View Full Version
Kamis, 11 Sep 2025

Keteguhan Bilal bin Rabah dalam Menjaga Tauhid

Oleh: Badrul Tamam

Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam terlimpah kepada Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wasallam, keluarga dan para sahabatnya.  

Tauhid adalah inti ajaran Islam. Segala amal ibadah tidak akan bernilai tanpa tauhid yang murni. Namun, menjaga tauhid bukanlah perkara mudah. Sejak masa awal dakwah Rasulullah ﷺ, banyak sahabat yang diuji dengan keras demi mempertahankan keimanan. Di antara sosok teladan yang paling menggetarkan hati adalah Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu. Seorang budak berkulit hitam, lemah secara sosial, namun namanya harum sepanjang sejarah karena keteguhan imannya.

Latar Belakang Bilal bin Rabah

Bilal bin Rabah berasal dari Habasyah (Ethiopia). Ia lahir dalam kondisi perbudakan, menjadi hamba sahaya keluarga Umayyah bin Khalaf, salah satu tokoh musyrikin Quraisy yang terkenal kejam. Secara status duniawi, Bilal tidak punya kedudukan. Namun Allah memilihnya untuk menjadi salah satu manusia mulia dalam sejarah Islam.

Ketika dakwah Rasulullah ﷺ mulai menyebar secara sembunyi-sembunyi di Makkah, Bilal termasuk orang yang mendapat hidayah lebih awal. Hatinya yang jernih menerima kebenaran tauhid, meski ia tahu risiko yang akan menimpanya.

Ujian Iman dan Keteguhan Tauhid

Berita masuk Islamnya Bilal membuat majikannya, Umayyah bin Khalaf, murka besar. Ia berusaha memaksa Bilal agar kembali menyembah berhala. Bilal pun disiksa dengan cara yang amat pedih. Tubuhnya diikat, diseret di jalanan Makkah yang panas, lalu dijemur di padang pasir dengan batu besar menindih dadanya.

Di tengah siksaan yang hampir merenggut nyawa itu, Bilal tidak mengucapkan selain:
“Ahad… Ahad…” (Allah Yang Maha Esa).

Kata-kata singkat itu mengguncang orang-orang Quraisy. Meski tubuhnya lemah, imannya teguh tak tergoyahkan. Siksaan tidak membuatnya mundur, justru semakin meneguhkan hatinya bahwa hanya Allah satu-satunya yang berhak disembah.

Pembebasan Bilal dan Peran Besarnya

Melihat penderitaan Bilal, Abu Bakar Ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu bergegas membeli Bilal dari Umayyah bin Khalaf, lalu memerdekakannya. Sejak saat itu Bilal menjadi Muslim merdeka yang bebas mengabdikan diri kepada Islam.

Rasulullah ﷺ kemudian menjadikannya sebagai muadzin pertama dalam Islam. Suara lantangnya mengumandangkan adzan di Masjid Nabawi menggetarkan hati kaum Muslimin. Dari seorang budak yang hina di mata manusia, Bilal diangkat derajatnya oleh Allah menjadi simbol kemuliaan Islam.

Pesan dan Hikmah untuk Umat Islam

Kisah Bilal bin Rabah menyimpan banyak pelajaran berharga bagi kaum Muslimin:

1. Tauhid adalah harga mati. Bilal rela kehilangan nyawa daripada kembali kepada syirik.

2. Derajat manusia di sisi Allah tidak ditentukan warna kulit atau status sosial, melainkan ketakwaan.

3. Kesabaran dalam ujian adalah jalan menuju kemenangan. Bilal bertahan, lalu Allah gantikan penderitaannya dengan kemuliaan.

4. Dakwah lahir dari iman yang kuat. Suara adzan Bilal menjadi simbol dakwah Islam yang menggema hingga kini.

Penutup

Bilal bin Rabah adalah teladan abadi tentang keteguhan iman. Ia mengajarkan bahwa tauhid harus dijaga meski harus dibayar dengan penderitaan.

Di zaman modern ini, kita juga menghadapi “siksaan” dalam bentuk lain: godaan materialisme, syirik modern berupa ketergantungan pada dunia, atau tekanan sosial untuk meninggalkan nilai Islam. Kisah Bilal mengingatkan kita agar tetap berkata “Ahad… Ahad…” dalam hati dan amal kita, yaitu berpegang teguh hanya kepada Allah.

Semoga Allah meneguhkan hati kita dalam menjaga tauhid, sebagaimana Allah meneguhkan hati Bilal bin Rabah radhiyallahu ‘anhu. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]


latestnews

View Full Version