Oleh: Abu Deedat MH
Di tengah maraknya gerakan pemurtadan, seorang tokoh bergelar ‘guru bangsa’ yang mengajak berguru kepada Kristen. Buya Prof Dr Ahmad Syafii Maarif mengimbau dalam buku Mencari Autentisitas dalam Kegalauan, agar umat Islam berguru kepada Yudaisme dan Kristen karena mereka adalah agama kakak.
Pada sampul depan buku setebal 239 halaman itu dicantumkan endorsement William Liddle, profesor ilmu politik dari Amerika Serikat yang notabene non Muslim: “...melalui buku ini, ingin membuktikan bahwa Islamnya Syafii Maarif merupakan rahmat bagi seluruh dunia.”
Ungkapan ini jelas sangat batil dan bertentangan dengan Al-Qur‘an, tapi dengan bangganya ditaruh di sampul depan tanpa ada penjelasan dan sanggahan sama sekali. Seolah penerbit setuju dengan pernyataan bahwa Syafii Maarif mengajarkan Islam baru yang rahmatan lil ‘alamin, yang berbeda dengan Islam yang dibawa oleh Rasulullah SAW. Padahal Islam yang disampaikan oleh Nabi Muhammad itu tidak ada embel-embel apapun. Tak ada dalam sejarah istilah “Islam Muhammad SAW.”
Paling tidak, sambutan yang hangat itu menunjukkan bahwa William Liddle yang non Muslim itu setuju dan senang dengan pemikiran Buya Syafii. Padahal Allah berfirman dalam surat Al-Baqarah 120: “Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu sehingga kamu mengikuti millah (agama) mereka.”
....Anjuran Syafii Maarif untuk berguru sebanyak-banyaknya kepada Yahudi dan Kristen itu terlalu gegabah, karena salah satu misi Islam terhadap agama-agama terdahulu adalah sebagai korektor (mushaddiqan)....
Haruskah Umat Islam Berguru kepada Yudaisme dan Kristen?
Dalam buku yang diterbitkan oleh Pusat Studi Agama dan Peradaban (PSAP) Jakarta itu, Buya Syafii menekankan bahwa umat Islam harus belajar kepada agama Kristen dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis.
“Dalam tradisi monoteisme Ibrahim, Islam adalah agama yang termuda setelah Yudaisme dan agama Kristen. Oleh sebab itu, kami harus belajar sebanyak-banyaknya pada pengalaman “Agama Kakak” dalam menghadapi serbuan sekularisme ateistis itu” (hal. 8 alinea 2).
“Dari sudut doktrin, sebenarnya hubungan Kristen dan Islam adalah hubungan kakak-beradik” (hal. 96 alinea 1).
Anjuran untuk belajar (berguru) sebanyak-banyaknya kepada Yahudi dan Kristen itu terlalu gegabah. Salah satu misi Islam terhadap agama-agama terdahulu adalah sebagai korektor dan batu uji (mushaddiqan dan muhaiminan ‘alaih) terhadap kesalahan dan penyimpangan yang dilakukan oleh Ahli Kitab.
Umat Kristen menambahkan ayat Trinitas dalam I Yohanes 5: 7-8: “Sebab ada tiga yang memberi kesaksian di dalam sorga: Bapa, Firman dan Roh Kudus; dan ketiganya adalah satu.”
Kepalsuan ayat Trinitas ini diakui oleh Zonder Publishing House, penerbit Alkitab dari Amerika dalam The Holy Bible New International Version pada halaman 1242 bahwa ayat ini tidak dijumpai dalam Naskah Yunani sebelum abad ke-16 (not found in any Greek manuscript before the sixteenth century).
Penyimpangan kitab suci yang dilakukan oleh Ahli Kitab ini dikoreksi Al-Qur‘an: “Hai Ahli Kitab, mengapa kamu mencampuradukkan antara yang haq dengan yang batil, dan menyembunyikan kebenaran, padahal kamu mengetahui?” (Qs. Ali Imran 71).
Tentang doktrin Trinitasnya, Al-Qur‘an meralat: “Sesungguhnya kafirlah orang-orang yang mengatakan: “Bahwasanya Allah salah satu dari yang tiga”, padahal sekali-kali tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Tuhan Yang Esa” (Qs. Al-Ma`idah 73).
Secara teologi, Islam hadir untuk bukan untuk berguru kepada agama Kristen, tapi untuk mengoreksi “agama kakak.”
....Secara teologi, Islam hadir untuk bukan untuk berguru kepada agama Kristen, tapi untuk mengoreksi "agama kakak"....
