak berkhitan. Sebagaimana firman Allah Ta’ala,
كَمَا بَدَأْنَا أَوَّلَ خَلْقٍ نُعِيدُهُ وَعْدًا عَلَيْنَا إِنَّا كُنَّا فَاعِلِينَ
“Sebagaimana Kami telah memulai penciptaan pertama begitulah Kami akan mengulanginya. Itulah suatu janji yang pasti Kami tepati; sesungguhnya Kami lah yang akan melaksanakannya.” (QS. Al-Anbiya’: 104)
Kebenaran kebangkitan ini telah ditunjukkan oleh Al-Qur'an, sunnah, dan ijma’.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
ثُمَّ إِنَّكُمْ بَعْدَ ذَلِكَ لَمَيِّتُونَ ثُمَّ إِنَّكُمْ يَوْمَ الْقِيَامَةِ تُبْعَثُونَ
“Kemudian, sesudah itu, sesungguhnya kamu sekalian benar-benar akan mati. Kemudian, sesungguhnya kamu sekalian akan dibangkitkan (dari kuburmu) di hari kiamat.” (QS. Al-Mukminun: 15-16)
Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “Manusia dikumpulkan di hari kiamat dalam kondisi tanpa alas kaki dan tidak berkhitan.” (Muttafaq ‘Alaih)
Umat Islam telah berijma’ (sepakat) akan adanya hari kebangkitan itu. Hari berbangkitnya seluruh manusia untuk menerima balasan dari setiap kewajiban yang dibebankan kepada mereka melalui lisan para rasul merupakan konsekuensi dan hikmah dijadikannya tempat kembali bagi mereka.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
أَفَحَسِبْتُمْ أَنَّمَا خَلَقْنَاكُمْ عَبَثًا وَأَنَّكُمْ إِلَيْنَا لَا تُرْجَعُونَ
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mukminun: 115)
Kedua, Iman kepada hisab dan jaza’. Yaitu amal-amal hamba akan dihitung dan diberi balasan yang sesuai. Al-Qur'an, Sunnah, dan Ijma’ mengukuhkan keberadaannya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ إِلَيْنَا إِيَابَهُمْ ثُمَّ إِنَّ عَلَيْنَا حِسَابَهُمْ
“Sesungguhnya kepada Kami-lah kembali mereka, kemudian sesungguhnya kewajiban Kami-lah menghisab mereka.” (QS. Al-Ghasyiyah: 25-26)
مَنْ جَاءَ بِالْحَسَنَةِ فَلَهُ عَشْرُ أَمْثَالِهَا وَمَنْ جَاءَ بِالسَّيِّئَةِ فَلَا يُجْزَى إِلَّا مِثْلَهَا وَهُمْ لَا يُظْلَمُونَ
“Barang siapa membawa amal yang baik maka baginya (pahala) sepuluh kali lipat amalnya; dan barang siapa yang membawa perbuatan yang jahat maka dia tidak diberi pembalasan melainkan seimbang dengan kejahatannya, sedang mereka sedikit pun tidak dianiaya (dirugikan).” (QS. Al-An’am: 160)
وَنَضَعُ الْمَوَازِينَ الْقِسْطَ لِيَوْمِ الْقِيَامَةِ فَلَا تُظْلَمُ نَفْسٌ شَيْئًا وَإِنْ كَانَ مِثْقَالَ حَبَّةٍ مِنْ خَرْدَلٍ أَتَيْنَا بِهَا وَكَفَى بِنَا حَاسِبِينَ
“Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat, maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikit pun. Dan jika (amalan itu) hanya seberat biji sawi pun pasti Kami mendatangkan (pahala) nya. Dan cukuplah Kami sebagai Pembuat perhitungan.” (QS. Al-Anbiya’: 47)
Diriwayatan dari Ibnu Umar Radhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda,
يُدْنَى الْمُؤْمِنُ يَوْمَ الْقِيَامَةِ مِنْ رَبِّهِ عَزَّ وَجَلَّ حَتَّى يَضَعَ عَلَيْهِ كَنَفَهُ فَيُقَرِّرُهُ بِذُنُوبِهِ فَيَقُولُ هَلْ تَعْرِفُ فَيَقُولُ أَيْ رَبِّ أَعْرِفُ قَالَ فَإِنِّي قَدْ سَتَرْتُهَا عَلَيْكَ فِي الدُّنْيَا وَإِنِّي أَغْفِرُهَا لَكَ الْيَوْمَ فَيُعْطَى صَحِيفَةَ حَسَنَاتِهِ وَأَمَّا الْكُفَّارُ وَالْمُنَافِقُونَ فَيُنَادَى بِهِمْ عَلَى رُءُوسِ الْخَلَائِقِ هَؤُلَاءِ الَّذِينَ كَذَبُوا عَلَى اللَّهِ
"Pada hari kiamat seorang mukmin didekatkan kepada Rabbnya 'Azza wa Jalla, hingga diletakkan kepadanya ma`af-Nya, lalu dia mengakui dosa-dosanya. Allah berfirman: 'apakah engkau mengakuinya?' Mukmin itu berkata: 'Ya Rabb, aku mengakui.' Allah berfirman: 'Aku sudah menutupinya untukmu di dunia dan pada hari ini Aku telah mengampuninya'. Maka diberikanlah lembaran kebaikannya. Sedangkan orang-orang kafir dan munafiq akan diseru di hadapan para makhluk: 'hai mereka yang mendustakan Allah'.” (Muttafaq ‘Alaih)
Kaum muslimin sepakat adanya hisab dan balasan amal. Ini adalah tuntutan hikmah Allah turunkan kitab-kitab, utus para rasul, dan mewajibkan para hamba menerima syariat yang dibawa para rasul dan mengamamalkannya.
