Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan sala atas Rasulillah –Shallallahu 'Alaihi Wasallam-, keluarga dan para sahabatnya.
Al-Hafidz Ibnu Rajab rahimahullah dalam kitabnya “Jami’ al-Ulum wa al-Hikam” –di hadits ke 18- berkata, “dan pokok takwa adalah seorang hamba menjadikan antara dirinya dan apa yang ditakuti dan dikhawatirkannya wiqayah (penghalang) yang menghalanginya dari apa yang ditakutinya.”
Berarti seorang hamba yang bertakwa kepada Tuhannya akan membuat antara dirinya dan apa yang ia takutkan dari Tuhannya –kemarahan, kemurkaan, dan siksa-Nya- penghalang/pelindung yang akan menjaganya dari semua itu. Penghalang itu berupa mengerjakan ketaatan dan menjauhi kemaksiatan.
Syaikh Bin Bazz rahimahullah menjelaskan kesimpulan makna takwa, yaitu: takut kepada Allah dan merasa diawasi oleh-Nya serta mengagungkan-Nya. Caranya dengan mengerjakan perintah-perintah dan menjauhi larangan-larangan; melaksanakan perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan-larangan-Nya karena mengagungkan Allah dan takut kepada-Nya. Ikhlas untuk Allah dan jujur dalam beramal. Seperti inilah seorang yang bertakwa. Seperti inilah takwa.”
Dari penjelasan ini tergambar bahwa orang bertakwa tidak meninggalkan perintah dan tidak pula menerjang larangan. Artinya, ia tidak mengerjakan dosa. Dari sini muncul pertanyaan, apa iya, manusia bisa tidak berdosa sama sekali? Apakah orang bertakwa tidak lagi berdosa? Ketika terjerumus ke perbuatan dosa, apakah keluar dari golongan muttaqin?
Allah Subhanahu wa Ta'ala tidak menuntut orang bertakwa dengan kemaksuman atau tidak lagi berbuat dosa. Bahkan, Allah tetapkan bagian dosa dan maksiat atasnya. Karenanya, orang bertakwa terkadang masih berbuat dosa.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman,
إِنَّ الَّذِينَ اتَّقَوْا إِذَا مَسَّهُمْ طَائِفٌ مِنَ الشَّيْطَانِ تَذَكَّرُوا فَإِذَا هُمْ مُبْصِرُونَ
"Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa bila mereka ditimpa was-was dari setan, mereka ingat kepada Allah, maka ketika itu juga mereka melihat kesalahan-kesalahannya." (QS. Al-A'raf: 201)
Terjerumus ke dalam dosa tidak melenyapkan sifat ketakwaan sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta'ala tentang para muttaqin (orang-orang bertakwa):
وَسَارِعُوا إِلَى مَغْفِرَةٍ مِنْ رَبِّكُمْ وَجَنَّةٍ عَرْضُهَا السَّمَاوَاتُ وَالْأَرْضُ أُعِدَّتْ لِلْمُتَّقِينَ
“Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa.” Kemudian Allah sebutkan sifat-sifat mereka, di antaranya:
وَالَّذِينَ إِذَا فَعَلُوا فَاحِشَةً أَوْ ظَلَمُوا أَنْفُسَهُمْ ذَكَرُوا اللَّهَ فَاسْتَغْفَرُوا لِذُنُوبِهِمْ
"Dan (juga) orang-orang yang apabila mengerjakan perbuatan keji atau menganiaya diri sendiri, mereka ingat akan Allah, lalu memohon ampun terhadap dosa-dosa mereka.” (QS. Ali Imran: 135)
Ayat ini menunjukkan bahwa orang bertakwa masih bisa terjerumus ke dalam dosa, bahkan sampai kepada dosa yang buruk dan hina. Hanya saja, bedanya orang bertakwa dengan selainnya, bahwa orang bertakwa dimudahkan oleh Allah untuk sadar dan ingat kepada Allah lalu bertaubat kepada-Nya dengan pengakuan dosa dan meninggalkannya. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]