Semua orang pasti pernah merasakan sebuah kemarahan. Pada titik ini biasanya tidak mudah bagi kita untuk bisa mnengedepankan akal sehat karena belenggu emosi yang begitu kuat. Orang cenderung melakukan secara spontan apa saja yang terlintas pertama kali dalam benaknya. Dan kebanyakan episode seperti ini akan berakhir dengan kata penyesalan.
Benar- benar, amarah dan emosi yang ada dalam diri seseorang membakar kebaikan dan menjauhkannya dari keselamatan dan rahmat. Kasih sayang berubah menjadi bara yang siap menghanguskan siapapun yang mendekat. Dendam tidak mengenal kawan ataupun sahabat,yang diketahuinya hanyalah membalaskan sakit hati dan memuaskan amarah.
Dendam tidak lain hanyalah onggokan sampah hati yang membuat perakitnya semakin tersiksa dan menderita. Bukankah Allah juga maha memaafkan atas kekurangan, kelemahan dan kekhilafan manusia?
Lalu, mengapa manusia tidak banyak belajar untuk mencukupkan diri hanya dengan Allah Subhanahu Wata'ala, saja. ketika seseorang memenuhi hati, pikiran dan hari harinya hanya dengan Allah, maka sanjungan atau makian bukanlah sesuatu seban yang harus dipikirkan, dibenci atau disenangi orang bukan suatu masalah yang dapat mengganti jati diri kita. Ya, jati diri yang awalnya adalah sebagai manusia yang baik yang akan berberganti menjadi pewaris dosa dosa iblis ketika dia merelakan dirinya menjadi seorang pendendam.
Seseorang yang memenuhi hati nya hanya dengan Allah hanya akan memfokuskan diri untuk mengais pahala sebanyak banyaknya dari sang Maha memaafkan, yaitu dengan melapangkan hati untuk memaafkan sesamanya. Selain itu, pikirannya akan dengan luas digiringnya untuk menghabiskan sisa waktu hidup yang memang tidak lama, dengan sebaik baiknya. kejernihan akal sehatnya akan berkata, untuk apa hidup dengan masa lalu?, yang ada hanyalah kita belajar dari masa lalu untuk melangkah lebih mantab dimasa depan.
Dendam dan amarah sama sekali bukanlah solusi dalam hal apapun. Sama sekali tidak terkandung pelajaran atau hikmah apapun dari dua hal tersebut, kecuali bertambahnya bencana dan kesusahan. Namun jika hati telah terlanjur mengandung dendam, ada baiknya kita berkata pada diri sendiri bahwa kita sedang diuji dengan sakit hati atas kekhilafan saudara kita. Tapi bukankah Allah Maha adil atas segalanya, dan Lebih baik kita serahkan semua urusan kepada yang paling Maha mengurus. Then, Life must Go On…
(Syahidah)