Jika ternyata tidak ada hisab dan balasan amal maka semua itu hanyalah main-main dan perintah yang tak berguna. Dan Mahasuci Allah dari semua itu.
Hisab dan balasan amal : tuntutan hikmah Allah turunkan kitab-kitab, utus para rasul, dan mewajibkan para hamba menerima syariat yang dibawa para rasul dan mengamamalkannya
Ketiga, iman kepada surga dan neraka. Keduanya adalah tempat tinggal abadi bagi manusia di akhirat. Surga adalah negeri penuh kenikmatan yang Allah sediakan bagi orang-orang beriman dan bertakwa. Yaitu mereka yang beriman kepada kewajiban iman kepada-Nya, mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya, ikhlas ibadah kepada Allah dan mengikuti syariat rasul-Nya.
Kenikmatan surga tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar telinga, dan dibayangkan manusia; siapapun itu.
فَلَا تَعْلَمُ نَفْسٌ مَا أُخْفِيَ لَهُمْ مِنْ قُرَّةِ أَعْيُنٍ جَزَاءً بِمَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Seorang pun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam nikmat) yang menyedapkan pandangan mata sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-Sajdah: 17)
Sementara neraka, adalah tempat tinggal berbagai siksaan yang telah Allah sediakan bagi orang-orang kafir lagi dzalim. Yaitu mereka yang kufur kepada Allah dan mendurhakai Rasul-Nya. Di dalam neraka itu terdapat berbagai macam bentuk adzab dan siksa yang bentuknya tak pernah terlintas di benak manusia.
فَاتَّقُوا النَّارَ الَّتِي وَقُودُهَا النَّاسُ وَالْحِجَارَةُ أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Peliharalah dirimu dari neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS. Al-Baqarah: 24)
إِنَّا أَعْتَدْنَا لِلظَّالِمِينَ نَارًا أَحَاطَ بِهِمْ سُرَادِقُهَا وَإِنْ يَسْتَغِيثُوا يُغَاثُوا بِمَاءٍ كَالْمُهْلِ يَشْوِي الْوُجُوهَ بِئْسَ الشَّرَابُ وَسَاءَتْ مُرْتَفَقًا
“Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang-orang lalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka. Dan jika mereka meminta minum, niscaya mereka akan diberi minum dengan air seperti besi yang mendidih yang menghanguskan muka. Itulah minuman yang paling buruk dan tempat istirahat yang paling jelek.” (QS. Al-Kahfi: 29) dan masih banyak ayat-ayat lain dan hadits-hadits shahih yang lebih ngeri menjelaskan dahsyatnya siksa di neraka.
Bagian keimanan kepada hari akhir bukan terpaku pada tiga yang telah disebutkan ini. Setiap kejadian sesudah kematian juga masih bagian darinya; di antaranya: iman kepada fitnah kubur (pertanyaan kepada mayit sesudah dikuburkan), nikmat dan adzab kubur.
Peristiwa hancurnya alam semesta dan matinya semua makhluk setelah ditiupnya sangkakala oleh Israfil juga wajib diimani yang menjadi bagian darinya. Begitu juga peristiwa-peristiwa besar yang dikabarkan Al-Qur'an dan sunnah menjelang hari kehancuran tersebut, yang dikenal dengan Asyratus Sa’ah, wajib diimani. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam]