WASHINGTON DC, AS (voa-islam.com) – Bertepatan dengan momen Paskah kristiani April 2012 ini, wajah majalah Newsweek tampil cukup mengejutkan bagi umat kristiani, dengan judul besar “Forget The Church Follow Jesus” (Lupakan Gereja, Ikuti Yesus). Headline majalah terkemuka AS tersebut menampilkan artikel tulisan Andrew Sullivan berjudul “Christianity in Crisis.”
Sullivan mengawali tulisannya dengan menggunakan pandangan Thomas Jefferson, penulis Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA). Jefferson menyatakan dirinya sebagai pengikut Yesus, namun menolak mengikuti doktrin gereja.
Sullivan memuji tindakan Jefferson yang telah mengedit ulang Alkitab (Bibel) selama 77 tahun sejak berusia 27 tahun pada 1820 silam. Presiden ketiga AS menyusun Alkitab baru dengan mengamputasi semua hal yang menurutnya tidak bisa diterima akal seperti mukjizat dan kelahiran Yesus, untuk mendapatkan apa yang menurutnya ‘Ajaran Asli Yesus.’ Hasilnya, Alkitab yang lebih tipis itu diberi nama “The Jefferson Bible.”
Lebih jauh lagi, Jefferson mengkritik gereja, pendeta, ahli teologi, bahkan Rasul Paulus karena mereka dianggap telah mengotori ajaran Yesus dengan berbagai paham-paham mereka yang memecah belah. Dengan begitu, gereja diharapkan bisa berdiri terpisah dari negara, apalagi politik praktis, sehingga ia tidak perlu mengotori tangannya dengan kekerasan dan paksaan dalam kekuasaan
Tak bisa disangkal memang, sekarang ini banyak sekali isu yang melanda gereja. Salah satu yang terbesar adalah skandal seks gereja Katolik, ketika banyak pastur dan uskup yang menolak untuk mengakui maha-skandal ini dan memilih berlindung di balik pengacara. Lebih buruk lagi, agama dan gereja telah dibawa ke ranah politik di AS akhir-akhir ini, di mana 3 dari 4 calon presiden dari partai Republik terang-terangan membawa pandangan agama sebagai pandangan politik. Bahkan Obama juga telah membawa isu agama dengan mengaitkan kebijakannya dengan ajaran Yesus tentang ‘mengasihi sesama seperti diri sendiri’. Fenomena itu dinilai mengotori agama dengan politik praktis dan kepentingan sesaat.
Blak-blakan Sullivan memaparkan bagaimana dunia kekristenan dewasa ini dirusak dengan politik, skandal dalam gereja, dan pendeta-pendeta evangelis yang menyuarakan ajaran ‘kemakmuran’. Ia juga mengkritik keras ‘perkawinan’ antara kekuasaan dengan ajaran Yesus, di mana agama yang mengajarkan kedamaian beralih menggunakan kekerasan sebagai alat, karena kekuasaan tak bisa dipisahkan dari penggunaan kekerasan.
Dengan keras Andrew Sullivan menyatakan bahwa agama Kristen telah dihancurkan oleh politisi, penginjil dan juga para pendeta. “Christianity has been destroyed by politics, priests, and get-rich evangelists,” kecam mantan editor The New Republic, kolumnis mingguan Sunday Times of London yang telah menulis beberapa buku itu. [taz/dbs]