Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Setiap hamba –pada hakikatnya- sangat butuh kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Butuh kepada curahan kebaikan-Nya dan dihindarkan dari murka dan siksa-Nya. Sampaipun orang yang ingkar kepada Allah dan tak merasa butuh kepada-Nya -hakikatnya- tetap butuh kepada-Nya untuk kelangsungan hidupnya, tinggalnya di bumi Allah dan menghirup oksigen dari-Nya, serta mendapatkan kebutuhan pokoknya di dunia.
Allah Subhanahu Wa Ta'ala berfirman tentang hakikat ini,
يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَنْتُمُ الْفُقَرَاءُ إِلَى اللَّهِ وَاللَّهُ هُوَ الْغَنِيُّ الْحَمِيدُ إِنْ يَشَأْ يُذْهِبْكُمْ وَيَأْتِ بِخَلْقٍ جَدِيدٍ وَمَا ذَلِكَ عَلَى اللَّهِ بِعَزِيزٍ
“Hai manusia, kamulah yang butuh kepada Allah; dan Allah Dia-lah Yang Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) lagi Maha Terpuji. Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu). Dan yang demikian itu sekali-kali tidak sulit bagi Allah.” (QS. Faathir: 15-17)
Rasa butuh kepada Allah inilah yang patutnya menuntun hamba untuk tunduk dan patuh kepada-Nya; senantiasa mencari ridha-Nya dan menghindarkan dari kemurkaan-Nya. Karenanya, kita saksikan orang-orang yang sangat merasa butuh kepada Allah akan tetap menegakkan ibadah dan ketaatan kepada-Nya kendatipun saat sibuk di niaga, pekerjaan, dan bisnisnya.
Hamba yang merasa butuh kepada Allah akan merasa ringan meninggalkan kegembiraan kumpul bersama keluarga atau bermain bersama anak-anaknya untuk memenuhi panggilan Allah dan melaksanakan perintah-Nya. Kecintaan Allah akan lebih didahulukan daripada kesenangan diri dan nafsunya. Kemewahan dunia tak akan melalaikannya dari mencari ridha Rabbnya. Inilah hakikat hamba yang sadar kefakiran (rasa butuh)-nya kepada Allah ‘Azza wa Jalla.
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman,
رِجَالٌ لاَّ تُلْهِيهِمْ تِجَارَةٌ وَلا بَيْعٌ عَن ذِكْرِ اللَّهِ وَإقَامِ الصَلاةِ وَإيتَاءِ الزَّكَاةِ يَخَافُونَ يَوْمًا تَتَقَلَّبُ فِيهِ الْقُلُوبُ وَالأَبْصَارُلِيَجْزِيَهُمُ اللَّهُ أَحْسَنَ مَا عَمِلُوا وَيَزِيدَهُمْ مِنْ فَضْلِهِ وَاللَّهُ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
“Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan sembahyang, dan (dari) membayarkan zakat. Mereka takut kepada suatu hari yang (di hari itu) hati dan penglihatan menjadi guncang. (Mereka mengerjakan yang demikian itu) supaya Allah memberi balasan kepada mereka (dengan balasan) yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan, dan supaya Allah menambah karunia-Nya kepada mereka. Dan Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa batas.” (QS. Al-Nuur: 37-38)
Disebutkan dalam Shahihain tentang 7 orang yang mendapat naungan Allah di hari yang tiada naungan kecuali naungannya; salah satunya adalah,
وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ فِي الْمَسَاجِدِ
“Dan seseorang yang hatinya betul-betul terpaut dengan masjid.” Ini adalah orang yang senantiasa terhubung dengan Allah dan sedia untuk menjalankan perintah-Nya. Tak ada kesibukan yang mampu melalaikannya dari memenuhi perintah-Nya.
Disebutkan dalam hadits shahih dari ‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha, bahwasanya Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam biasa membantu pekerjaan istrinya. Apabila tiba waktu shalat segera beliau pergi menjalankan shalat.