Belajar kepada Sejarah Kristen
Jika Buya Syafii mengajak untuk “belajar sebanyak-banyaknya” kepada pengalaman “agama kakak” (Kristen), maka perlu diketahui bahwa sejarah “agama kakak” itu tidak bersih dari lumuran darah, air mata dan penyiksaan.
Pada masa permulaan, ketika timbul dua aliran Kristen, yakni Unitarian dan Trinitarian. Kelompok Unitarian dipelopori oleh Iranaeus, Tertulianus, Origenes, Diodorus, Lucianus dan Arius menolak doktrin Trinitas dan berpegang teguh pada ajaran tauhid dan peribadatan sesuai dengan ajaran Yesus. Sedangkan Trinitarian memegang teguh doktrin Trinitas.
Untuk meredam perbedaan pendapat dua kelompok tersebut, maka Kaisar Konstantin mengadakan kongres yang dikenal dengan Konsili Nicea tahun 325 M yang dihadiri oleh 2.048 utusan dari berbagai negeri untuk menetapkan konsep ketuhanan dan Injil yang dianggap sah. Karena konsili berpihak kepada kelompok Trinitarian, maka para tokoh Unitarian ditangkapi, disiksa dan dibunuh dengan tuduhan “aliran sesat.”
....Mengapa Buya Syafii mengajak untuk belajar sebanyak-banyaknya kepada pengalaman “agama kakak” (Kristen)? Padahal sejarah “agama kakak” itu berlumuran darah, air mata dan penyiksaan....
Sebagai tindak lanjutnya, pada tahun 395 M Kaisar Theodosius membentuk institusi gereja Kristen yang dikenal dengan Inkuisisi (Inquisition). Inkuisisi adalah institusi hukum kepuasan yang dibentuk untuk memberantas kaum heretic, kekuatan magic dan kekuatan yang dianggap berbahaya. Inkuisisi memiliki kekuasaan yang tak terbatas. Siapapun yang dianggap berbahaya ditangkap dan dijatuhi hukuman yang berat: digantung, dibakar hidup-hidup, dibunuh pelan-pelan, giginya dicabut satu persatu, kulitnya dikelupas, dst. Beberapa tokoh Unitarian yang mati tragis karena mempertahankan ideologi Tauhid antara lain: Iraneus, Origenes, Lucianus, Arius, Nestorius, Discorus dan Benjamin.
Pembunuhan dan penyiksaan terus berlanjut hingga zaman pencerahan Eropa. Tahun 1142 gereja membakar hidup-hidup Abelard, seorang filosof dan tokoh Kristen di Prancis. Tahun 1415 di Spanyol dibakar 31.000 orang yang menentang gereja. Tahun 1416 gereja membakar John Hus dan Jerome sampai mati di Bohemia.
Tanggal 27 Oktober 1553, Michael Serveteus, dokter paru-paru ahli Injil dibakar pelan-pelan sehingga meronta-ronta dan berteriak-teriak kesakitan selama dua jam lalu mati tragis. Dokter ini dibakar karena menulis buku De Trinitas Erroribus (Kesalahan Trinitas). Di Nederland, ribuan orang dipotong lehernya pada tahun 1568.
....imbauan Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif untuk belajar kepada “agama kakak” jelas salah kaprah. Karena umat Islam adalah umat yang terbaik (khaira ummah) dan umat yang paling tinggi derajatnya (a'launa)....
Nama-nama tenar Martin Cellarius, Ludwig Hoetzer, Louis Socianus, George Blandrata beserta ribuan pengikutnya di Hongaria, Gregory Pauli, Francis David, dan masih banyak lagi menjadi korban kebiadaban Inquisisi yang menegakkan doktrin Trinitas. Pertikaian berdarah dalam internal Kristiani ini sesuai dengan sindiran Al-Qur‘an:
“Dan di antara orang-orang yang mengatakan: Sesungguhnya kami orang-orang Nasrani, ada yang telah kami ambil perjanjian mereka, tetapi mereka (sengaja) melupakan sebagian dari apa yang mereka telah diberi peringatan dengannya; maka Kami timbulkan di antara mereka permusuhan dan kebencian sampai hari kiamat...” (Qs. Al-Ma`idah 14).
Jadi, imbauan Buya Prof Dr H Ahmad Syafii Maarif untuk belajar kepada “agama kakak” adalah ajakan yang salah kaprah. Karena umat Islam adalah umat yang terbaik (khaira ummah; Ali Imran 110) dan umat yang paling tinggi derajatnya (a’launa; Ali Imran 139). Semoga Buya jangan galau. [taz/tabligh]
Berita Terkait: