Koreksi Buku “Mantra Muhammad Yesus” (1)
Alih-alih meredakan ketegangan antara dunia Islam dan Kristen, Dr Wang Xiang Jun PhD menulis buku “Mantra Sukses Muhammad dan Yesus Bagi Para Usahawan.” Dalam pengantar buku saku 74 halaman tersebut, Xiang Jun memaralelkan sabda nabi kedua agama untuk membuka hati dan pikiran kedua belah pihak demi perdamaian dan stabilitas global.
Alumnus Sekolah Tinggi Teologi (STT) Bethany Surabaya ini yakin bahwa perdamaian dan stabilitas global bisa tercipta apabila ada pemahaman dan penghormatan terhadap budaya-budaya dan perspektif yang berbeda dari kedua agama. Karenanya, ia menyuguhkan buku ini untuk merenungkan sabda Nabi Muhammad dan Yesus Kristus.
Sarjana teologi yang mengklaim dirinya sebagai “Manusia Multiskill” dan “Bapak Manajemen Kartun Transformasi Indonesia” ini meyakini bahwa dalam kitab-kitab suci bertaburan mutiara yang menguraikan berbagai pengajaran, kebijaksanaan, kebenaran, keadilan, kasih sayang dan petunjuk dari Tuhan.
Supaya terkesan objektif terhadap kedua agama, dalam buku tersebut Xiang Jun mengutip 37 buah nas hadits sabda Nabi Muhammad SAW, yang masing-masing nas disandingkan sebelah-menyebelah tiap halaman dengan sebuah nas dari Alkitab (Bibel) yang diyakini sebagai sabda Yesus Kristus.
Sekilas langkah Xiang Jun untuk memediasi pertukaran gagasan dan kebudayaan antara Muslim dan Kristen demi perdamaian dan stabilitas global itu sangat mulia. Tapi jika dibuka lembaran berikutnya, bisa dipastikan bahwa ia berhati busuk. Pada halaman 9-11, ia memajang dua buah lukisan yang diberi titel “Muhammad preaching the Quran in Mecca” dan “Muhammad at the Kaaba.”
Lukisan sosok Nabi Muhammad adalah hasil rekayasa dan daya khayal sang pelukis. Dalam pandangan Islam, melukis, menggambar dan mematungkan para nabi di masa lalu adalah perilaku jahiliyah yang diharamkan dan harus diperangi.
Selain itu, upaya Xiang Jun untuk mengajak umat merenungkan sabda Nabi Muhammad SAW dan Isa alaihissalam adalah sebuah kelancangan ilmiah dan tindakan yang sia-sia belaka. Karena hadits Nabi SAW tidak bisa disejajarkan dengan ayat-ayat Bibel.
Seluruh nas hadits Nabi memiliki jalur periwayatan (sanad) yang bersambung langsung kepada sumber pertama yaitu Nabi Muhammad SAW. Bila sebuah hadits terdapat jalur periwayatan (sanad) yang cacat atau rusak, maka statusnya menjadi hadits dhaif (lemah) dengan klasifikasi, antara lain hadits mursal, hadits munqathi’, hadis mudallas, hadits mu’dhal, dan hadits mu’allaq.
Selain sanad harus bersambung tanpa terputus, nama-nama periwayat (rowi) harus orang-orang terpercaya (tsiqah). Bila dalam daftar nama periwayat hadits ada yang tidak tsiqah (cacat moral), maka statusnya juga dhaif dengan berbagai klasifikasi, antara lain: hadits maudhu', hadits matruk, hadits mungkar, hadits mu'allal, hadits mudhthorib, hadits maqlub, hadits munqalib, hadits mudraj dan hadits syadz.
...tak satu pun ayat Injil dalam Bibel yang memiliki jalur riwayat yang bersambung kepada Nabi Isa (Yesus). para penulis empat Injil dalam Bibel, yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes, semuanya bukan murid Yesus...
