Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Khusyu’ berarti merendah dan tunduk serta tidak enggan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala. Orang yang khusyu’ sangat takut kepada Allah dan merasakan keagungan-Nya saat beribadah di hadapan-Nya. Sadar diri, bahwa ia tidak ada apa-apanya di hadapan Allah dan sangat butuh kepada-Nya.
Para ulama sepakat bahwa tempat khusyu’ itu dalam hati. Pangkalnya ada pada kelembutan dan kelunakan hati, ketundukan dan ketenangan dalam ibadah kepada Allah, serta kepasrahan kepada-Nya. Bila hati demikian, semua organ dan anggota tubuh akan ikut khusyuk. Sebab, semua organ dan anggota tubuh itu mengikuti hati. Sehingga orang yang khusyu’ adalah orang yang tunduk tenang secara lahir dan batin kepada Allah.
Khusyu’ Iman dan Khusyu’ Kenifakan
Khusyu’ iman adalah khusyu’nya hati kepada Allah dengan pengagungan, penghormatan, pemuliaan, gentar dan malu. Dengan ini, hati tunduk di hadapan Allah karena rasa takut, malu, cinta, dan sopan. Ia mengakui banyak nikmat Allah yang tercurah dan dosa-dosanya yang telah ia kerjakan. Hati benar-benar menjadi khusyu’ yang diikuti anggota tubuh.
Sementara khusyu’ nifak (kemunafikan) terbatas pada lahiriyah saja karena dibuat-buat dan direkayasa. Sedangkan hatinya tidak khusyu’.
Sebagian sahabat pernah berdoa,
أعوذ بالله من خشوع النِّفاق
“Aku berlindung kepada Allah dari khusyu’ nifak.”
Ada orang bertanya kepadanya, “apa itu khusyu’ nifak?”
Beliau menjawab,
أن يُرى الجسد خاشعًا، والقلب غير خاشع
“Jasad terlihat khusyu’ namuna hati tidak khusyu’.”
Orang yang khusyu’ kepada Allah adalah hamba yang telah padam api syahwatnya dan asapnya lenyap dari dalam dadanya sehingga dada menjadi bersih lalu terpancar sinar pengagungan.
Orang yang khusyu’ kepada Allah adalah hamba yang telah padam kobaran hawa nafsunya, dan asapnya telah reda dari dadanya, sehingga dadanya telah bersih, dan cahaya keagungan telah terpancar di dalamnya.
Syahwat jiwa telah padam oleh rasa takut dan hormat kepada Dzat yang ditakuti (Allah). Anggota badan menjadi tenang dan hati menjadi tunduk serta tentram dalam ibadah dan berdzikir kepada Allah. Ia merasakan ketenangan yang turun dari Tuhannya sehingga menjadi betah dan gembira dalam pengabdian kepada Allah.
Tandanya, ia akan sujud kepada Allah dengan pengagungan, merendah, tunduk di hadapan Allah.
Berbeda dengan hati yang dipenuhi kenifakan, ia bersujud dengan merasa besar dan hebat. Tidak merasa rendah dan butuh kepada dzat yang disembahnya. Ia beribadah untuk kepuasan diri semata. Tidak ada pengagungan, rasa takut, merasa hina dan tidak ada apa-apanya di hadapan Tuhannya. Adapun anggota tubuhnya yang terlihat menunduk dan merendah hanyalah kepura-puraan dan untuk dilihat manusia.
Jiwa semacam ini selalu merasa muda dan perkasa dengan segudang keinginan hawa nafsu dan ambisi syahwati. Ia tunduk pada dzahirnya sementara batinnya seperti ular berbisa atau singa padang pasir yang merunduk untuk menunggu mangsanya. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]