Oleh: MC. Amino Sitohang
Masuknya paham komunis ke Indonesia terjadi pada tahun 1913, dibawa oleh Hendricus Josephus Franciscus Maria Sneevliet. Ia lebih dikenal sebagai Henk Sneevliet, kaki-tangan penjajah Belanda yang terlahir sebagai seorang Katholik.
Keberadaan Henk Sneevliet di Indonesia yang merupakan anggota dewan kota Belanda, dapat dipastikan tidak lepas dari kepentingan penjajahan. Cara ini pernah dilakukan oleh Snouck Hurgronje, dengan tujuan melemahkan kekuatan Islam yang merupakan kekuatan utama perlawanan terhadap penjajahan Kristen di Indonesia.
Snouck Hurgronje berhasil melemahkan perjuangan umat Islam dengan langkah yang spektakuler, pura-pura masuk Islam untuk merusak semangat dan pemahaman Islam dari dalam tubuh ummat sendiri. Sementara Henk Sneevliet merusak gerakan perjuangan ummat Islam dengan menyuntikkan paham komunis melalui agitasi dan slogan-slogan revolusi yang menyesatkan dan menipu.
Henk Sneevliet berhasil menginfiltrasi gerakan Syarikat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912, dengan menyusupkan agen-agennya Semaun dan Darsono, yang menjadi fraksi kiri di dalam tubuh SI yang selalu menentang kebijakan SI dari dalam.
Semaun dan Darsono merupakan kader langsung Henk Sneevliet yang mendirikan Indische Social Democratische Vereeniging (ISDV) bersama dengan P. Bersgma, J.A. Brandstedder, H.W. Dekker, pada tahun 1914, dan pada tanggal 23 Mei 1920, ISDV merubah namanya menjadi Perserikatan Komunis di Indie (PKI).
...Henk Sneevliet berhasil menginfiltrasi gerakan Syarikat Islam (SI) yang berdiri pada tahun 1912, dengan menyusupkan agen-agennya Semaun dan Darsono, yang menjadi fraksi kiri di dalam tubuh SI yang selalu menentang kebijakan SI dari dalam...
Maret 1923, pada kongres kilat di Bandung dan Sukabumi, atas usulan Darsono yang menjabat sebagai wakil ketua, PKI memutuskan membentuk SI tandingan di setiap daerah yang terdapat cabang Syarikat Islam (SI), dengan maksud menginfiltrasi dan merekrut anggota-anggota SI yang bersimpati pada komunis.
Syarikat Islam tandingan ini, diberi nama Syarikat Islam (SI) Merah, yang kemudian berubah namanya menjadi Sarekat Rakyat, yang banyak meneror ulama dan ummat Islam yang menolak paham komunis, hingga akhirnya karena dianggap merugikan PKI, Sarekat Rakyat dibubarkan pada tahun 1924.
Infiltrasi penjajah terhadap kekuatan-kekuatan Islam dengan menggunakan tangan-tangan komunis yang berkedok; Islam, perjuangan, revolusi, kesejahteraan dan sebagainya, berlanjut dan berkembang sampai ke daerah-daerah.
Banyak tokoh-tokoh Islam di daerah yang terkontaminasi komunis, diantaranya dari Sumatera Barat; Haji Datuk Batuah. Beliau menerbitkan surat kabar, Djago! Djago! dan menanamkan ajaran komunis pada pelajar dan guru-guru muda di Sumatera Thawalib Padang Panjang. Said Ali menjadi pemimpin PKI cabang Sumatera Barat, yang mewakili seluruh sumatera dalam pertemuan partai komunis di Prambanan, Yogyakarta. Abdoel Chalid Salim salah seorang tokoh komunis yang dibuang ke Boven Digul pasca gerakan oportunis PKI pada tahun 1926, yang merupakan adik kandung Kyai Haji Agus Salim. Di Jawa Tengah, ada Haji Misbach yang menerbitkan majalah berkedok Islam, “Bergerak”.
Puncaknya di tahun 1926-1927, propaganda-propaganda PKI berupa penyetaraan kelas dan golongan serta anti diskriminasi dan revolusi, menjadi tidak terkendali oleh penjajah. Gerakan politik pragmatis PKI menjadi gerakan fisik yang juga menyerang kepentingan-kepentingan pemerintahan penjajahan di berbagai daerah, akan tetapi korban terbesarnya adalah kekuatan ummat Islam.
Disebabkan oleh gerakan “oportunis-nya” di tahun 1926-1927 tersebut, pemerintah penjajahan menindak PKI karena hanya memperjuangan kepentingan politiknya sendiri dan secara strategis sudah tidak lagi menguntungkan bagi penjajah untuk melemahkan kekuatan perjuangan ummat Islam serta beresiko munculnya reaksi balasan dan gelombang revolusi Islam. (riafariana/voa-islam.com)
***
Pranala;
Ilustrasi: Google