(Menjawab Serangan Penginjil terhadap Islam)
JUM'AT AGUNG (Good Friday) adalah hari yang istimewa bagi umat kristiani, yang jauh lebih agung daripada hari Jum’at biasanya. Mereka meyakini bahwa pada hari Jum’at Agung itulah Yesus yang adalah penjelmaan Tuhan itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di atas gantungan tiang salib untuk menebus dosa manusia. Pada kalender Masehi tahun ini, hari Jum’at Agung itu jatuh pada tanggal 6 April. Pada kalender nasional, tanggal ini berwarna merah karena hari libur nasional dengan penjelasan “Hari Wafat Yesus Kristus” atau “Hari Wafat Isa Almasih.”
Ekspresi kegembiraan itu dilakukan secara overdosis oleh para penginjil dengan menodai agama lain. Sebuah situs kristenisasi berkedok Islam (www.######islam.com), memposting artikel “Bagaimana Allah Dapat Mati?” untuk menyanjung doktrin kematian Tuhan pada hari Jum’at Agung.
“Kebenaran yang paling mendasar dari agama Kristen adalah, fakta bahwa Allah mati bagi manusia. Kebenaran ini membuat orang Islam tersinggung. Bahkan, kebenaran ini menjadi batu sandungan bagi manusia selama ribuan tahun. Orang Islam menolak untuk menerima kematian Allah. Padahal, bila mereka mengenal Allah seperti diuraikan dalam Injil, mereka akan mengerti apa yang dimaksudkan dengan kematian Allah.
Isa Al-Masih adalah Allah yang dibungkus oleh daging. Untuk mengerti bagaimana Allah dapat mati, kita harus mengerti Pribadi Isa Al-Masih (Yesus Kristus).
Jika Isa hanya manusia biasa seperti yang dipercaya orang Islam, maka Allah tidak mati. Kita harus menyangkal firman Allah jika percaya hal ini. Menurut Injil, Isa adalah Allah yang dibungkus oleh daging. Injil mengatakan, “…Firman (Isa) itu bersama-sama dengan Allah dan Firman (Isa) itu adalah Allah...” (Injil Yohanes 1:1). Berarti, Isa Al-Masih adalah Firman Allah yang kekal.”
Tidak benar tuduhan para penginjil bahwa umat Islam tersinggung terhadap doktrin Kristen tentang kematian Tuhan untuk menebus dosa manusia. Karena akidah umat Islam sudah ilmiah, ilahiah dan baku sesuai dengan firman Allah dalam Al-Qur’an bahwa Nabi Isa sama sekali tidak pernah disalib.
“...Padahal mereka tidak membunuhnya dan tidak (pula) menyalibnya, tetapi (yang mereka bunuh ialah) orang yang diserupakan dengan Isa bagi mereka. Sesungguhnya orang-orang yang berselisih paham tentang (pembunuhan) Isa, benar-benar dalam keragu-raguan tentang yang dibunuh itu. Mereka tidak mempunyai keyakinan tentang siapa yang dibunuh itu, kecuali mengikuti persangkaan belaka, mereka tidak (pula) yakin bahwa yang mereka bunuh itu adalah Isa” (Qs An-Nisa’ 157).
Justru umat Kristenlah yang tersinggung dengan ayat ini. Karena satu ayat ini meruntuhkan seluruh doktrin kekafiran umat kristiani yang berpangkal dari penyaliban Yesus. Bila tidak meyakini penyaliban Yesus, maka seluruh doktrin kristiani akan rontok tak tersisa. Tanpa penyaliban Yesus, maka gugurlah doktrin ketuhanan Yesus, dosa waris, penebusan dosa, inkarnasi Tuhan menjadi manusia Yesus, doktrin Yesus juru selamat dosa, dan sebagainya.
