

Oleh: Badrul Tamam
Al-Hamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam atas Rasulillah ﷺ dan keluarganya.
Rasulullah ﷺ bersabda:
ثنتان يكرههما ابنُ آدمَ : يكرهُ الموتَ، و الموتُ خيرٌ له من الفتنةِ، و يكرهُ قلَّةَ المالِ، و قِلَّةُ المالِ أقلُّ للحسابِ
“Ada dua perkara yang dibenci oleh anak Adam: ia membenci kematian, padahal kematian itu lebih baik baginya daripada fitnah; dan ia membenci sedikitnya harta, padahal sedikitnya harta itu lebih ringan hisabnya.” (HR. Ahmad dalam Musnadnya dan al-Suyuthi dalam ak-Jami’ al-Shaghir. Hadits ini dishahihkan Al-Albani dalam al-Shahihah)
Dalam hadits Nabi ini, Rasulullah ﷺ menjelaskan kepada kita dua perkara yang telah menjadi tabiat (fitrah) anak Adam, yaitu membenci kematian dan membenci kefakiran serta sedikitnya harta. Kemudian beliau ﷺ menerangkan bahwa kebencian terhadap keduanya bersumber dari kecintaan manusia kepada kehidupan dan kecintaannya kepada kekayaan, serta juga karena ketidaktahuannya terhadap hikmah di balik keduanya.
Pada sabda beliau ﷺ:
ثنتان يكرههما ابنُ آدمَ : يكرهُ الموتَ، و الموتُ خيرٌ له من الفتنةِ
“Ada dua perkara yang dibenci oleh anak Adam: kematian—padahal kematian itu lebih baik bagi seorang mukmin daripada fitnah.”
Seseorang bisa saja tertimpa fitnah dalam agamanya, lalu ia murtad dan kafir setelah sebelumnya beriman; maka dalam keadaan seperti itu, kematian lebih baik baginya daripada kekafiran. Hal ini juga ditunjukkan oleh sabda beliau ﷺ dalam doanya:
إِذَا أَرَدْتَ فِتْنَةً فِي قَوْمٍ فَتَوَفَّنِي غَيْرَ مَفْتُونٍ
“Jika Engkau (ya Allah) menghendaki fitnah menimpa suatu kaum, maka wafatkanlah aku dalam keadaan tidak terfitnah.”
Diketahui bahwa membenci kematian adalah perkara yang bersifat naluriah pada manusia. Dalam Musnad Ahmad dan kitab-kitab lainnya disebutkan hadits dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata: Rasulullah ﷺ bersabda:
مَنْ أَحَبَّ لِقَاءَ اللَّهِ أَحَبَّ اللَّهُ لِقَاءَهُ وَمَنْ كَرِهَ لِقَاءَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ كَرِهَ اللَّهُ لِقَاءَهُ
“Barang siapa mencintai pertemuan dengan Allah, maka Allah pun mencintai pertemuan dengannya. Dan barang siapa membenci pertemuan dengan Allah عز وجل, maka Allah pun membenci pertemuan dengannya.”
‘Aisyah berkata: “Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud dengan membenci pertemuan dengan Allah adalah membenci kematian? Demi Allah, sesungguhnya kami benar-benar membencinya.”
Beliau ﷺ bersabda:
لاَ لَيْسَ بِذَاكَ وَلَكِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا قَضَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَبْضَهُ فَرَّجَ لَهُ عَمَّا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ ثَوَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَكَرَامَتِهِ فَيَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ يُحِبُّ لِقَاءَ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَاللَّهُ يُحِبُّ لِقَاءَهُ وَإِنَّ الْكَافِرَ وَالْمُنَافِقَ إِذَا قَضَى اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ قَبْضَهُ فَرَّجَ لَهُ عَمَّا بَيْنَ يَدَيْهِ مِنْ عَذَابِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ وَهَوَانِهِ فَيَمُوتُ حِينَ يَمُوتُ وَهُوَ يَكْرَهُ لِقَاءَ اللَّهِ وَاللَّهُ يَكْرَهُ لِقَاءَهُ
“Bukan demikian maksudnya. Akan tetapi, seorang hamba mukmin apabila Allah عز وجل telah menetapkan ajalnya, maka Allah bukakan baginya apa yang ada di hadapannya berupa pahala dan kemuliaan dari-Nya. Maka ia meninggal dunia dalam keadaan mencintai pertemuan dengan Allah, dan Allah pun mencintai pertemuannya. Adapun orang kafir dan munafik, apabila Allah عز وجل telah menetapkan ajalnya, maka Allah bukakan baginya apa yang ada di hadapannya berupa azab dan kehinaan dari-Nya. Maka ia meninggal dunia dalam keadaan membenci pertemuan dengan Allah, dan Allah pun membenci pertemuannya.”
Dalam hadits qudsi yang diriwayatkan oleh Al-Bukhari disebutkan:
إِنَّ اللَّهَ قَالَ: ..وَمَا تَرَدَّدْتُ عَنْ شَيْءٍ أَنَا فَاعِلُهُ تَرَدُّدِي عَنْ نَفْسِ الْمُؤْمِنِ ،يَكْرَهُ الْمَوْتَ وَأَنَا أَكْرَهُ مَسَاءَتَهُ
“Sesungguhnya Allah berfirman: … Tidaklah Aku ragu terhadap sesuatu yang hendak Aku lakukan sebagaimana keraguan-Ku terhadap (pencabutan) nyawa seorang mukmin; ia membenci kematian, sementara Aku tidak menyukai menyakitinya.”
