Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-,keluarga dan para sahabatnya.
Ada seorang wanita mengeluhkan nasibnya yang dirundung ujian hidup. Ia menjalani hidup saat masih gadis penuh riang gembira. Ia mengaku senantiasa menjaga shalat, puasa, dan juga menutup auratnya. Namun setelah menikah, berbagai kesulitan menghampiri. Satu problem segera diikuti problem lainnya. Ujian demi ujian silih berganti. Hutang menumpuk dan sulit terbayarkan.
Islam Nikmat Teragung
Sesungguhnya Islam adalah nikmat teragung yang Allah berikan kepada seorang hamba. Allah hanya berikan nikmat ini kepada hamba yang dicintai-Nya. Berbeda dengan nikmat harta dan dunia; Allah berikan kepada siapa yang dicintai dan dibenci oleh-Nya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
وَإِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ يُعْطِي الدُّنْيَا مَنْ يُحِبُّ وَمَنْ لا يُحِبُّ وَلا يُعْطِي الدِّينَ إِلا لِمَنْ أَحَبَّ فَمَنْ أَعْطَاهُ اللَّهُ الدِّينَ فَقَدْ أَحَبَّهُ
“Sesungguhnya Allah ‘Azza wa Jalla memberikan nikmat dunia kepada orang yang Dia cintai dan yang tidak Dia cintai. Allah tidak memberikan nikmat dien kecuali kepada orang Dia cintai. Siapa yang Allah beri Dien (Islam) sungguh Allah telah mencintainya.” (HR. Ahmad dan dishahihkan Syaikh Al-Albani di Al-Shahihah, no. 714)
Berdasarkan hadits ini, wanita tadi harus bersyukur kepada Allah dan tetap memuji-Nya atas nikmat yang agung ini; istiqomah di atas Islam. Adapun bala’ dan musibah menjadi karaktristik yang menyatu dengan kehiduppan dunia. Karena dunia adalah tempat ujian dan cobaan.
وَنَبْلُوكُمْ بِالشَّرِّ وَالْخَيْرِ فِتْنَةً وَإِلَيْنَا تُرْجَعُونَ
“Dan pasti Kami akan uji kalian dengan keburukan dan kebaikan. dan kepada Kamilah kalian dikembalikan.” (QS. Al-Anbiya’: 35)
Sikap seorang muslim di hadapan musibah adalah harus yakin bahwa Allah tidak mentakdirkan musibah itu untuknya kecuali sesuai kemampuannya dan ada kebaikan yang disiapkan baginya.
Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam pernah bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لأَحَدٍ إِلاَّ لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ
"Sungguh menakjubkan urusan urusan seorang mukmin. Sesungguhnya seluruh urusannya adalah baik; ?dan itu tidak dimiliki kecuali orang mukmin. Jika ia mendapat kelapangan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Jika mendapat kesulitan/kesusahan, ia bersyukur, maka itu baik baginya." (HR. Muslim, dari hadits Shuhaib bin Sinan Radhiyallahu 'Anhu)
Maka berbagai kesulitan dan musibah yang telah disebutkan wanita tadi termasuk bagian dari ibtila’ (ujian) yang tidak dikehendaki setiap orang. Maka wanita muslmah tadi harus bersabar dan yakin semua cobaan itu dari Allah untuk kebaikan yang disiapkan baginya.
Istiqomah Bukan Sumber Musibah
Wajib diyakini, istiqomah terhadap perintah Allah bukan sebab datangnya musibah. Al-Qur'an dan sunnah mengabarkan bahwa istiqomah adalah sebab kebahagiaan; bukan sebaliknya.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
مَنْ عَمِلَ صَالِحًا مِنْ ذَكَرٍ أَوْ أُنْثَى وَهُوَ مُؤْمِنٌ فَلَنُحْيِيَنَّهُ حَيَاةً طَيِّبَةً وَلَنَجْزِيَنَّهُمْ أَجْرَهُمْ بِأَحْسَنِ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
"Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. Al-Nahl: 97)
Sebaliknya, berpaling dari Allah dan meninggalkan perintah-Nya menjadi sumber berbagai kesulitan dan bencana.