Hamba yang merasa butuh kepada Allah dan tidak bisa lepas dari-Nya pasti akan senantiasa berdzikir (mengingat)-Nya. Puji-pujian kepada Allah dan sanjungan untuk-Nya dengan menyebut-nyebut Asma’-Nya yang Maha Indah dan sifat-sifat-Nya yang maha tinggi menjadi rutinitas tanpa henti dalam semua kondisi. Tilawah kitab-Nya akan terasa nikmat dikerjakan dan menjadi kebutuhan. Munajat kepada Allah menjadi moment membahagiakan dan menentramkan jiwanya.
Tidak lupa taubat dan istighfar dari dosa dan kesalahan menjadi rutinitas wajib karena takut terhadap murka dan hukuman-Nya. Tentu didasari kesadaran kelemahan diri dan seringnya terjerumus ke dalam maksiat dan kesalahan. [Baca: Istimewanya Doa-doa 'Pengakuan Dosa']
Allah Subahanahu wa Ta'ala berfirman tentang khasiat dzikr ini,
الَّذِينَ آمَنُوا وَتَطْمَئِنُّ قُلُوبُهُم بِذِكْرِ اللَّهِ أَلا بِذِكْرِ اللَّهِ تَطْمَئِنُّ الْقُلُوبُ
“(Yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka menjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Al-Ra’d: 28)
Allah ‘Azza wa Jalla menyifati ahlul iman dengan banyaknya dzikir,
إنَّ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ وَاخْتِلافِ اللَّيْلِ وَالنَّهَارِ لآيَاتٍ لأُوْلِي الأَلْبَابِالَّذِينَ يَذْكُرُونَ اللَّهَ قِيَامًا وَقُعُودًا وَعَلَى جُنُوبِهِمْ وَيَتَفَكَّرُونَ فِي خَلْقِ السَّمَوَاتِ وَالأَرْضِ رَبَّنَا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia. Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191)
أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الآخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لا يَعْلَمُونَ
“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadah di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.” (QS. Al-Zumar: 9)
Allah juga perintahkan orang-orang beriman saat berada dalam kondisi genting untuk banyak mengingat-Nya dan memohon pertolongan kepada-Nya,
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا لَقِيتُمْ فِئَةً فَاثْبُتُوا وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu memerangi pasukan (musuh), maka berteguh hatilah kamu dan sebutlah (nama) Allah sebanyak-banyaknya agar kamu beruntung.” (QS. Al-Anfal: 45)
Allah telah perintahkan Nabi-Nya agar senantiasa berdziir dan beristighfar,
فَاصْبِرْ إنَّ وَعْدَ اللَّهِ حَقٌّ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ بِالْعَشِيِّ وَالإبْكَارِ
“Maka bersabarlah kamu, karena sesungguhnya janji Allah itu benar, dan mohonlah ampunan untuk dosamu dan bertasbihlah seraya memuji Tuhanmu pada waktu petang dan pagi.” (QS. Ghafir: 55)
Karenanya, Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam beristighfar dan bertaubat kepada Allah dalam sehari lebih dari 70 kali. Diriwayat lain, beliau melakukannya sebanyak 100 kali. Dan beliau adalah hamba Allah yang tak pernah putus dari dzikrullah.
‘Aisyah Radhiyallahu 'Anha menuturkan,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَذْكُرُ اللَّهَ عَلَى كُلِّ أَحْيَانِهِ
“Nabi Shallallahu 'Alaihi Wasallam senantiasa berdzikir dalam setiap kesempatan waktunya.” (HR. Muslim)
Semua ini menjadi bukti bahwa senantiasa dzikir dan istighfar menjadi tanda Iftiqar Ilallaah (rasa butuh kepada Allah) - Subahanahu wa Ta'ala. Dalam semua aktifitas diawali dengan dzikrullah, disertai dengan dzikrullah, dan di akhiri dengan dzikrullah. Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]