Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Menyembelih hewan kurban pada hari-hari penyembelihan adalah salah satu ibadah yang paling utama dan ketaatan yang paling istimewa. Allah Subhanahu wa Ta'ala telah sandingkan dengan shalat di beberapa ayat Al-Qur’an untuk menunjukkan keutamannya.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
قُلْ إِنَّ صَلَاتِي وَنُسُكِي وَمَحْيَايَ وَمَمَاتِي لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ
“Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb semesta alam.” (Q.S. Al-An’am 162)
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
"Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah salat karena Tuhanmu dan berkurbanlah." (QS. Al-Kautsar: 1-2)
Shalat dan berkurban adalah dua amal yang mendekatkan diri kepada Allah. Adapun shalat adalah ibadah badan yang paling utama. Sementara berkurban (menyembelih hewan korban karena Allah) adalah seutama-utamanya ibadah dengan harta.
Syaikh Abdurrahman bin Nashir Al-Sa’di –rahimahullah-, menerangkan bahwa Allah khususkan dua ibadah ini karena keduanya adalah ibadah dan amal qurbah (mendekatkan diri) yang paling utama. Karena shalat mengandung ketundukan hati dan anggota badan kepada Allah, dan akan memindahkannya kepada seluruh amal ibadah. Sedangkan kurban, adalah taqarrub (amal mendekatkan diri) kepada Allah dengan hewan kurban yang paling baik yang dimilikinya. Kurban juga memaksa seseorang mengeluarkan harta yang sangat dicintai dan sayangi. Maka siapa yang bisa ikhlas dalam shalat dan kurbannya, pasti ia akan bisa ikhlas pada semua amalnya.
Selain sebagai bentuk taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah, kurban juga sebagai bentuk syukur kepada-Nya atas limpahan nikmat yang sangat banyak sepanjang satu tahun berupa panjang umur, kesehatan, sehat akal, terjaga agama, dan kelapangan rizki.
Rasa syukur akan menjadikan seseorang lebih ringan menjalankan ibadah tahunan ini. Karena syukur berangkat dari kesadaran atas banyaknya nikmat dan karunia Allah Subhanahu wa Ta'ala. Lebih-lebih, Allah janjikan tambahan nikmat bagi orang yang bersyukur kepada-Nya.
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ لَئِنْ شَكَرْتُمْ لَأَزِيدَنَّكُمْ
“Dan (ingatlah), tatkala Tuhanmu memaklumkan; "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu..”.” (QS. Ibrahim: 7)
Seorang salaf pernah mengatakan, “nikmat ‘ibarat’ hewan liar, maka ikatlah ia dengan syukur.”
Umar bin Abdul Aziz –rahimahullah- berkata, “ikatlah nikmat-nikmat Allah dengan bersyukur kepada-Nya.”
Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- berkata kepada laki-laki dari Hamadzan, “sesungguhnya nikmat itu berhubungan dengan syukur. Syukur itu terkait mazid (tambahan nikmat). Keduanya berada dalam satu ikatan. Bertambahnya nikmat tidak akan terputus sehingga terputus syukur dari hamba.” Wallahu A’lam. [PurWD/voa-islam.com]