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُو عَنْ كَثِيرٍ
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)." (QS. Al-Syuura: 30)
وَمَنْ أَعْرَضَ عَنْ ذِكْرِي فَإِنَّ لَهُ مَعِيشَةً ضَنْكًا
“Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thaahaa: 124)
Iman dan istiqomah menjadi sebab hakiki kebahagiaan di dunia dan akhirat. Sedangkan ingkar dan melalaikan Allah adalah sebab kesengsaraan di dunia dan akhirat.
Kebahagiaan yang hakiki berada di dalam hati. Ini akan tetap bersemayam dalam hati seorang mukmin saat berbagai musibah menyapa dirinya. Ini tidak lepas dari husnudzan kepada Allah dan yakin kepada hikmah di balik musibah itu berupa ampunan dosa dan kesempatan meraih pahala besar melalui sabar.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُمْ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas.” (QS. Al-Zumar: 10)
Dari Abu Sa'id dan Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhuma, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَا يُصيبُ المُسْلِمَ مِنْ نَصَبٍ ، وَلاَ وَصَبٍ، وَلاَ هَمٍّ ، وَلاَ حَزَنٍ ، وَلاَ أذَىً ، وَلاَ غَمٍّ ، حَتَّى الشَّوكَةُ يُشَاكُهَا إلاَّ كَفَّرَ اللهُ بِهَا مِنْ خَطَاياهُ
"Tidak ada sesuatu yang menimpa seorang muslim berupa rasa capek, sakit, cemas, sedih, gangguan, dan rasa susah; sampaipun duri yang mengenainya kecuali Allah akan menjadikannya sebagai kafarah (penghapus) dari kesalahan-kesalahannya." (HR. al-Bukhari dan muslim)
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'Anhu, berkata: Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam bersabda,
مَا يَزَالُ البَلاَءُ بالمُؤمِنِ وَالمُؤْمِنَةِ في نفسِهِ ووَلَدِهِ وَمَالِهِ حَتَّى يَلْقَى الله تَعَالَى وَمَا عَلَيهِ خَطِيئَةٌ
"Tidaklah seorang mukmin dan mukminan tertimpa musibah pada dirinya, anaknya dan hartanya sehingga ia berjumpa Allah Ta'ala tidak membawa satu kesalahanpun." (HR. Al-Tirmidzi. Beliau berkata: hadits hasan shahih)
Karenanya, hendaknya wanita tadi dan setiap kita yang mendapat musibah agar sungguh-sungguh menundukkan jiwa untuk bersabar dan menjauhkan prasangka buruk kepada Allah dari hati ini. Jangan sampai prasangka-prasangka buruk –seperti di atas- membuat lemah istiqomah.
Berdoa kepada Allah menjadi salah satu unsur penguat sabar dan tetap istiqomah. Di antaranya adalah doa Nabi Ayyub ‘Alaihis Salam saat mendapat ujian berat,
أَنِّي مَسَّنِيَ الضُّرُّ وَأَنْتَ أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ
“(Ya Tuhanku), sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (QS. Al-Anbiya’: 83)
Juga doa mantan tukang sihir Fir’aun saat akan dieksekusi karena keimanannya,
رَبَّنَا أَفْرِغْ عَلَيْنَا صَبْرًا وَتَوَفَّنَا مُسْلِمِينَ
“Ya Tuhan kami, limpahkanlah kesabaran kepada kami dan wafatkanlah kami dalam keadaan berserah diri (kepada-Mu).” (QS. Al-A’raf: 126)
Yakinlah dengan pengabulan doa-doa yang telah Anda panjatkan. Sesungguhnya Allah lebih penyayang daripada sayangnya seorang ibu kepada anak-anaknya.
Bentengi diri dengan dzikir-dzikir kepada Allah untuk menjauhkan dari bisikan dan godaan syetan. Dzikir-dzikir tadi bisa menjadi energi baru dalam menghadapi berbagai kesulitan dan cobaan.
Semoga Allah senantiasa melimpahkan kebaikan kepada kita dan menganugerahkan kesabaran dalam menghadapi berbagai musibah. Wallahu a’lam. [purWD/voa-islam.com]