Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan anak-anaknya.
Dalam menjalankan pendidikan kepada anak agar menjadi hamba Allah yang shalih dan sesuai harapan orang tua, sering orang tua terpaku pada kepada sebab-sebab materi yang dzahir semata. Dipilihkan sekolahan Islam terpadu, dikontrol jam belajar malam, dipenuhi jenis buku, disuruh shalat tepat waktu, dan semisalnya. Tidak sedikit orang tua lupa sebab non-material yang kasat mata -boleh jadi memiliki pengaruh lebih besar kepada keshalihan dan kesuksesan anak-; seperti doa, menjaga ibadah, dermawan, usaha halal, amanat, birrul walidain, dan jenis keshalihan lainnya.
Al-Qur'an telah menyebutkan faktor penting untuk anak dan sebab sukses anak; yaitu keshalihan orang tua. Keberkahan amal shalih orang tua akan menurunkan kebaikan kepada anak-anaknya. Kedekatan orang tua kepada Allah memiliki pengaruh kuat untuk kebaikan anak.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
وَأَمَّا الْجِدَارُ فَكَانَ لِغُلَامَيْنِ يَتِيمَيْنِ فِي الْمَدِينَةِ وَكَانَ تَحْتَهُ كَنْزٌ لَهُمَا وَكَانَ أَبُوهُمَا صَالِحًا فَأَرَادَ رَبُّكَ أَنْ يَبْلُغَا أَشُدَّهُمَا وَيَسْتَخْرِجَا كَنْزَهُمَا رَحْمَةً مِنْ رَبِّكَ وَمَا فَعَلْتُهُ عَنْ أَمْرِي ذَلِكَ تَأْوِيلُ مَا لَمْ تَسْطِعْ عَلَيْهِ صَبْرًا
“Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.” (QS. Al-Kahfi: 82)
Allah perintahkan kepada Hidzir untuk memperbaiki bangunan rumah yang hampir roboh itu dengan tujuan agar harta simpanan 2 orang anak yatim itu terjaga. Sebabnya, karena kesalihan bapak mereka. “sedang ayahnya adalah seorang yang shaleh.”
Keterangan dari Sa’id bin Jubair Rahimahullah, bahwa orang tua mereka selalu menunaikan amanat dan titipan kepada pemiliknya. Kemudian Allah Ta’ala menjaga harta simpanannya sehingga ditemukan kedua anaknya lalu keduanya mengambilnya.
Imam Ibnu Katsir Rahimahullah berkata tentang ayat ini,
فيه دليل على أن الرجل الصالح يحفظ في ذريته، وتشمل بركة عبادته لهم في الدنيا والآخرة، بشفاعته فيهم ورفع درجتهم إلى أعلى درجة في الجنة لتقر عينه بهم، كما جاء في القرآن ووردت السنة به
“Di dalamnya ada dalil bahwa laki-laki yang shalih akan dijaga keturunannya. Ini mencakup keberkahan ibadahnya untuk anak turunnya di dunia dan akhirat dengan syafaatnya untuk mereka, diangkat derajat mereka ke tingkatan lebih tinggi di surga agar gembira melihat mereka; sebagaimana diterangkan di Al-Qur'an dan disebutkan Sunnah.”
Ibnu Katsir menukil perkataan Sa’id bin Jubair, dari Ibnu Abbas Radhiyallahu 'Anhum, bahwa keduanya dijaga karena sebab keshalihan bapak mereka. Al-Qur'an tidak menyebutkan kesalihan keduanya. Ada keterangan bahwa bapak yang dimaksud adalah bapak yang ketujuh.
Muhammad bin al-Munkadir Rahimahullah berkata,
إن الله يحفظ بصلاح العبد ولده وولد ولده وعترته وعشيرته وأهل دويرات حوله، فلا يزالون في حفظ الله ما دام فيهم
“Sesungguhnya Allah, dengan sebab kesalihan seorang hamba, akan menjaga kebaikan anaknya, cucunya, keturunannya, dan keluarga besarnya, serta keluarga di sekitar rumahnya. Mereka senantiasa dijaga Allah selama hamba itu ada di tengah-tengah mereka.”
Di kitab ‘Aunul Ma’bud disebutkan, pengaruh keshalihan orang tua akan menurun kepada keturunannya. Dampak kesalihan menurun sampai ke anak tujuh turunan karena sebab kesalihan bapak mereka.
Para orang tua harus sadar bahwa perilaku mereka sekarang ini akan memiliki dampak kepada keturuannya di dunia dan akhirat. Sehingga ia mengusahakan terbaik untuk kemaslahatan keturunannya dengan memperbaiki kedekatan kepada Allah dan senantiasa bertakwa kepada-Nya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman tentang balasan untuk orang istiqomah di jalan-Nya,
إِنَّ الَّذِينَ قَالُوا رَبُّنَا اللَّهُ ثُمَّ اسْتَقَامُوا تَتَنَزَّلُ عَلَيْهِمُ الْمَلَائِكَةُ أَلَّا تَخَافُوا وَلَا تَحْزَنُوا
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih.” (QS. Fushshilat: 30)
Imam Ibnu Katsir menerangkan tentang makna “dan janganlah kamu merasa sedih”,
على ما خلفتموه من أمر الدنيا، من ولد وأهل، ومال أو دين، فإنا نخلفكم فيه
“Atas apa yang kamu tinggalkan dari urusan dunia; berupa anak, keluarga, harta, dan hutang. Kami yang akan menjaga mereka di dunia.”
Saat menjelaskan QS. Al-Thur:21, Imam Ibnu Katsir mengambil satu kesimpulan,
هذا فضله تعالى على الأبناء ببركة عمل الآباء، وأما فضله على الآباء ببركة دعاء الأبناء
“Ini karunia Allah Ta’ala kepada anak dengan keberkahan amal bapak. Adapun karunia Allah kepada bapak adalah dengan sebab keberkahan doa anak.”
Sa’id bin Musayyib Rahimahullah sangat menyadari hakikat ini sehingga beliau berkata,
إني لأصلي فأذكر ولدي فأزيد في صلاتي
“Sesungguhnya saat aku shalat lalu aku ingat anakku sehingga aku tambah shalatku.”
Dengan amal shalih itu beliau berharap sampai ke tingkatan orang-orang shalih. Lalu dengan kesalihannya itu, beliau berharap, keturunan beliau sepeninggalnya menjadi orang shalih.
Kesalihan Anak untuk Orang Tua
Dalam perkataan Ibnu Katsir di atas, Allah siapakan karunia dan pemberian berharga untuk para orang tua shalih yang memiliki anak shalih dengan doa dan istighfar anakanak tersebut untuk dirinya.
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda, “sesunngguhnya Allah akan mengangkat derajat seorang hamba shalih di surga. Lalu hamba tadi bertanya: Wahai Rabbku, darimana aku dapatkan semua ini? Lalu Allah jawab: dengan sebab istighfar anakmu untukmu.” (HR. Ahmad)
Di hadits Muslim disebutkan, ada tiga pahala amal seseorang yang akan terus mengalir kepadanya setelah kematiannya. Salah satunya, anak shalih yang senantiasa mendoakannya. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]