Sedangkan dalam tradisi kekristenan, tak satu pun ayat Injil dalam Bibel yang memiliki jalur riwayat yang bersambung kepada Nabi Isa (Yesus). Jika ditelaah menurut kacamata ilmu hadits, maka seluruh ayat Bibel adalah dhaif semua dalam kategori munqathi’ (terputus jalur) karena periwayatnya tidak diketahui (majhul) maupun tidak jelas asalnya (la ashla lahu).
Berdasarkan penelitian ilmuwan Kristen sendiri, para penulis empat Injil dalam Bibel, yaitu Injil Matius, Injil Markus, Injil Lukas dan Injil Yohanes, semuanya bukan murid Yesus.
INJIL MATIUS. K. Riedel, pakar tafsir Alkitab, menyatakan bahwa Matius yang menulis Injil Matius bukanlah murid Yesus:
“Menurut pendapat kita, pengarang Injil Matius bukannya seorang dari keduabelas rasul, melainkan seorang Kristen berbangsa Yahudi yang tidak dikenal. Akan tetapi kita dapat mengatakan, bahwa pengarang Injil Matius itu seorang yang mempunyai karunia Roh Kudus. Hanya karena karunia Roh itu ia dapat melaksanakan karangan yang demikian penting untuk segenap gereja Kristus” (Tafsiran Injil Matius, hal. 14).
Memang, dalam Injil disebutkan bahwa Matius pemungut cukai termasuk ke dalam daftar 12 murid Yesus. Namun, Injil Matius bukanlah ditulis oleh Matius murid Yesus, melainkan Matius yang lain lagi.
INJIL MARKUS. Gerard S. Sloyan menyimpulkan bahwa Injil Markus ditulis pada tahun 65-70 M oleh seorang penulis yang bukan murid Yesus, melainkan Markus murid Petrus dari Roma.
“Pengarang Injil Markus adalah murid Petrus dari Roma, yang menyebutnya “Markus, anakku” (I Ptr 5:13)” (The Gospel of Saint Mark; edisi Indonesia: Tafsir Injil Markus, hal. 9).
INJIL YOHANES. Prof Sri Wismoady Wahono, pendeta dari Gereja Kristen Jawi Wetan yang juga dosen STT Jakarta, menyatakan bahwa penulis Injil Yohanes bukan murid Yesus. Bahkan sampai kini penulis Injil ini masih misterius, sebagaimana pengakuan:
“Dari semua keterangan yang terkumpul, semua ahli menyimpulkan bahwa penulis kitab Injil Yohanes adalah seorang penatua dari jemaat Efesus yang bernama Yohanes. Yohanes sang penatua ini bukanlah Yohanes Pembabtis atau Yohanes salah seorang murid Yesus. Kitab Injil Yohanes ditulis kira-kira pada tahun 100 Masehi, yaitu kira-kira 70 tahun setelah Yesus tidak ada di dunia ini” (Di Sini Kutemukan, Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab, hal. 445).
INJIL LUKAS. I. Suharyo Pr, doktor teologi universitas Urbaniana, Roma, mengakui bahwa penulis Injil Lukas bukan murid Yesus, melainkan seorang tabib temannya Paulus yang bernama Lukas. Pernyataan ini diakui oleh “Lukas adalah seorang yang beriman dari lingkungan kafir. Ia adalah kawan seperjalanan Paulus dan seorang yang bekerja sebagai tabib” (Pengantar Injil Sinoptik, hal. 111).
...Jika ditelaah menurut kacamata ilmu hadits, maka seluruh ayat Bibel adalah dhaif semua dalam kategori munqathi’ (terputus jalur) karena periwayatnya tidak diketahui (majhul) maupun tidak jelas asalnya (la ashla lahu)...
Belakangan para pakar bibliologi Kristen mengalkulasi bahwa ucapan Yesus dalam Injil hanya 18 persen. Mereka menyatakan: “Eighty-two percent of the words ascribed to Jesus in the Gospels were not actually spoken by him” (Robert W. Funk, Roy W Hoover, and The Jesus Seminar, The Five Gospels, What did Jesus Really Say?, hlm. 5).