Makanya surat Al-Qur'an surat An-Nisa’ 157 ini sangat dibenci oleh para misionaris Kristen. Secara sederhana, ayat ini menyatakan banyak hal untuk membuktikan batilnya anggapan penyaliban Yesus, di antaranya:
Pertama, Nabi Isa tidak disalib karena orang yang disalib itu adalah orang lain yang diserupakan dengan Nabi Isa. Kenyataan ini didukung fakta-fakta dalam Bibel bahwa rezim yang menangkap Yesus tidak mengenal wajah Yesus, sehingga membayar Yudas untuk mengenali wajah Yesus dengan imbalan 30 keping perak (Matius 26:14-16). Selain itu, Bibel mencatat bahwa Yesus memiliki mukjizat bisa menghilang dari pandangan musuh (Lukas 4: 29-30) dan bisa merubah wajah (Matius 17: 2).
Kedua, orang-orang berselisih soal penyaliban. Betapa tidak, Bibel sendiri berselisih (kontradiktif) ketika menceritakan penyaliban Yesus, misalnya soal waktu penyaliban. Injil Markus 15:25 menyatakan bahwa Yesus disalib pada jam 9. Sementara Injil Yohanes 19:14 menceritakan bahwa pada jam 12 Yesus belum disalib, karena baru persiapan paskah. Adanya kontradiksi ini membuktikan bahwa para penulis Bibel hanya mengikuti persangkaan dan dugaan belaka.
Argumen penginjil berdasarkan Injil Yohanes 1:1 untuk meyakini Yesus sebagai wujud Tuhan yang dibungkus daging juga mengandung persoalan berat. Para ilmuwan Kristen sendiri meragukan keabsahan ayat ini, karena terbukti ayat ini bukan firman Tuhan, melainkan ayat palsu buatan manusia.
Selengkapnya, Injil Yohanes 1:1-14 ini berasal dari hymne Platonis yang diperkenalkan oleh cendekiawan Yahudi bernama Philo dari Alexandria. Bunyi kalimat pertama adalah: “Pada mulanya adalah Logos (firman), Logos (firman) itu bersama dengan Tuhan, dan Logos (firman) itu berasal dari Tuhan.”
Penyalin Kitab Yohanes kemudian mengadopsi hymne ini dan menempatkannya sebagai pembukaan Injil Yohanes, lalu merubah kalimat: “Logos itu berasal dari Tuhan” menjadi “Firman itu adalah Tuhan.”
Pencaplokan ajaran Platonis oleh penyalin Injil Yohanes ini, dijelaskan oleh bapa gereja Santo Agustinus sbb:
...Jika doktrin keselamatan melalui jalan pintas penebusan dosa oleh penjelmaan Tuhan ditopang oleh ayat palsu, maka bisa jadi surganya juga fatamorgana...
“...Book of the Platonist that had been translated out of Greek into Latin. In then I read, not indeed in these words but much the same thought, enforced by many varied arguments that: In the beginning was the word, and the word was with God and the word was God. All things were made by him, and without him nothing was made” (John K. Ryan, The Confession of St. Augustine, Doubleday, New York, 1960).
(...Buku filsafat Platonis yang telah diterjemahkan dari bahasa Yunani ke bahasa Latin. Di dalamnya salah baca, walaupun tidak sama persis tetapi jalan pikirannya sama, didukung dengan berbagai argumen bahwa: Pada mulanya adalah firman, dan firman itu bersama Tuhan, dan firman itu adalah (dari) dari Tuhan. Segala sesuatu dijadikan oleh dia (firman) dan tanpa dia (firman) tidak ada yang dijadikan).
Kepalsuan Injil Yohanes 1:1-14 ini diperkuat oleh catatan kaki Alkitab, bahwa Yohanes 1:1-18 bukanlah bagian Injil Yohanes, melainkan karya lepas yang kemudian dimasukkan menjadi pembuka kitab Yohanes tersebut:
“John 1:1-18; “The prologue is a hymn, formally poetic in style –perhap originally an independent composition and only later adapted and edited to serve as an overture to the Gospel” (The New Testament of the New American Bible, St. Paul Publication, 1970 hal. 203).
(Yohanes 1:1-18; pembukaan ini merupakan hymne berbentuk syair –mungkin berasal dari karya bebas, yang kemudian baru dikutip dan diedit untuk berperan sebagai pembuka Injil).
Jika doktrin keselamatan melalui jalan pintas penebusan dosa oleh penjelmaan Tuhan ditopang oleh ayat palsu, maka bisa jadi surganya juga fatamorgana. bersambung. [A. Ahmad Hizbullah/suara-islam]