Dengan demikian, menjadi jelas bagi kita bahwa membenci kematian adalah tabiat yang melekat pada manusia. Namun, orang yang berakal adalah orang yang menyadari bahwa dunia ini adalah tempat ujian, bahwa dunia adalah penjara bagi orang beriman, dan bahwa berjumpa dengan Allah jauh lebih baik daripada tinggal di negeri yang penuh gangguan dan kesedihan.

Benci Miskin
Sabda Nabi ﷺ:
و يكرهُ قلَّةَ المالِ، و قِلَّةُ المالِ أقلُّ للحسابِ
“Dan ia membenci sedikitnya harta, padahal sedikitnya harta itu lebih ringan hisabnya.”
Menunjukkan bahwa fitnah harta termasuk fitnah yang sangat besar yang banyak menimpa manusia. Rasulullah ﷺ telah menegaskan betapa besarnya bahaya fitnah ini.
Dalam Sunan at-Tirmidzi diriwayatkan dari Ka‘b bin ‘Iyadh radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Aku mendengar Nabi ﷺ bersabda:
إِنَّ لِكُلِّ أُمَّةٍ فِتْنَةً وَفِتْنَةُ أُمَّتِى الْمَالُ
“Sesungguhnya setiap umat memiliki fitnah, dan fitnah umatku adalah harta.”
Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim disebutkan bahwa Nabi ﷺ bersabda:
فَأَبْشِرُوا وَأَمِّلُوا مَا يَسُرُّكُمْ فَوَاللَّهِ مَا الْفَقْرَ أَخْشَى عَلَيْكُمْ. وَلَكِنِّي أَخْشَى عَلَيْكُمْ أَنْ تُبْسَطَ الدُّنْيَا عَلَيْكُمْ كَمَا بُسِطَتْ عَلَى مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ فَتَنَافَسُوهَا كَمَا تَنَافَسُوهَا وَتُهْلِكَكُمْ كَمَا أَهْلَكَتْهُمْ
“Bergembiralah dan berharaplah kepada apa yang menyenangkan kalian. Demi Allah, bukan kefakiran yang aku khawatirkan atas kalian. Akan tetapi, aku khawatir dunia dilapangkan bagi kalian sebagaimana telah dilapangkan kepada orang-orang sebelum kalian, lalu kalian berlomba-lomba mengejarnya sebagaimana mereka berlomba-lomba, dan akhirnya ia membinasakan kalian sebagaimana telah membinasakan mereka.”
Setelah Rasulullah ﷺwafat, dimulailah berbagai penaklukan, dan harta pun mengalir deras kepada para sahabat. Namun mereka tidak terfitnah olehnya. Dalam Shahih al-Bukhari disebutkan dari Abu Wa’il, ia berkata: Kami menjenguk Khabbab radhiyallahu ‘anhu, lalu ia berkata:
“Kami berhijrah bersama Nabi ﷺ dengan tujuan mengharap wajah Allah. Maka pahala kami menjadi tanggungan Allah. Di antara kami ada yang telah wafat dan belum sempat mengambil sedikit pun dari pahalanya. Di antaranya adalah Mush‘ab bin ‘Umair, yang gugur pada Perang Uhud. Ia hanya meninggalkan sehelai kain; jika kami tutupi kepalanya, tampaklah kedua kakinya, dan jika kami tutupi kedua kakinya, tampaklah kepalanya. Maka Nabi ﷺ memerintahkan kami untuk menutupi kepalanya dan meletakkan tanaman idzkhir pada kedua kakinya. Dan di antara kami ada pula yang buahnya telah masak, lalu ia memetiknya.”
Dalam riwayat lain disebutkan:
ثُمَّ بُسِطَ لَنَا مِنَ الدُّنْيَا مَا بُسِطَ – أَوْ قَالَ أُعْطِينَا مِنَ الدُّنْيَا مَا أُعْطِينَا – وَقَدْ خَشِينَا أَنْ تَكُونَ حَسَنَاتُنَا عُجِّلَتْ لَنَا ، ثُمَّ جَعَلَ يَبْكِى حَتَّى تَرَكَ الطَّعَامَ
“Kemudian dunia dilapangkan bagi kami sebagaimana ia dilapangkan—atau beliau berkata: kami diberi dari dunia sebagaimana kami diberi—dan kami khawatir kebaikan-kebaikan kami telah disegerakan balasannya untuk kami.” Kemudian Khabbab menangis hingga meninggalkan makanannya.
Para sahabat tidak berubah hati dan jiwanya karena harta.
Adapun keadaan kaum muslimin hari ini, sungguh pembahasannya tak akan pernah habis. Fitnah harta telah menimpa kita, dan kesibukan mengumpulkan harta telah melalaikan kita dari mengingat Allah dan dari shalat. Dalam Shahih al-Bukhari dan Muslim, Nabi ﷺ bersabda:
لَوْ كَانَ لاِبْنِ آدَمَ وَادِيَانِ مِنْ مَالٍ لاَبْتَغَى ثَالِثًا ،وَلاَ يَمْلأُ جَوْفَ ابْنِ آدَمَ إِلاَّ التُّرَابُ ،وَيَتُوبُ اللَّهُ عَلَى مَنْ تَابَ
“Seandainya anak Adam memiliki dua lembah harta, niscaya ia akan mencari lembah yang ketiga. Dan tidaklah perut anak Adam itu terisi kecuali dengan tanah. Dan Allah menerima taubat siapa saja yang bertaubat.”
Dikatakan dalam penjelasan makna sabda beliau “tidak memenuhi perutnya kecuali tanah” bahwa manusia akan terus rakus terhadap dunia hingga ia meninggal, lalu perutnya benar-benar dipenuhi oleh tanah kuburnya. Wallahu a’lam. [PurWD/voa-islam.com]