(Delapan puluh dua persen kalimat yang disebut-sebut sebagai ucapan Yesus dalam kitab-kitab Injil sebenarnya tidak pernah diucapkan oleh Yesus).
Dalam kacamata ilmu hadits, meskipun 18 persen Injil dianggap sebagai ucapan Yesus oleh para pakar, tetapi karena tidak memiliki sanad (daftar silsilah periwayatan), maka nilainya pun menjadi lemah (dhaif).
Dengan demikian, upaya menyejajarkan sabda Yesus dalam Bibel dengan hadits Rasulullah SAW yang dilakukan oleh Xiang Jun adalah tindakan yang salah alamat. Karena ayat-ayat Bibel tidak bisa dipastikan sebagai sabda Yesus, bertolak belakang dengan hadits shahih yang 100 persen bisa dipastikan sebabai sabda Nabi Muhammad. Kualitas sanad ayat Bibel yang sangat buruk tidak level bila disandingkan dengan hadits Nabi.
...Xiang Jun berani menyatakan kutipan dhaif itu sebagai hadits shahih riwayat Imam Muslim. Dengan klaim gegabah yang tidak ilmiah ini, jelaslah bahwa doktor Kristen ini adalah pakar teologi pengawuran...
Karena awam dalam hal ilmu hadits, maka tak heran jika Dr Wang Xiang Jun PhD banyak mengoleksi kesalahan dalam buku sakunya. Ia menganggap bahwa mengutip hadits Nabi itu semudah mengutip ayat Bibel. Padahal seperti dijelaskan di atas, tidak semua hadits Nabi bisa dipastikan sebagai ucapan Nabi Muhammad. Hadits yang sudah dipastikan kedhaifannya justru harus diragukan sebagai sabda Nabi SAW.
Pada halaman 58 Xiang Jun mengutip sebuah nas yang diklaim sebagai hadits Nabi yang shahih riwayat Muslim, lalu disandingkan dengan Injil Lukas 6:38.
Kutipan yang diklaim sebagai hadits oleh Xiang Jun adalah sebagai berikut:
اعْمَلْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ أَبَدًا وَاعْمَلْ لآخِرَتِكَ كَأَنَّكَ تَمُوْتُ غَدًا
“Nabi SAW bersabda, “Berusahalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya dan berusahalah untuk akhiratmu seolah-olah kamu akan mati esok hari” (Shahih Muslim).
Memang, nas ini sudah sangat populer karena sering dikutip dalam tulisan maupun ceramah para khotib dan muballigh, sehingga banyak yang menganggapnya sebagai hadits Nabi SAW. Padahal bila dikritisi dengan ilmu hadits, nas itu bukanlah sabda Nabi SAW.
Dalam takhrijnya, Syaikh Nashiruddin Al-Albani menyebutkan bahwa hadits ini tidak ada sanadnya (la ashla lahu) yang diriwayatkan secara marfu’ dari Abdullah bin ‘Amr bin Al-‘Ash (Silsilah al-Ahaadits ad-Dha’iifah wal-Maudhu’ah, jilid I hlm. 63). Dengan kata lain ia bukanlah hadits Nabi, melainkan atsar shahabat yang tidak shahih, karena dalam silsilah periwayatannya ada rowi (periwayat) yang terputus jalur (munqathi’) sebelum sampai kepada Abdullah bin ‘Amr bin Al-Ash.
Bila ditelaah, teks (matan) nas tersebut sangat ekstrim dan bertentangan dengan ayat Al-Qur’an: “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bagianmu dari (kenikmatan) duniawi...” (Qs Al-Qashash 77).
Tanpa menunjukkan referensinya, Xiang Jun berani menyatakan kutipan dhaif itu sebagai hadits shahih riwayat Imam Muslim. Dengan klaim gegabah yang tidak ilmiah ini, maka keahlian (skill) Xiang Jun sang “manusia multiskill” bertambah satu lagi, yaitu pakar teologi pengawuran. Bersambung [A. Ahmad Hizbullah MAG/Suara Islam]
ARTIKEL TERKAIT: